• Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Vista

Log Zhelebour : Pemahat Era Emas Musik Cadas


09 Juni 2020 , 06:36
Log Zhelebour. Ist/dok
Log Zhelebour. Ist/dok

JAKARTA – Beringas, kasar, bikin pekak telinga. Kesan tersebut yang tersemat pada musik rock di benak kebanyakan orang pada akhir dekade 70-an. Sukar dinikmati, dan cenderung dihindari. Masa itu, rock kerap dianggap sebagai pemantik kerusuhan. Biang ingar-bingar yang berujung onar. Aparat keamanan di bawah kendali Orde Baru (Orba) yang mulai menampakkan taring represif, tak akan mudah meloloskan izin pementasannya.

“Izin panggungnya susah sekali sampai berlapis-lapis. Apalagi waktu itu, zaman Orba, segala bentuk konser musik diartikan sebagai kegiatan politik, makin susah lagi,” urai Oen Oen Log, nama asli Log Zhelebour di hadapan para mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya, Jawa Timur, pada Agustus 2015 silam.

Kenyataannya, memang banyak yang berakhir rusuh. Menyisakan deret kerusakan fasilitas publik, serta ceceran kekacauan. Rugi! Itu yang mesti ditelan pengusaha hiburan tanah air kala itu.

Banyak kalangan yang menilai bisnis pentas musik rock tak menjanjikan. Namun Log yang waktu itu baru lulus dari SMA St Louis Surabaya, sama sekali tak ingin surut tekad. Dia justru makin bersikukuh untuk meraih mimpinya menjadi promotor.

“Bisnis yang dihindari orang, yang ditakuti. Enggak ada pesaing, nah, saya berani,” lanjut Log bersemangat, dalam forum itu.

Lalu petualangan sang legenda penyelenggara panggung-panggung cadas sejak 1980 hingga 2004 ini pun dimulai!

Tapak pertama dari pengusaha yang lahir di Surabaya, 16 Maret 1959 ini, ditandai dengan pengibaran bendera perusahaan berjuluk Log Zhelebour. Frasa yang garang, gubahan dari kata selebor. Kurang lebih artinya, berpakaian acak-acakan, senada dengan penampilan busana Log saat itu.

Tujuannya membangun perusahaan sendiri, agar saat terjadi masalah dengan penyelenggaraan konser, dialah yang langsung bertanggung jawab.

Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, Log sudah akrab dengan kemandirian. Dia terbiasa mencari uang sendiri. Bermula dari menjual nasi buatan ibunda untuk teman-temannya. Lalu dia tumbuh dengan beragam kegiatan berdagang. Hingga suatu kali, ketika menjejaki masa muda, Log pun terjun ke musik, dengan menerima tawaran sebagai peramu musik disko alias disc jockey (DJ).

Lambat laun namanya kian dikenal. Bahkan, sewaktu tengah serius kuliah di Universitas Surabaya, tawaran lain pun datang. Dia diminta menjadi DJ di Beach Hotel, Bali. Gandrung mencari fulus, diterimanya kesempatan itu. Tas dikemas, Log lantas merantau, menjajal peruntungan di Pulau Dewata.

Naluri kewirausahaan Log lantas mekar, bersamaan dengan peningkatan pendapatannya. Makin tebal kocek, tambah kuat pula dorongan untuk memulai bisnis pertunjukkan sendiri. Dia mengendus banyak peluang di Bali. Tak berbelit-belit, Log lantas memulainya. Berbekal sedikit simpanan serta pinjaman, beragam lomba ajojing dia buat. Rintisan itu jadi ajang buat Log mengasah kemampuan bisnisnya. Berangsur-angsur, sponsor pun menghampiri.

Rugi di Awal
Saat bandul musik berpihak pada genre pop dan disko, Log justru tertantang untuk mementaskan gelaran jenis musik lain. Hatinya tertambat pada rock. Dia membayangkan, bakal lahir band-band rock yang terampil bermusik, menggetarkan panggung, sekaligus memukau rimbunan penonton.

Kesempatan itu datang. Pada 1980, Log dibujuk pencari bakat Denny Sabri untuk menggelar panggung musik dua band rock di Surabaya. Pertama, kelompok SAS yang dimotori Arthur Kaunang, kemudian Super Kid yang dipimpin Dedy Stanzah.

Keduanya tampil digabung dalam satu panggung di Stadion Tambak Sari, Surabaya. Meski harus melewati proses perizinan yang melelahkan, pagelaran pun disetujui pihak keamanan dan pemerintah setempat. 

Bukan tanpa masalah, di awal penyelenggaraan pentas rock itu Log merugi. Dia harus mengganti 5.000 kursi yang rusak. Penggebuk drum SAS, Jelly Tobing mengalami kecelakaan. Dia tersengat listrik, jatuh dari panggung hingga patah tangan. Mau tak mau, Log mesti merogoh saku dalam-dalam untuk biaya perawatan.

Penonton yang kecewa karena personel SAS tampil tak lengkap, serentak teriak tanda tak puas, “Log selebor... log selebor!”

Apes di Surabaya, tak membuat Log kapok. Dia coba ke kota lain untuk menggelar pementasan serupa. Semarang, dia jajal. Kali ini, God Bless dan The Rollies. Sama seperti pengalaman lalu, izin tak gampang, walau akhirnya berhasil terkantongi.

Namun, di hari penyelenggaraan, Gubernur Jawa Tengah kala itu, Ismail melarang gelaran. Malang tak dapat ditolak, Log harus membayar semua kewajiban tanpa ada pemasukan.

Pelarangan demi pelarangan malah membuat nama Log kian dikenal. Banyak orang yang justru penasaran.

Sepekan setelah gagal di Semarang, panggung sejenis yang dibentang di Bali meraup sukses dan mendatangkan untung. Keberhasilan yang sama juga diraih pementasan minggu berikutnya di Surabaya.

Angin baik tengah menerpa Log. Putaran berikutnya, panggungnya mendatangkan laba. Pelan namun pasti, konser-konser musik-musik cadas besutan Log riuh penonton.

Tawaran sponsor dari beragam produk pun mengalir karena kedahsyatan penyelenggaraan pentas musik garapan Log. Termasuk menarik perhatian band-band cadas yang mulai bermunculan. Mereka ingin unjuk karya di panggung yang dihelat Log.

Tangan dingin Log dianggap manjur mengusung band rock untuk dikenal banyak orang. Nama Log menjadi jaminan bagi produsen barang dan jasa untuk dilirik khalayak, menumpangi pesona musik rock yang terus menjadi tren.

Bisnis pertunjukkan musik Log makin berkembang. Keadaan itu tak serta-merta membuatnya terlena, dengan cepat-cepat menikmati jerih payah. Log terus gesit mencari peluang anyar demi mengembangkan bisnis.

Setiap rupiah yang didapat, dia kumpulkan untuk membeli peralatan panggung. Dia tak ingin terus bergantung pada pihak sponsor saat menyelenggarakan pertunjukkan. Selain itu pula, peralatan tersebut bisa disewakan dengan laba menggiurkan. Tentu saja bakal menjadi sumber pemasukan baru.

Tahun berganti, petualangan semakin jauh. Bisnis rekaman pun dirambah. Tahun 1988, bersama Iwan Sutandi, Log mendirikan perusahaan rekaman berbendera Logiss Record. Kantornya berdiri di bilangan Palmerah, Jakarta Barat.

Debut pertamanya, membawa grup rock yang sudah cukup tua, God Bless ke dapur rekaman pada album Semut Hitam. Awalnya, Log dicerca untuk menggarap album band itu. Lantaran, dinilai God Bless tergolong band ‘tua’.

Log enggan menggubris. Album band itu tetap dia rilis. Meledak! Terjual lebih dari 300 ribu kaset. Angka yang luar biasa di era itu.

Karena kesuksesan rekaman itu, dan ketenaran nama Log sebagai promotor musik, banyak band berupaya mengirimkan lagu untuk dikasetkan Logiss Record.

Seleksi ketat digelar. Tidak sembarangan band bisa diterima. Grup musik yang mengikuti pernah mengikuti festival musik lah yang diberi kesempatan untuk didengar. Menjadi produser rekaman, ibarat bermain judi. Log tidak ingin ceroboh mengorbitkan.

Menjaga Konsistensi
Festival menjadi pilihan langkah Log berikutnya. Alasannya sederhana. Dia ingin regenerasi band rock terus terjaga. Karena itu, digagasnya acara pencarian band dengan konsep adu bakat. Kemasan ini juga sekaligus menghibur penikmat musik rock. Kemudian, lahirlah, ‘Djarum Super Rock Festival’ dari sentuhan Log. Dari namanya saja, sudah bisa diukur, bahwa gelaran itu tak main-main. Sponsornya, perusahaan rokok besar dalam negeri! Festival perdana diselenggarakan pada 1984.

Beberapa band ternama lahir dari ajang ini. Sebut saja, Elpamas asal Malang. Lalu, Grassrock pada 1986, dan Power Metal yang muncul sebagai juara pada gelaran tahun 1989.

Sepak terjang Log tambah meroket saat menemukan Boomerang dan Jamrud. Pada 1994, Boomerang dengan nama awal Lost Angels mendapat kesempatan rekaman oleh Logiss Record di Surabaya.

Kepercayaan Log kepada Boomerang membuat grup itu sukses merilis delapan album sejak 1994 hingga 2000. Bahkan, pada 1999, mereka keluarkan dua album sekaligus "Hard 'n Heavy" dan "Best Ballads" untuk merayakan kiprah lima tahun bermusik.

Demikian pula dengan Jamrud. Band rock asal Bandung ini, juga menjadi anak emas Log. Semula bernama Jamrock yang kerap membawakan lagu band lain di atas pentas. Setelah mengubah nama, mereka mendapat kesempatan rekaman pada 1995.

Album pertama, Nekad, beredar tahun 1995. Lalu berikutnya, Putri, dibesut 1997. Keduanya tak mendapat sambutan pasar yang meriah. Ledakan itu baru terjadi pada tahun 1998, saat Jamrud melempar album Terima Kasih. Mereka lantas melesat tinggi dalam popularitas. Apalagi setelah Log mengemas empat lagu di dalamnya menjadi video klip, yakni "Terima Kasih", "Dokter Suster", "Berakit-rakit", dan "Otak Kotor".

Tahun 2000 menjadi era emas bagi Log bersama Boomerang juga Jamrud, sejalan kelahiran dua album fenomenal "Xtravaganza" dan "Ningrat". Log begitu semangat mempromosikan, hingga mereka meraih kesuksesan karier.

Komposisi kreativitas band, kekompakan, manajemen yang baik dan dukungan komersial dari label rekaman merupakan ramuan jitu Log untuk membuat bisnisnya bersinar, sekaligus melambungkan musik rock Tanah Air.

Bertarung
Ujian itu datang tatkala Boomerang hengkang. Pada 2003, Boomerang pindah ke perusahaan rekaman Sony Music Indonesia kemudian merilis "Terapi Visi".

Tinggal Jamrud yang diasuh Log. Itupun saat kondisi Jamrud memasuki periode menurun setelah album All Access In Love (2006), juga harus melepas vokalis Krisyanto. Meski, pada 2011 kembali bergabung.

Log gencar berupaya memoles album-album Jamrud berikutnya. Paling tidak, ada lima album dihasilkan Jamrud melalui Logiss Record periode 2011–2016. Meski semuanya tidak pernah mengulang kesuksesan album Ningrat.

Momen romantis Log Zhelebour bersama Jamrud selama 22 tahun akhirnya berakhir pada Maret 2017. Jamrud telah memiliki tim manajemen sendiri, sedangkan Log tetap menjalankan bisnis promotornya.

Meski dihantam badai, Log tak berhenti berkarya. Sebutan "Dewa Rock" layak disematkan, karena dia tetap menjalankan bisnis musik cadas dengan tangguh.

Sejak terlibat pada delapan edisi Djarum Super Rock Festival hingga 2004, dia kembali menukangi festival rock bersama Gudang Garam Rock Competition pada 2007 untuk melahirkan beberapa band rock baru.

Untuk menunjang publikasi, Log merilis tabloid Rock. Meski tidak sesukses industri rekamannya, Namun Log telah mencoba utuh menunjukkan cinta pada rock.

Sebagai promotor, ia juga pernah mendatangkan band asal mancanegara seperti, Sepultura (1992), Mr BIG (1996), White Lion (2003), Helloween (2004), Skid Row (2008), dan DragonForce (2015).

Berpetualang di bisnis music rock, membuat mental Log benar-benar terasah. Tak segan pula dia mendikte pasar agar musik rock melaju ke arah yang lebih baik.

Dia tekun mengarahkan musisi rock agar percaya diri untuk membawakan lagu-lagu karya sendiri. Strata penggemar musik rock pun diangkat. Dari kumpulan orang yang kerap dicap perusuh, menjadi penikmat musik yang turut menentukan tumbuh kembang rock Indonesia.

Hingga kini, Log masih berkarya. Dia berdiri di belakang panggung-panggung akbar. Tetap bertangan dingin membesut gelaran musik.

