- Nasional
Pandemi Hambat Upaya Penurunan Angka Stunting
26 November 2020 , 11:38

JAKARTA – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Hasto Wardoyo mengungkapkan, pandemi covid-19 menyebabkan program percepatan penurunan stunting di Indonesia terhambat. Penyebabnya karena daya beli masyarakat menjadi berkurang hingga ruang fiskal pemerintah yang terbatas.
Padahal, Hasto menjelaskan, Indonesia pada 2024 memiliki target untuk menurunkan angka stunting hingga 14%. Hal itu tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.
"Waktu yang sangat pendek untuk mencapai tahun 2024 dengan angka 14%, tinggal tiga setengah tahun lagi," ungkapnya pada 'International Webinar: Lesson Learned from the Success Story of Peru in Reducing Stunting' secara daring, Kamis (26/11).
Ia menuturkan, dalam lima tahun terakhir, dari tahun 2014 hingga 2019, rata-rata penurunan stunting di Indonesia hanya 0,3% per tahun. Sementara untuk menuju angka 14% di tahun 2024, setidaknya membutuhkan penurunan rata-rata sebesar 2,5% per tahun.
Oleh karena itu, sambung Hasto, dibutuhkan kesungguhan dan upaya keras agar bisa mencapai target tersebut. Sebab, sejak diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional untuk Percepatan Perbaikan Gizi, ternyata juga masih belum dapat mengakomodasi upaya pelaksanaan percepatan penurunan stunting secara efektif.
"Target 14% tentu adalah target yang luar biasa," ucapnya.
Hasto menuturkan, perlu suatu strategi atau melakukan reorientasi program yang bisa mempercepat tercapainya target tersebut. Menurut dia, BKKBN berdasarkan UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, juga memiliki tugas untuk mengawal pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas. Melalui keluarga yang berkualitas, maka dapat mencegah dan menangani kasus-kasus stunting.
Ia menjelaskan, penurunan secara signifikan stunting berbasis keluarga ini menjadi konsep yang akan dikedepankan oleh BKKBN. BKKBN akan melakukan program bina keluarga, menyasar keluarga yang memiliki anak di bawah usia lima tahun dan juga di bawah dua tahun.
"Juga tentu mempunyai program bina keluarga secara keseluruhan, untuk menuju keluarga berkualitas," tuturnya.
Melalui gerakan berbasis keluarga, juga diharapkan bisa mencegah terjadinya perkawinan pada usia dini. Menurut dia, hal ini menjadi bagian yang penting karena di Indonesia banyak terjadi morbiditas dan mortalitas, termasuk adanya janin tumbuh lambat di dalam rahim akibat pernikahan terlalu dini.
Hasto menegaskan, pemerintah mengarahkan pasangan usia subur untuk menunda usia perkawinan hingga usia 21 untuk perempuan dan 25 untuk pria.
"Kemudian, kelahiran-kelahiran prematur dengan berat badan yang tentu di bawah standar juga tidak sedikit. Oleh karena itu, bagaimana mengawal kehamilan yang ideal pada usia ini menjadi sangat penting," tutur dia. (Maidian Reviani)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN