- Nasional
PJJ Dapat Akibatkan Kesenjangan Pendidikan
09 Juli 2020 , 14:28

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mewaspadai melebarnya kesenjangan di sektor pendidikan akibat pendidikan jarak jauh (PJJ). Persoalan ini disebabkan hilangnya pengalaman belajar siswa dan tidak meratanya fasilitas belajar.
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Kemendikbud, Totok Suprayitno mengatakan, persoalan serupa pernah dialami Pakistan pada 2005. Saat itu bencana gempa melanda Pakistan, lalu membuat sekolah harus diliburkan karena tidak ada model PJJ.
Kemudian, ketika sekolah kembali dibuka, kesenjangan antara siswa dari keluarga ekonomi rendah dengan ekonomi tinggi semakin melebar. Kini, menurut Totok, persoalan itu sedang terjadi di Indonesia dengan penerapan PJJ akibat pandemi covid-19.
"Pengalaman ini perlu kita waspadai di Indonesia. Oleh karena itu, kita salah satu kebijakannya adalah memitigasi kemungkinan melebarnya kesenjangan ini. Sekarang ini kemungkinan sudah melebar kesenjangan," Totok dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi X DPR dengan Kemendikbud, Kamis (9/7).
Kondisi ini bisa memperparah kesenjangan di sektor antara kedua strata ekonomi siswa tersebut, sebab dalam kondisi normal saja sebenarnya sudah terjadi. Buktinya dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional (UN) dan Programme for International Student Assessment (PISA).
Oleh karena itu, lanjut Totok, Kemendikbud meminta guru melakukan asesmen diagnostik kepada siswa sebelum pembelajaran kembali di sekolah saat covid-19 berlalu. Asesmen diagnostik bertujuan memetakan variasi capaian belajar siswa selama penerapan PJJ.
"Hasil asesmen ini menjadi dasar pilihan-pilihan strategi pembelajaran yang diambil. Prioritas perlu diberikan kepada kelompok yang paling rentan mengalami kehilangan pengalaman belajar, yaitu kemungkinan besar adalah anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu," ujarnya.
Tetapi asesmen tersebut bukan dalam bentuk asesmen massal seperti UN yang harus mengikuti instrumen Kemendikbud. Guru-guru didorong untuk menggunakan model asesmennya sendiri yang sesuai untuk pemetaan ketimpangan belajar, meskipun Kemendikbud memiliki instrumennya.
Di samping itu, Totok mengatakan Kemendikbud juga memitigasi melebarnya kesenjangan dengan mengembangkan modul pembelajaran tercetak. Modul ini diklaim dapat memudahkan siswa yang memiliki keterbatasan akses internet seperti di daerah 3T.
Menanggapi masalah ini, Anggota Komisi X DPR, Putra Nababan mengaku kaget dengan pengalaman yang terjadi di Pakistan. Dia pun mendukung kedua langkah mitigasi yang disiapkan Kemendikbud.
"Kalau Kemendikbud mampu menyiapkan modul pembelajaran dan instrumen asesmen, saya kasih jempol dua. Itu sangat penting. Tidak boleh data Pakistan ini kita biarkan ada di Indonesia, di mana jurangnya semakin lama semakin besar," ungkapnya.
Putra berpendapat guru tidak boleh menggebyah-uyah atau menyamaratakan kemampuan para siswa. Maka asesmen diganostik sangat diperlukan untuk mengetahui capaian belajar siswa selama PJJ.
"Guru harus mengetahui minat dan bakat siswanya. Itu penting. Pengembangan masing-masing anak itu berbeda," kata dia. (Wandha Nur Hidayat)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN