- Kultura
Menakar Kerentanan Penderita Reumatik Autoimun Atas Covid-19
14 Januari 2021 , 20:41

JAKARTA – Rheumatoid arthritis adalah istilah medis untuk penyakit reumatik. Reumatik sendiri merupakan peradangan pada sendi akibat gangguan autoimun atau sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringan tubuh. Penyakit ini menimbulkan manifestasi pada tulang, sendi, tulang rawan, tendon, ligamen, dan otot.
Pada saat pandemi seperti ini, penyakit autoimun kerap dikaitkan dengan kerentanan terhadap infeksi covid-19. Namun, berbagai penelitian menunjukkan, tidak ada peningkatan risiko seseorang dengan penyakit autoimun yang terkena covid-19.
"Tetapi, kalau ada kasus positif di keluarga dan ada kontak erat dengan orang positif covid-19, bisa jadi risikonya lebih tinggi, ini berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan di Wuhan, China. Tetapi kalau di populasi tidak ada peningkatan, sama saja seperti orang normal lainnya," kata dr. R.M. Suryo Anggoro, SpPD-KR, Divisi Reumatologi, FKUI dalam webinar awam (13/1).
Mengenai orang dengan penyakit reumatik autoimun akan mengalami infeksi yang lebih berat dibandingkan orang sehat pun disanggah oleh dr. Suryo.
Menurutnya, risiko infeksi covid-19 lebih berat pada penderita reumatik autoimun lebih ditentukan secara individu, bukan karena penyakit itu sendiri. Seperti usia yang lebih tua, mengalami obesitas, memiliki penyakit penyerta seperti diabetes dan jantung, serta mengonsumsi steroid yang tinggi.
Steroid memang menjadi salah satu obat yang dikonsumsi oleh penderita reumatik autoimun. Karena selain bisa menekan peradangan, juga berguna untuk menekan sel imun yang ada di dalam tubuh. Tetapi kalau dikonsumsi dengan dosis yang tinggi, risiko terkena infeksi apapun termasuk covid-19 semakin tinggi.
"Itu karena steroid bekerja sangat cepat dalam menekan sel imun, tetapi kalau dosisnya tinggi maka penekanan sel imun ini juga akan lebih luas sehingga tubuh rentan terkena infeksi," jelas dr. Suryo.
Pada penderita reumatik autoimun, penurunan dosis steroid harus dilakukan secara bertahap dengan waktu yang cukup lama, agar bisa terhindar dari risiko infeksi yang lebih tinggi.
Sementara untuk pengobatannya sendiri, baik untuk penderita reumatik autoimun yang positif covid-19 atau tidak, dr. Suryo mengatakan agar tidak mengubah dosis atau pengobatannya sendiri. Pasalnya yang berhak mengatur hal itu adalah dokter yang bersangkutan.
Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa pun menemukan, obat-obatan imunosupresan atau penurun imun tidak meningkatkan adanya risiko infeksi covid-19.
"Kalau ada keluhan, segera berobat, selama status infeksi belum ditentukan tidak boleh ubah atau hentikan pengobatan sendiri," katanya.
Untuk pemberian vaksin covid-19, dr. Suryo mengatakan, masih belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Itu disebabkan pengujian vaksin selama ini dilakukan pada orang-orang dengan kondisi kesehatan yang normal atau tidak memiliki penyakit autoimun.
Meski begitu, di beberapa negara seperti Inggris dan Amerika Serikat memperbolehkan orang dengan penyakit autoimun diberikan vaksin covid-19. Tetapi yang harus diperhatikan adalah dua jenis vaksin tersebut berbeda dengan vaksin yang akan beredar di Indonesia.
"Itu karena di Amerika Serikat kan pakai vaksin yang jenis DNA dan RNA, begitu juga dengan Inggris menggunakan vaksin yang Viral vector. Sementara di Indonesia, vaksin Sinovac menggunakan vaksin Inactivated, yang artinya vaksin berisi virus yang sudah dilumpuhkan. Jadi berbeda," ujarnya.
Sementara itu, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) juga belum menganjurkan pemberian vaksin covid-19 terhadap pasien autoimun karena belum ada hasil penelitian yang jelas. (Gemma Fitri Purbaya)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN