- Megapolitan
Langgam Bermedia Sosial DKI Dengan Warga
09 Agustus 2019 , 18:21

JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menyosialisasikan aturan baru terkait perluasan sistem ganjil-genap di ibu kota. Banyak cara yang dilakukan oleh Pemerintah DKI untuk menyebarluaskan informasi tersebut. Salah satunya, dengan memanfaatkan media sosial.
Diketahui sejak 7 Agustus 2019, sekitar pukul 14.23 WIB, Pemprov DKI Jakarta melalui akun media sosial twitter @DKIJakarta menyebarkan informasi terkait perluasan 16 titik ganjil-genap ini.
Tak lama, setelah informasi ini diunggah di dunia maya, banyak warganet yang mengomentari. Informasi yang diunggah melalui media sosial twitter ini sudah diretweet sebanyak 424 kali.
Ada tanggapan positif terkait kebijakan ini, ada pula tanggapan negatif. Salah satu komentar positif dilontarkan akun @nigeljordan69. Akun ini mendoakan supaya kebijakan ini bisa berjalan dengan lancar.
Selain itu, ada juga akun @SlametW20608916 yang mendukung kebijakan ini. Slamet dalam unggahan itu, meminta masyarakat agar tidak melakukan aksi protes. Sebab, kebijakan ini sudah melalui kajian dari Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI dan telah memenuhi untuk keberpihakan rakyat kecil.
Sementara, komentar negatif muncul dari akun twitter @Totok0912. “Gara-gara DKI kota paling polutan udaranya, maka mohon maaf bagi warga DKI 42% yang ikut menanggung beban karena Anies Baswedan hanya akan ambil kebijakan instan dan mudah, sdh jd kebiasaan dia, sungai bau ditutup jaring sbg contoh paling afdol,” cuit Totok dalam twitternya.
Ternyata, informasi mengenai kebijakan pemerintah ini juga diunggah pada akun resmi Instagram @dkijakarta. Admin akun Instagram milik Pemprov DKI menggunggah informasi mengenai kebijakan ini sekitar pukul 16.55 WIB.
Saat berita ini dikirim ke meja redaksi, unggahan informasi ini mendapat 383 komentar. Tanggapan itu berasal dari warga yang mendukung maupun yang menentang regulasi ganjil genap. Bahkan, mempertanyakan kesiapan transportasi umum sebagai alternatif masyarakat menjalani aktivitasnya.
Dari pengamatan yang dilakukan Validnews, tak satu pun tanggapan yang diberikan masyarakat di kedua akun media sosial itu tak mendapatkan respons dari Pemerintah DKI Jakarta sebagai pemilik akun. Termasuk saat warga net berdebat terkait kebijakan ini.
Tito Siswanto dalam bukunya Optimalisasi Sosial Media sebagai Media Pemasaran Usaha Kecil Menengah menjelaskan, media sosial sejatinya memang sebagai media sosialisasi dan interaksi.
Media sosial juga berfungsi menarik orang lain untuk melihat dan mengunjungi tautan yang berisi informasi mengenai produk dan lain-lain. Wajar bila keberadaannya dijadikan sebagai media untuk menyabarkan informasi.
Artinya, media sosial memiliki peran penting untuk menyebarluaskan informasi yang akan diunggah oleh si pemilik akun. Buktinya, dalam hitungan menit informasi yang diunggah melalui media sosial mendapatkan informasi yang beragam dari warganet.
Interaksi
Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi DKI Jakarta mengakui pentingnya peranan media sosial. Kepala Seksi Sumber Daya Komunikasi Publik dan Akses Informasi (SDKPAI) Diskominfotik DKI, Ika Meilani Untari menyebut, media sosial menjadi salah satu saluran untuk menyebarkan informasi terkait program yang tengah di jalankan pemerintah DKI.
Setidaknya, jelas Ika, lebih dari 10 tahun Pemprov DKI Jakarta menggunakan media sosial untuk menyebarluaskan informasi. Awalnya, sekitar 2008, Pemprov DKI mulai menggunakan media sosial Facebook. Kemudian, diikuti media sosial lainnya, seperti Twitter, Instagram, dan YouTube di tahun-tahun berikutnya.
“Ada juga akun media sosial yang dikelola dinas ini sebagai perpanjangan tangan informasi dari pemprov,” kata Ika, saat ditemui Validnews, di Balai Kota, Rabu (7/8).
Melalui media sosial itu, jelas Ika, pemerintah dapat melakukan komunikasi dua arah dengan warga net. Dari interaksi yang dilakukan, banyak masyarakat yang memberikan saran program untuk dijalankan oleh pemerintahan Anies Baswedan. Ada pula, masyarakat mengadukan berbagai keluhan fasilitas umum.
