- Nasional
Masih Minim Vaksin Untuk Guru
08 April 2021 , 20:45

Baru 284.689 Guru yang Sudah Divaksin Dosis Kedua
JAKARTA - Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri, mengatakan saat ini jumlah guru dan tenaga kependidikan yang sudah mendapat dua dosis vaksin sebanyak 284.689. Sementara yang baru mendapat satu dosis 746.896 orang.
"Mudah-mudahan ini setiap hari kan kita terus berjalan karena kita juga menyadari bahwa jumlah vaksin yang kita terima juga secara bergelombang," ungkap Jumeri kepada wartawan secara virtual, Kamis (8/4).
Dia mengatakan kecepatan laju vaksinasi pada guru dan tenaga kependidikan bergantung pada suplai vaksin. Meski cakupan vaksinasi itu baru sedikit, Kemendikbud tetap meyakini bahwa vaksinasi sekitar lima juta guru dan tenaga kependidikan selesai pada Juni.
Sekolah ditegaskan wajib menawari siswanya pembelajaran tatap muka (PTM) jika semua guru dan tenaga kependidikan sudah divaksin. PTM dinilai penting karena jumlah sekolah yang mampu menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) hanya 30%.
Menurut Jumeri, saat ini sudah ada 238 ribu dari total 432 ribu sekolah yang melaporkan sudah memenuhi daftar periksa untuk PTM terbatas. Kemendikbud mendorong semua sekolah menggunakan dana BOS Reguler untuk perlengkapan protokol kesehatan.
"Dari laporan yang ada, 96% sekolah sudah memiliki sarana cuci tangan dengan sabun, 86% sudah memiliki desinfektan, 83% mampu mengakses fasilitas kesehatan, dan 77% memiliki cadangan masker," urai dia.
Jumeri menuturkan laporan tentang klaster sekolah umumnya terjadi karena adanya pelanggaran protokol kesehatan. Lalu, tidak sungguh menerapkan disiplin protokol kesehatan selama di lingkungan sekolah.
Jumeri juga meminta pihak sekolah memberi bukti pemenuhan daftar periksa kepada siswa dan orang tua siswa sebelum melakukan uji coba PTM. Sekolah ditekankan harus memberi jaminan keamanan bagi siswa dan guru-guru, misalnya dengan membatasi kapasitas kelas.
Kemendikbud sendiri, lanjut dia, mengklaim selama ini sudah melakukan sosialisasi dan koordinasi tentang PTM terbatas pada dinas pendidikan maupun kepada unit pelaksana tugas dan para kepala sekolah.
Sementara, anggota Komisi IX DPR, Darul Siska menilai potensi dan kemungkinan program vaksinasi gagal cukup besar.
“Karena vaksinasi terbilang berjalan lambat, yaitu hanya 22% dari jumlah target penerima vaksinasi,” ujar Darul dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Kementerian Kesehatan, Kamis (8/4) di Gedung DPR.
Selain itu, ia melihat potensi kegagalan vaksinasi ini karena belum kompaknya antara kementerian dan lembaga terkait. Misalnya, perencanaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkadang tidak sejalan dengan izin dari Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM).
"Contoh jelasnya vaksin Pfizer yang masuk skema perencanaan Kemenkes, tapi di BPOM belun sama sekali dimulai pengujian. Hal ini dikhawatirkan mengubah jadwal target vaksinasi menjadi terlambat," jelas Politisi Partai Golkar ini.
Maka, menurut dia pemerintah perlu menyiapkan dua skenario, skenario optimis dan pesimis. Sehingga pemerintah mempunyai antisipasi jika terjadi kemungkinan terburuk yaitu gagalnya program vaksinasi ini.
Ia menilai, adanya skenario kegagalan vaksinasi juga akan membuat masyarakat lebih waspada. Dengan adanya potensi kegagalan vaksinasi, masyarakat diyakini akan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Pada sisi lain, ia juga meminta antisipasi jika adanya kegagalan impor vaksin. Misalnya, yang paling memungkinkan gagal mendatangkan vaksin AstraZeneca, karena didatangkan melalui program gratis yang diberikan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia).
Ia berpandangan, meski Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kemenkes dan berbagai pihak telah berkoordinasi tetap ada kemungkinan gagalnya vaksin AstraZeneca datang ke Indonesia, terlebih dengan adanya embargo vaksin.
"Yang mengkhawatirkan juga kita agak ketar-ketir soal vaksin AstraZeneca, karena ini barang gratis. Harus ada antisipasinya juga jika gagal dapat," tutur dia. (Wandha Nur Hidayat, Gisesya Ranggawari)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN