• Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Nasional

Menyigi Persoalan Transportasi Berbasis Aplikasi

Peraturan objektif tanpa rasa diskriminasi mutlak diperlukan untuk kemajuan semua moda transportasi
02 Juli 2020 , 20:20
Pengemudi ojek daring menurunkan penumpang di kawasan Jl. Kendal, Jakarta, Senin (8/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mengizinkan ojek daring kembali mengangkut penumpang mulai 8 Juni 2020 pada masa penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto
Pengemudi ojek daring menurunkan penumpang di kawasan Jl. Kendal, Jakarta, Senin (8/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mengizinkan ojek daring kembali mengangkut penumpang mulai 8 Juni 2020 pada masa penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto

JAKARTA – Negara mengistimewakan angkutan daring. Ini asumsi banyak warga negara dan menjadi rumor selama bertahun-tahun. Sejak moda transportasi berbasis aplikasi itu popular, banyak perhatian pemerintah terhadapnya. Sementara angkutan umum reguler, atau kerap juga disebut konvensional, seolah tak lagi jadi prioritas.

Wajar saja jika ada asumsi begitu. Pemerintah memperbolehkan angkutan berpelat hitam ini beroperasi layaknya angkutan umum. Meskipun sampai hari ini,  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak mengaturnya, operasional transportasi online tak terkendala.

Angkutan daring itu dikecualikan melalui diskresi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat. Ada juga Permenhub Nomor PM 118 Tahun 2018, tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus.

Kesan mengistimewakan angkutan daring yang paling gres terjadi pada masa pandemi covid-19. Salah satunya, melalui Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19, yang ditandatangani Menhub Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan pada 9 April 2020.

Pasal 11 Ayat 1d beleid tersebut menyebutkan, dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.

Padahal enam hari sebelumnya, pada 3 April 2020, terbit Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Pasal 15 beleid ini menyatakan pengemudi ojek daring hanya boleh mengangkut barang, bukan orang.

PT Pertamina yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara, pada 14 April 2020, menerbitkan kebijakan memberi cashback sebesar 50% untuk pengemudi ojek daring yang membeli BBM non-subsidi. Pemerintah pun memberi bantuan langsung tunai dan kelonggaran pembayaran kredit kendaraan bagi pekerja di sektor informal seperti pengemudi ojek daring.

Manajemen Terpusat
Angkutan daring mulai beroperasi dan dikenal di Indonesia sekitar 2014–2015. Di antaranya Uber, Grab, dan Gojek. Kehadiran mereka dirasa menawarkan efisiensi dan efektivitas bagi mobilitas masyarakat, terutama di daerah urban. Di sisi lain, kehadiran mereka dipandang sebagai ancaman atas 'setoran' bagi pengemudi angkutan umum. Pun, kehadiran moda ini bisa menjadi penyerap tenaga kerja.

Terhadap moda transportasi ini, respons pemerintah kerap menjadi sorotan. Sampai saat ini, penyedia jasa tersebut tetap boleh beroperasi tanpa diatur perundang-undangan, adalah hal yang nyata. Pada saat sama, minat dan masyarakat terhadap angkutan daring itu, setidaknya secara tak langsung mengindikasikan gejala kurangnya kepuasan atas pelayanan angkutan umum yang sudah ada.

Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rusli Cahyadi berpendapat, sikap pemerintah membuka pintu bagi perusahaan-perusahaan aplikator angkutan daring adalah wajar semata. Perhitungan bahwa investasi mereka akan memberi dampak ekonomi, tentu menjadi alasan yang bisa dirasionalisasi, terlebih pemerintah pro-investasi.

Pada tataran praktis, dan yang mungkin jauh lebih mendasar adalah sistem manajemen yang terpusat. Ini tak dimiliki angkutan umum kebanyakan. Kelebihan tersebut dianggap angin segar. Pemerintah terkesan memilih upaya yang kira-kira dapat diukur hasilnya, ketimbang memperbaiki masalah yang seolah tak jelas juntrungannya.

“Kita tempatkan diri kita sebagai pemerintah, orang yang membuat kebijakan dan mau mengimplementasikannya. Pasti kita akan memilih kebijakan itu diimplementasikan kepada kelompok-kelompok orang atau pengusaha yang bisa kita kendalikan dengan cepat, supaya hasilnya kelihatan,” kata Rusli kepada Validnews, Kamis (25/6).

