• Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Feature

Makanan Beku Untuk Kondisi Tak Menentu

Sekitar 60% orang Indonesia lebih banyak ngemil selama pandemi dibandingkan sebelumnya
15 Januari 2021 , 21:00
Ilustrasi makanan olahan. Pixabay/dok
Ilustrasi makanan olahan. Pixabay/dok

JAKARTA – Masa-masa pembatasan sosial akibat pandemi membuat banyak bisnis berguguran. Tak butuh waktu lama, hanya dalam hitungan pekan, jumlah orang yang terputus penghasilannya tiba-tiba melonjak.

Untuk bertahan hidup dan menjaga dapur tetap ngebul, beragam cara pun diupayakan. Masing-masing punya kreativitas dan menciptakan inovasi untuk beradaptasi dengan kondisi pandemi.

Salah satu subsektor usaha yang ramai dijajal adalah usaha kuliner dan perdagangan bahan makanan. Tengok saja, dari sekian banyak unggahan di bermacam platform media sosial dan marketplace, unggahan produk makanan, kudapan atau camilan makin ramai ditawarkan.

Banyak pelapak baru yang ikut berusaha menjajakan dagangannya. Harapannya, bisnis yang menyangkut kebutuhan primer ini bisa lebih stabil dengan permintaan yang ramai.

Maklum, sebagian besar orang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah karena kewajiban bekerja atau belajar dari rumah. Pada kondisi ini, biasanya kegiatan memasak akan lebih sering dilakukan. Begitu juga dengan jumlah camilan yang makin banyak jadi asupan, untuk menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga.

Dari sekian banyak jenis produk makanan olahan yang ditawarkan, makanan beku atau yang kerap disebut frozen food ikut mentas di antara tampilan nasi kotak, hingga sambal dalam kemasan botol. Produk rumahan seperti dimsum, risol, ayam, hingga panekuk durian, jadi beberapa contoh frozen food yang laris dipesan.

Puteri Nurjanah (22), misalnya, menjadi salah satu penyuka makanan beku yang punya alasan untuk menggemarinya. Kemudahan menyajikan dan bisa disimpan untuk kemudian digunakan saat dibutuhkan, menjadi alasan utama Puteri. Selain tentunya soal urusan rasa.

“Praktis banget karena tinggal masukin microwave and.. taraaa ready to serve,” seru dia saat berbincang dengan Validnews, Kamis (14/1).

Sebelum pandemi, ia mengaku, makanan jenis ini biasanya hanya dibeli saat ada acara kumpul keluarga, seperti tahun baru. Kini, setelah aktivitasnya berpusat di rumah, mengudap makanan beku nyaris menjadi ritual harian.

Puteri menjadi konsumen dimsum beku yang dijajakan ayah temannya, yang ia ketahui melalui unggahan di media sosial.

“Buat cemal-cemil nemenin laptopan,” ujarnya.

Kepraktisan juga menjadi alasan yang diungkapkan Emilia (38). Ia mengaku kerap menyetok makanan beku berjenis dimsum, mini pao dan risol.

Ibu tiga anak ini beralasan, pagi hari jadi saat yang paling sibuk. Ia dan suami harus bersiap bekerja, sedangkan tiga anaknya harus segera mengikuti sekolah jarak jauh.

“Kalau ada simpanan frozen food, sudah ada tenang, udah ada alternatif sarapan. Soalnya sejak pandemi sudah enggak ada pembantu lagi,” akunya kepada Validnews, Kamis (14/1).

Ia juga beralasan, makanan beku, juga bisa dinikmati kapan saja. Beda dengan kalau membeli makanan siap saji, yang harus segera disantap saat itu agar kualitas tak berkurang.

Kadang, Emi, begitu ia kerap disapa, membeli dari teman yang menawarkan produk tersebut. Namun, tak jarang ia mencoba iklan yang berseliweran di media sosial. Dalam sepekan, setidaknya ia sekali memesan makanan beku, dalam jumlah yang bisa dinikmati beberapa kali.

“Kalau dimsum, sudah ada langganan. Jadi sekali pesan buat 3 atau empat kali makan. Biar irit ongkir juga. Tapi kalo pao atau yang lain main, sekadar coba-coba,” imbuhnya.