Seperti perhelatan Anugerah Bhakti Musik Indonesia 2020 yang diselenggarakan Maret 2020. Nama Log memang tak masuk sebagai penerima penghargaan. Tapi, band God Bless menerima penghargaan sebagai band legendaris. Dan Log adalah orang yang telah memahat kegemilangan band dari era emas musik rock Indonesia itu. (Leo Wisnu Susapto/berbagai sumber)

  • Share:

Baca Juga

Nasional

Luhut Imbau Pemimpin Tak Buat Keramaian

  • 12 Desember 2020 , 17:11
Megapolitan

Efek Long Weekend ke Penularan Covid-19 Mulai Terasa

  • 16 November 2020 , 15:30
Ekonomi

Progres Pengembangan Bandara Sam Ratulangi Capai 62,7%

  • 14 November 2020 , 11:40

Tulis Komentar

Lupa Password?

ATAU

MASUK DENGAN

Facebook
Google+
Belum memiliki Akun? Daftar Sekarang

Belum ada komentar.

Vista

Beton Pertahanan Kesebelasan Indonesia


  • Terbaru

Investigasi Efektivitas dan Efisiensi Produksi Pupuk Perlu Dilakukan
18 Januari 2021 , 21:00

Subsidi yang dijalankan tanpa kejelasan data malah akan menyuburkan praktik rente di lapangan

Buah-buahan Yang Bantu Atasi Sembelit
18 Januari 2021 , 21:00

Tetap jaga pola makan sehat dan berserat serta perbanyak minum airĀ 

Bertabur Teman Baru Di Tengah Pandemi
18 Januari 2021 , 21:00

Pembatasan selama pandemi ini rentan memunculkan perasaan keterisolasian

Bertabur Teman Baru Di Tengah Pandemi
18 Januari 2021 , 21:00

Pembatasan selama pandemi ini rentan memunculkan perasaan keterisolasian

Mencari Pengganti Kedelai
16 Januari 2021 , 18:00

Protein nabati pada kedelai paling lengkap. Rasanya membuat sulit tergantikan

Makanan Beku Untuk Kondisi Tak Menentu
15 Januari 2021 , 21:00

Sekitar 60% orang Indonesia lebih banyak ngemil selama pandemi dibandingkan sebelumnya

Upaya Semesta Meredam Kekerdilan
14 Januari 2021 , 21:00

Ibu hamil yang kemungkinan melahirkan anak stunting harus mendapatkan pengawasan ketat

Mendamba Tempe Selalu Di Meja
12 Januari 2021 , 21:00

Kisruh naiknya harga kedelai berulang terjadi. Selama enam tahun terakhir ini kenaikannya pesat

Simalakama Wasit Sepak Bola
11 Januari 2021 , 17:56

Untuk dapat pemasukan, kerja serabutan diandalkan. Perhatian stakeholder utama tak terasa

Dilema Bansos Tunai
09 Januari 2021 , 18:00

Selain tak tepat sasaran, budaya konsumtif penerima juga menjadi masalah

  • Fokus
  • Paradigma

Menelisik Tren Mobil Listrik
18 Januari 2021 , 13:00

Mobil listrik mulai dilirik. Namun baru sebagian kelompok yang mampu menjamahnya. Selain faktor harga, ketersediaan fasilitas pendukung teknologi ini juga jadi pertimbangan calon konsumennya.

Krisis Repetitif Kedelai
15 Januari 2021 , 16:00

Tingkat konsumsi kedelai masyarakat Indonesia mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 7,97 kg/kapita/tahun

GAYA HIDUP

Panen Protein Dari Ikan Sendiri
14 Januari 2021 , 13:05

Harga tahu dan tempe tak lagi murah sejak kedelai melangka. Ikan sebagai sumber panganan dengan kandungan protein tinggi jadi alternatif strategis.

PSBB Total, MRT Lakukan Penyesuaian Operasional
14 September 2020 , 10:47

Ada pembatasan jumlah penumpang menjadi 62 -67 orang dalam satu kereta

BERSAMA BIJAK TANGGAPI BENCANA

Urgensi Ketegasan Dalam Penanganan Covid-19 di Indonesia
27 Maret 2020 , 20:00

Ada indikasi bahwa pemerintah seolah gamang, dalam mengambil tindakan tegas untuk penanganan Covid-19

MENYESAP BAHAGIA DENGAN BERDERMA

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati
03 Februari 2020 , 18:19

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati

 
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer & Privacy Policy
  • Kontak
© Copyright validnews.co. All rights reserved.