Dia menjelaskan, sistem manajemen terpusat atau sentralistis dari angkutan daring memungkinkan pemerintah untuk lebih mudah mengatur. Jadi dalam hal ini, semua pengemudi ojek dan taksi daring diasumsikan akan mengikuti kebijakan pemerintah melalui kepatuhan perusahaan aplikator yang mengikat mereka sebagai mitranya.

Praktik itu dinilai sulit dilakukan terhadap angkutan umum seperti Angkutan Kota (Angkot), Metromini, Kopaja, hingga bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Sebab tidak ada manajemen terpusat, plus sebagian kendaraan dimiliki pribadi. Ketidakjelasan penanggung jawab dan garis komando dinilai kerap menyulitkan pemerintah menerapkan kebijakan.

“Jadi misalnya meskipun semua mitra Gojek atau Grab itu individu-individu juga, tetapi karena sistem yang terbangun melalui sistem online sangat gampang. Setiap mitra Gojek maupun Grab itu bisa dengan cepat mendapatkan informasi, perintah, dan apa pun yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat terkait mereka,” ucapnya.

Rusli mengakui memang ada angkutan umum yang tergabung dalam asosiasi atau organisasi. Namun, sistem manajemennya tetap disebut tidak sebaik yang diterapkan angkutan daring. Atas alasan inilah dia berpendapat, kurang tepat jika menilai pemerintah bertindak diskriminatif.

Menghapus Pembedaan
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat, Djoko Setijowarno mengungkapkan, ketiadaan payung hukum yang kuat bagi angkutan daring tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara lain tempat mereka beroperasi pun sebenarnya hal yang sama terjadi.

Kondisi tersebut berlangsung karena perusahaan-perusahaan aplikator angkutan daring punya prinsip yang disebut dengan self-regulation. Artinya, kata Djoko, mereka ingin membuat regulasi masing-masing. Sebenarnya, upaya ini dinilai tidak akan menjadi persoalan jika memang dalam kondisi kekosongan regulasi terkait angkutan umum.

“Saya bilang bisa saja, asal dalam kondisi kosong semua. Ini kan kondisi kita sudah banyak aturan. Kalau dibuat self-regulation ya saling mematikan akhirnya. Nanti yang rugi konsumen, yaitu masyarakat,” tegas Djoko kepada Validnews, Selasa (30/6).

Upaya self-regulation itulah yang kemudian menyebabkan pembedaan antara angkutan daring dengan angkutan umum. Padahal sepanjang perusahaannya adalah aplikator dan bukan operator, tindakan mereka akan dianggap menyalahi aturan jika mengatur hal-hal terkait transportasi angkutan daring, misalnya soal penentuan tarif.

Saat ini, walaupun perusahaan angkutan daring sudah diatur melalui dua peraturan menteri, kenyataannya sanksi sangat minim ketika mereka tidak mematuhi kebijakan pemerintah. Pengawasan pemerintah pun dinilai sama minimnya.

“Siapa yang mau mengawasi? Siapa yang mau mengurusi? Tidak ada,” imbuhnya.

Menurut Djoko, aplikasi daring semata hanya bentuk pelayanan dari angkutan tersebut, sehingga tidak masalah ketika pengguna tidak memanfaatkannya. Dia sendiri mengaku selama ini menjadi pengguna angkutan daring meskipun tidak memiliki aplikasinya. Toh pembayaran jasa tetap bisa dilakukan.

“Jadi saya buktikan bahwa aplikasi itu hanya layanan, tidak lebih. Saya tidak punya aplikasi juga bisa menggunakan, entah pinjam tetangga atau siapa, kan bisa. Yang penting saya bayar, kan,” kisah Djoko.

Oleh karena itu, dia menegaskan tidak seharusnya ada peraturan yang membedakan antara angkutan daring dengan yang umum. Apalagi membuat peraturan tersendiri untuk angkutan umum roda dua atau ojek online. Wilayah operasional kendaraan roda dua sebagai angkutan umum bahkan disebut harus dibatasi, misalnya tidak diizinkan di jalan arteri dan kolektor.