Tingginya minat mengkonsumsi makanan beku inilah yang ditangkap Didi Erwanto (50), penjual dimsum yang menjadi langganan Puteri. Semula, Didi menjual dimsum siap makan, namun karena pesanan yang datang semakin membludak ditambah permintaan yang datang dari lokasi cukup jauh, maka dimsum pun dibekukan.

Inovasi bisnis mengubah cara penjualan dari makanan siap saji menjadi makanan beku, ditempuh Didi agar stok produknya terjamin. Ia juga tak kerepotan sewaktu pesanan banyak datang secara bersamaan.

“Awalnya, sehari bisa terjual satu atau dua kotak, lama-lama pesanan sehari bisa 10 kotak yang masing-masing 100 potong dimsum. Jadi supaya tersedia terus, ya dibekukan,” ungkap Didi kepada Validnews, Kamis (14/1).

Ia mengaku tidak ada proses istimewa dalam perubahan sajian dimsum yang dijual. Dimsum siap makan maupun yang dibekukan, sama-sama dibungkus dalam kotak mika yang ditutup rapat. Hanya saja, dimsum beku segera ia masukkan ke kotak pendingin setelah produk tersebut mencapai suhu ruang, sesudah dimasak.

Meraup Cuan
Bisnis dimsum pun, diakuinya, mampu membantu perekonomian keluarga Didi untuk bertahan di masa pandemi. Pasalnya, ayah satu anak ini terpaksa kehilangan mata pencahariannya karena pandemi membuat bisnis kantin yang ia punya di suatu sekolah, tutup hingga waktu yang belum ditentukan.

“Umpamanya, saya modal produksi Rp200.000 terus saya jual sekitar Rp350.00 gitu lah. Alhamdulillah uangnya sudah muter terus sekarang. Modal jelas sudah kembali, karena dulu Saya produksi sesuai pesanan saja,” jelas Didi.

Usaha kudapan asal China ini juga diarunginya bukan tanpa halang rintang. Didi mengaku pernah rugi Rp350.000 karena produk yang ia titipkan pada suatu layanan logistik, tidak sampai di tujuan. Demi menjaga kepercayaan pelanggan, dimsum pun diproduksi lagi sejumlah pesanan awal, dan dikirim lagi ke alamat dimaksud, menggunakan jasa pengiriman yang berbeda.

“Ongkos kirimnya memang menjadi lebih mahal kala pengiriman kedua kali. Karena akhirnya pilih layanan ojek online dengan ongkos hampir Rp80.000,” keluhnya.

Pengusaha makanan skala kecil seperti Didi juga kerap menghadapi dilema, kala harga bahan baku produksinya naik. Hal ini kerap terjadi pada setiap hari raya keagamaan dan pergantian tahun.

Tak jarang, mereka juga harus rela kehilangan sedikit keuntungan karena harus mempertahankan harga jual yang normal, meski harga bahan baku sedang tidak normal.

Untungnya, cara promosi di era teknologi seperti sekarang, tak banyak mengeluarkan biaya. Untuk menjual dimsumnya, Didi mengaku hanya perlu menawarkan ke kolega melalui whatsapp, dan membuka satu akun Instagram bernama Endity_Food&Beverage.

“Alhamdulillah tambahan pesanan datang karena promosi dari mulut ke mulut. Sampai akhirnya banyak juga yang daftar jadi reseller. Jadi mereka yang jualin, kami yang produksi. Jadi enggak pernah putuskan, ada saja terus,” ungkap Didi.

Peluang usaha makanan beku juga dijajal oleh Rahadi Oktadinata. Berbeda dengan Didi, pria berusia 33 tahun ini mengaku, berjualan makanan beku untuk mencari pemasukan tambahan. Risoles dan tahu bakso menjadi produk frozen food andalannya.

Di samping dua jenis makanan itu, Rahadi juga menjual bolu dan makanan beku olahan daging seperti sosis, bakso, dan nugget. Namun khusus daging olahan, ia hanya berperan sebagai penjual atau reseller dari merek frozen food yang sudah banyak beredar di pasaran.

Pria yang berprofesi sebagai tenaga honorer ini pun mengaku bisa mengantongi uang sekitar Rp600.000 per bulan, dari modal awal sekitar Rp300.000. Dari omzet tersebut, Rahadi mengaku mampu menabung sekitar Rp300.000 per bulan secara konsisten.