Djoko berpendapat, pembagian angkutan ke dalam dua jenis ini akan menuntut pembangunan infrastruktur yang juga berbeda. Buntutnya akan merepotkan pemerintah. Bukan tak mungkin terjadi saling gugat antarkelompok angkutan.

Di Korea Selatan, dia bercerita, salah satu perusahaan angkutan daring dikenai denda, lalu tidak diperbolehkan beroperasi. Kalaupun ada angkutan daring, pemerintah mengatur hanya untuk angkutan umum yang sudah ada. Jadi negara melindungi mereka. Tidak boleh ada pihak individu atau perusahaan membuat angkutan umum baru yang self-regulation.

Revisi Undang-Undang
Sejatinya, peraturan yang berbeda antara angkutan daring dan angkutan umum perlu menjadi pembahasan dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Soal ini, Djoko mengaku prosesnya sampai sekarang masih dalam tahap pembahasan pasal per pasal.

Menurut Wakil Ketua Komisi V DPR, Nurhayati Effendi Monoarfa, salah satu tujuan revisi undang-undang tersebut memang untuk memperjelas peraturan angkutan daring. Juga untuk memutuskan 'nasib' sepeda motor, apakah sah sebagai angkutan umum atau tidak.

“Karena sekarang ini ojek online belum jelas diperbolehkan atau tidaknya. Sementara mereka sangat dibutuhkan masyarakat, terutama di perkotaan,” ucap Nurhayati kepada Validnews, Minggu (28/6).

Dia menjelaskan perusahaan angkutan daring seperti Gojek dan Grab masih bukan sebagai perusahaan angkutan umum. Keduanya terdaftar sebagai perusahaan aplikasi di Kementerian Komunikasi dan Informasi. Padahal kenyataannya prinsip utama mereka adalah angkutan umum, sehingga harus memenuhi ketentuan yang sesuai. Contohnya terkait sertifikasi, izin rute beroperasi, dan membayar pajak transportasi.

Persoalan kedudukan perusahaan itu pula yang menjadi pangkal dari banyak persoalan antara pihak perusahaan dengan pengemudi angkutan daring sebagai mitranya.

Nurhayati mengatakan, tak tertutup kemungkinan angkutan daring akan menjadi angkutan khusus dengan wilayah operasional tertentu. Singapura menerapkannya. Namun, diakui pembahasan belum sampai detail ke arah sana.

Satu hal yang pasti, kata dia, ojek daring akan tetap ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah dengan angkutan umum yang belum layak.

“Yang penting perusahaannya dulu dijadikan perusahaan transportasi. Jadi kalau bermitra mereka harus mengutamakan perhatikan kesejahteraan mitranya. Jadi biar ada yang mengaturnya, dan memang harus diatur. Sebenarnya revisi undang-undang ini juga menguntungkan hak para driver atau mitra perusahaan,” ungkap dia.

Alasan lain ojek daring akan tetap dipertahankan karena diklaim telah menyerap banyak tenaga kerja. Artinya, banyak orang yang kehidupannya bergantung dari sana. Revisi undang-undang itu nantinya akan menjawab semua persoalan tersebut. DPR menurut Nurhayati sudah memasukkannya dalam Prolegnas (program legislasi nasional).

“Sampai saat ini progresnya masih dalam tahap penyusunan draf naskah akademik. Tidak akan selesai masa sidang ini. Habis ini ke Baleg dulu, baru kembali ke komisi. Terus revisi, lalu membuat Panja. Baru kemudian masuk tahap pembahasan. Tetapi pembahasan harus dilakukan di tahun ini karena sudah masuk Prolegnas,” tuturnya.

Sebaliknya, pemerintah mengaku terbuka terhadap berbagai masukan dan dinamika. Namun  Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, irit bicara perihal masalah kedudukan dan regulasi angkutan daring.

Menurutnya, regulasi berupa peraturan menteri yang ada saat ini diklaim sudah cukup. Jikapun ada hal yang perlu dibahas kembali, dia menekankan siap membahasnya dengan Komisi V DPR.