“Jadi uang dagang ditabungkan semua. Harian pakai dari gaji saja, saya masih honorer juga,” tuturnya.

Untuk urusan pengemasan, makanan beku yang Rahadi produksi sendiri, dibungkus pada plastik tebal yang ditutup menggunakan bantuan api dari lilin yang melelehkan plastik dan merekatkan masing- masing ujung plastik.

“Seperti tempat kerupuk selamatan begitu lah,” serunya.

Ia menjelaskan, risol dan tahu jualan Rahadi yang dipatok seharga Rp10.00 per bungkus ini, diakuinya hanya bisa bertahan sampai satu minggu. Batas tanggal kedaluwarsa ini, dihitung berdasarkan pengalamannya sendiri.

Populer Karena Praktis
Popularitas makanan beku di tengah masa pandemi, turut dibuktikan oleh data milik Paxel, sebuah perusahaan logistik yang mempunyai layanan pengiriman satu hari atau sameday. Paxel mencatat, 70% pesanan jasa mereka merupakan pengiriman makanan beku, disusul sayur atau buah-buahan, pakaian, baru kemudian kategori dokumen.

Co-Founder Paxel, Zaldy Ilham Masita menyebutkan, rata-rata pengiriman paket per bulan selama pandemi, meningkat sekitar 200% selama kuartal I 2020 bila dibandingkan rerata volume pengiriman per bulan pada 2019.

“Kalau dilihat dari data selama dari bulan Maret sampai Mei, kenaikan volume sampai 300% dan sebanyak 70% adalah makanan, termasuk frozen food,” aku Zaldy kepada Validnews.

Sebelum membanjiri pesanan jasa pengiriman, popularitas makanan beku sudah diprediksi BPS, yang datanya dikutip Buletin Konsumsi Pangan dari Kementerian Pertanian tahun 2019. Publikasi tersebut menunjukkan, konsumsi daging sapi yang juga meliputi daging olahan dan diawetkan dengan cara pembekuan, diprediksi meningkat pada 2020 dan 2021. 

Proyeksi ini digambarkan dari total volume konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia, yang menyentuh angka 2,7 kg per kapita per tahun pada 2020 dan 2,85 kg per kapita per tahun pada 2021. Selama dua tahun tersebut, konsumsi ini diperhitungkan, naik 5,64% dan 5,64% secara tahunan (yoy).

Sedikit berkaca pada periode sebelumnya, konsumsi daging sapi yang mencakup segala jenis produk, sudah meningkat sejak 2017. Pada tahun tersebut, konsumsi terhitung lompat 33% dibandingkan 2016.

Peningkatan ini disebabkan hadirnya data produk daging sapi berupa dendeng, abon, dan daging kalengan, juga daging olahan beku seperti sosis, nugget, dan daging asap.

Di sisi lain, publikasi BPS berjudul “Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia (2019)” menuliskan, rerata pengeluaran masyarakat Indonesia untuk makanan dan minuman atau mamin jadi menunjukkan angka Rp212.933 per orang per bulan.

Data konsumsi mamin jadi atau siap konsumsi yang dipublikasikan pada Juni 2020 itu, mencerminkan, pengeluaran masyarakat untuk produk tersebut sampai 250% lebih tinggi dari pengeluaran untuk konsumsi beras per orang per tahun pada 2019.  

Menanggapi hal ini, Pengamat Bisnis Peka Consult Kafi Kurnia mengakui naiknya popularitas makanan beku di masa pandemi. Kepada Validnews, ia menuturkan bahwa makanan beku mendapat peluang pasar karena produk ini praktis dan cukup dicari oleh masyarakat, saat mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah karena PSBB.

“Frozen food identik dengan makanan instan, biasanya sudah matang dan tinggal dipanasin jadi disukai konsumen. Saat pandemi, orang tidak bisa travelling sehingga pilih menikmati makanan dari kota tertentu dengan pesan versi bekunya,” ujar Kafi melalui sambungan telepon, Kamis (14/1).

Sementara sebuah penelitian dari IPB menyebukan, tren mengonsumsi makanan beku di masyarakat Indonesia mencapai 30%. Terdiri dari kategori meal, antara lain chicken nugget, smoked beef, dan sosis. Kemudian kategori snack, antara lain mantau, dimsum, dan lumpia. 

Terkini, sebuah survei yang dilakukan oleh Mondelez di Indonesia dan 11 negara lainnya pada Oktober 2020 menunjukkan, 60% orang Indonesia lebih banyak ngemil selama pandemi dibandingkan sebelumnya.

Dilansir dari Antara, berdasarkan survei bertajuk “The State of Snacking 2020”, masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi tiga kali makanan ringan per hari. Melebihi jumlah rata-rata global. Tak hanya itu, ngemil juga dianggap menjadi hal yang sangat penting selama pandemi, angkanya menjadi 64%.

Perhatikan Kualitas
Meski usaha dan produk makanan beku semakin menjamur karena peluangnya terbuka pada masa pandemi ini, Kafi mengingatkan kepada para pengusaha untuk memperhatikan kesegaran produk. Sekalipun panganan yang ditawarkan masuk kategori frozen food.

Ia mengatakan, makanan beku bukan sekadar makanan yang dibekukan kemudian bisa dijual. Kafi mengingatkan para pengusaha harus memastikan sanitasi lemari pendingin dan tempat produksi terjaga bersih.

Kemudian juga harus mengemas makanan dengan lebih aman. Pasalnya, sekalipun dalam keadaan beku, makanan yang dijual harus tetap enak bila dipanaskan kembali oleh konsumen.

“Kemarin itu, saya mendengar banyak kritikan teman yang beli makanan dari Medan dan Bali. Ketika dipanaskan, makanannya ternyata enggak enak. Jadi frozen food itu bukan hanya makanan yang dibekukan. Perlu riset bagaimana pengolahannya, ketika dimasak lagi masih enak atau tidak, rasanya berubah enggak, itu tuh yang sekarang jadi kekhawatiran,” paparnya.

Hal yang tak kalah penting, kata Kafi adalah masa berlaku makanan beku yang dijual. Menurutnya, setiap produsen makanan beku perlu melakukan riset mendalam terkait ketahanan produknya dalam berbagai kondisi.

Misalnya, bisa dipastikan makanan yang selalu disimpan dalam freezer bisa bertahan dalam waktu tertentu. Lalu, bagaimana bila ditaruh pada chiller. Begitu seterusnya, hingga ada contoh kasus untuk makanan yang ditaruh pada suhu ruang.   

“Sekarang saya lihat, orang bisnis begitu saja, dengan makanan divakum, dimasukan ke plastik, lalu ke freezer. Ini yang kita harus hati-hati, apakah cara itu benar,” tandasnya.

Untuk potensi pasar, Kafi memprediksi bisnis makanan beku akan meredup bila pembatasan mobilitas tidak terjadi lagi atau pandemi mereda setelah vaksin berhasil menekan angka penularan.

“Pasca-pandemi, bila orang sudah bisa traveling, kemungkinan besar pangsa pasar frozen food akan menurun. Cuma kan sekarang ada booth khusus frozen food di supermarket, jadi sekarang sih masih oke ya, tapi enggak tahu nantinya,” ucap Kafi.

Penurunan penjualan akibat ramainya aktivitas di luar rumah juga diakui Didi. Ia mengaku penjualannya sudah tidak sebanyak masa awal pandemi karena banyak masyarakat sudah berani beraktivitas keluar rumah sehingga mampu jajan di tempat umum seperti sebelumnya.

“Sejak akhir 2020, pesanan dimsum beku sudah mulai menurun. Sebab, orang sudah tidak takut untuk keluar rumah, jadi banyak yang bisa pergi sendiri keluar untuk jajan. Tapi penjualan dalam jumlah besar masih ada sih, seperti untuk pernikahan, arisan, acara keluarga,” tandas Didi.

Puteri sendiri, sebagai pelanggan dimsum Didi, mengaku, masih berminat membeli dimsum beku sebagai variasi cemilan di rumah, karena praktis dan bisa disimpan sebagai persediaan. Namun ia berharap, ke depannya, produksi makanan beku mendapat perhatian lebih, terutama terkait masa berlaku, agar kualitas makanan tetap terjaga.