“Rencana baru minggu depan saya diundang Komisi V DPR. Saya dan kepolisian. Minggu depan mungkin, atau minggu depannya lagi. Karena memang dalam waktu dekat sudah mulai pembahasan,” kata Budi, singkat, kepada Validnews, Selasa (30/6). (Wandha Nur Hidayat, Gisesya Ranggawari)

  • Share:

Baca Juga

Kultura

Beda Antara Peradangan dan Iritasi Saluran Cerna

  • 20 Januari 2021 , 20:23
Kultura

Pesona Tangkahan, Destinasi Wisata Alam di Sumatra Utara

  • 19 Januari 2021 , 11:40
Nasional

Mendagri Ingatkan Pemda Proaktif Antisipasi Bencana Alam

  • 18 Januari 2021 , 20:12

Tulis Komentar

Lupa Password?

ATAU

MASUK DENGAN

Facebook
Google+
Belum memiliki Akun? Daftar Sekarang

Belum ada komentar.

Vista

Ironi Si Pengolah Sandi


  • Terbaru

Perkembangan dan Inovasi Brand Otomotif di Masa Pandemi
21 Januari 2021 , 21:00

Fokus industri otomotif semakin memberikan perhatian terutama ke pasar negara berkembang di Asia Tenggara

Buah Senarai Samar Kompetisi
21 Januari 2021 , 21:00

Kelanjutan kompetisi masih tanda tanya. Beban klub tak tersolusikan

Pemerintah Pastikan Pedagang Daging Segera Kembali Berjualan
21 Januari 2021 , 20:53

Perubahan aturan di Australia telah mengerek harga daging sapi

Buah Senarai Samar Kompetisi
21 Januari 2021 , 21:00

Kelanjutan kompetisi masih tanda tanya. Beban klub tak tersolusikan

Kandas Laba Dari Olahraga
19 Januari 2021 , 21:00

Tak semua cabor bisa diadakan online. Faktor sponsor tetap menentukan

Bertabur Teman Baru Di Tengah Pandemi
18 Januari 2021 , 21:00

Pembatasan selama pandemi ini rentan memunculkan perasaan keterisolasian

Mencari Pengganti Kedelai
16 Januari 2021 , 18:00

Protein nabati pada kedelai paling lengkap. Rasanya membuat sulit tergantikan

Makanan Beku Untuk Kondisi Tak Menentu
15 Januari 2021 , 21:00

Sekitar 60% orang Indonesia lebih banyak ngemil selama pandemi dibandingkan sebelumnya

Upaya Semesta Meredam Kekerdilan
14 Januari 2021 , 21:00

Ibu hamil yang kemungkinan melahirkan anak stunting harus mendapatkan pengawasan ketat

Mendamba Tempe Selalu Di Meja
12 Januari 2021 , 21:00

Kisruh naiknya harga kedelai berulang terjadi. Selama enam tahun terakhir ini kenaikannya pesat

  • Fokus
  • Paradigma

Gaya Hidup Sehat Dan Bisnis Apparel Yang Melesat
21 Januari 2021 , 18:38

Pada masa pandemi, tampilan kasual yang dipengaruhi gaya sporty, akan tetap penting bagi pelanggan, khususnya Gen Z.

Menelisik Tren Mobil Listrik
18 Januari 2021 , 13:00

Mobil listrik mulai dilirik. Namun baru sebagian kelompok yang mampu menjamahnya. Selain faktor harga, ketersediaan fasilitas pendukung teknologi ini juga jadi pertimbangan calon konsumennya.

Krisis Repetitif Kedelai
15 Januari 2021 , 16:00

Tingkat konsumsi kedelai masyarakat Indonesia mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 7,97 kg/kapita/tahun

PSBB Total, MRT Lakukan Penyesuaian Operasional
14 September 2020 , 10:47

Ada pembatasan jumlah penumpang menjadi 62 -67 orang dalam satu kereta

BERSAMA BIJAK TANGGAPI BENCANA

Urgensi Ketegasan Dalam Penanganan Covid-19 di Indonesia
27 Maret 2020 , 20:00

Ada indikasi bahwa pemerintah seolah gamang, dalam mengambil tindakan tegas untuk penanganan Covid-19

MENYESAP BAHAGIA DENGAN BERDERMA

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati
03 Februari 2020 , 18:19

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati

 
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer & Privacy Policy
  • Kontak
© Copyright validnews.co. All rights reserved.