“Kemudian, kalau bisa ditingkatin fasilitas belanja daringnya terkait barang ready stock. Terakhir, semoga bisa lebih banyak makanan frozen yang sehat-sehat, supaya saya jadi bisa lebih sering beli frozen food yang praktis,” pungkasnya. (Zsazya Senorita, Yoseph Krishna, Rheza Alfian)

  • Share:

Baca Juga

Nasional

Vaksinasi Atlet Untuk Proteksi Dan Kepercayaan Diri

  • 26 Februari 2021 , 16:00
Kultura

Lakukan 7 Hal Ini Untuk Pagi Yang Berenergi

  • 26 Februari 2021 , 11:30
Kultura

Memilih Pomade Yang Cocok Untuk Jenis Rambut

  • 23 Februari 2021 , 20:17

Tulis Komentar

Lupa Password?

ATAU

MASUK DENGAN

Facebook
Google+
Belum memiliki Akun? Daftar Sekarang

Belum ada komentar.

Vista

Penggugah Seni Tradisi Dari Kolong Rumah


  • Terbaru

Abai Terbuai Euforia Vaksin
27 Februari 2021 , 18:00

Vaksin bukanlah ramuan kebal yang paripurna memproteksi tubuh dari paparan virus corona. Protokol kesehatan tetap harus diterapkan meski sudah divaksin

3 Tips Sederhana Kelola Sampah Di Rumah
27 Februari 2021 , 17:48

Jika tidak punya kebun, berikan pupuk kompos dari sampah organik Anda ke tetangga atau menjualnya

KPK Sudah Sering Diminta Usut Indikasi Korupsi Di Sulsel
27 Februari 2021 , 17:35

Hari ini, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dicokok KPK

Abai Terbuai Euforia Vaksin
27 Februari 2021 , 18:00

Vaksin bukanlah ramuan kebal yang paripurna memproteksi tubuh dari paparan virus corona. Protokol kesehatan tetap harus diterapkan meski sudah divaksin

Moncer Akibat Tren ‘Gandrung’ Interior
26 Februari 2021 , 21:00

Dari tumpukan limbah furnitur, Woodsluck memulai geliat usaha

Mendamba Panggung Di Depan Mata
25 Februari 2021 , 21:00

Memindahkan pertunjukan seni offline ke online tak mudah, Pelaku dan penonton merasa ada yang hilang

Bertaruh Tumbuh Pada Vaksin
23 Februari 2021 , 20:34

Tak meratanya ketersediaan vaksin bisa menjadi pengganjal pencapaian target pertumbuhan ekonomi

Jalan Sunyi Kusir Dokar
22 Februari 2021 , 21:00

Pembatasan membuat mereka terusir dari wilayah wisata dan pemukiman

Harap Tinggi Dari Subsidi Kian Mini
20 Februari 2021 , 18:00

Isu pendataan selalu menjadi penting dalam penyaluran bantuan

Terlanda Kewarganegaraan Ganda
19 Februari 2021 , 21:00

Sistem pendataan tak mendukung rezim kewarganegaraan Indonesia

  • Fokus
  • Paradigma

Literasi, Jurus Ampuh Menangkal Hoaks
25 Februari 2021 , 11:24

Tingginya intensitas penggunaan internet tidak berjalan beriringan dengan tingginya indeks literasi digital

Perlunya Membangun Gerakan Moral Sadar Pandemi
24 Februari 2021 , 18:30

Manfaat yang diperoleh khalayak luas dari vaksinasi, harusnya menjadi pemikiran moral menepiskan ego menolak vaksin

Tingkat Persepsi Masyarakat Terhadap Vaksinasi Covid-19
18 Februari 2021 , 19:00

Persepsi masyarakat terhadap vaksinasi covid-19 penting guna menurunkan penyebaran penyakit

PSBB Total, MRT Lakukan Penyesuaian Operasional
14 September 2020 , 10:47

Ada pembatasan jumlah penumpang menjadi 62 -67 orang dalam satu kereta

BERSAMA BIJAK TANGGAPI BENCANA

Urgensi Ketegasan Dalam Penanganan Covid-19 di Indonesia
27 Maret 2020 , 20:00

Ada indikasi bahwa pemerintah seolah gamang, dalam mengambil tindakan tegas untuk penanganan Covid-19

MENYESAP BAHAGIA DENGAN BERDERMA

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati
03 Februari 2020 , 18:19

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati

 
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer & Privacy Policy
  • Kontak
© Copyright validnews.co. All rights reserved.