Bedanya, kata Ika, bila ada pengaduan, sebagai admin, Diskominfotik akan meneruskan aduan tersebut ke 12 kanal aplikasi pengaduan yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Jakarta Smart City. Tujuannya, agar aduan itu bisa diteruskan kepada dinas terkait dengan cepat.
“Kami punya admin di media sosial tersebut yang aktif merespons komentar teman-teman netizen,” jelas Ika.
Diakui dia, pihaknya tak membutuhkan waktu lama untuk merespons tanggapan. Bila dirata-rata, tim media sosial membutuhkan waktu sekitar 40 menit hingga 1 jam untuk merespons.
“Itu hanya respons. Kalau menjawab, Diskominfotik harus meneruskan informasi itu kepada dinas-dinas terkait karena lebih paham. Kalau kasusnya seperti ini tentu saja butuh waktu lama untuk menjawab,” lanjutnya.
Memang, Ika mengakui, interaksi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dengan masyarakat tak selalu mulus. Banyak pula masyarakat yang memberikan kritik pedas pada informasi yang diunggah Diskominfotik di akun resmi milik Pemprov DKI.
Namun, untuk menanggapi komentar pedas tersebut, Diskominfotik telah memberikan Bimbingan Teknis (Bimtek) penggunaan media sosial kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) agar merespons seluruh komentar dengan baik. Alasannya, kritikan dari warga net itu adalah bentuk kepedulian masyarakat terkait kebijakan ataupun program yang dijalankan Pemprov DKI Jakarta. Setidaknya, dalam komentar pedas itu, para admin mengucapkan terima kasih kepada warga net yang memperhatikan tiap unggahan dari Pemprov DKI Jakarta.
Tantangan yang dihadapi pihaknya dalam mengelola media sosial Pemprov DKI Jakarta bukan itu saja. Ada pula, masyarakat ibu kota menulis dalam kolom komentar terkait aduan fasilitas umum yang tak dapat digunakan lagi.
“Tapi, perlu diingatkan kalau ada sistematika sendiri (untuk) memberikan masukan harus ke aplikasi Qlue agar direspons cepat,” papar Ika.
Sesungguhya, tujuan penggunaan media sosial ini, menurut Ika, untuk menujukkan ke masyarakat bahwa Pemerintah DKI berada dalam tahapan partisipatif. Artinya, untuk menjalankan roda pemerintahan dengan kemajuan teknologi, pemerintah tak dapat berjalan sendirian.
“Sudah tidak zaman lagi one way. Kita harus berkolaborasi. Makanya, butuh evaluasi dan feedback dari masyarakat. Salah satunya media sosial ini,” lanjut Ika.
Kendati demikian, Ika menjelaskan, masyarakat juga bisa memberikan masukan secara langsung kepada pemerintah melalui lurah atau camat wilayah masing-masing. Pasalnya, dalam program Pemprov DKI, para lurah dan camat diwajibkan untuk menampung aspirasi masyarakat tiap Sabtu.
“Di hari Sabtu, masyarakat mau cerita panjang lebar dengan camat atau lurah disitu akan ditemani. Kemudian akan dilaporkan,” tambah Ika.
Dalam media sosial ini, Ika dan timnya tak hanya menggunggah hasil kerja. Diskominfotik juga mengunggah program Pemerintah DKI Jakarta yang akan dilaksanakan. Misalnya, sebelum Dinas Perhubungan mau menerapkan ganjil genap, ditampilkan soal penanganan polusi dan lain-lain.
Fungsi Kontrol
Apresiasi datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Anggota Dewan, Pantas Nainggolan mengakui, Pemerintah DKI sangat terbuka dengan informasi melalui media sosial yang telah dikelola.
Ia berpendapat, penggunaan media sosial bisa memberikan dampak positif dalam menjalankan roda pemerintahan. Salah satunya, berdampak pada pengurangan pola korupsi di jajaran Pemerintah DKI Jakarta. Media sosial juga bisa mengurangi pungutan liar di masyarakat. Dari media ini, masyarakat bisa memeroleh informasi terkait mekanisme atau sistem kerja pemerintahan hingga pengeluaran biaya administrasinya.
“Kemudian, dengan adanya media sosial, masyarakat bisa mengetahui perencanaan yang sedang dibuat oleh pemerintah,” ungkap Pantas kepada Validnews, Rabu (7/8).
Manalagi, perkembangan media sosial merupakan salah satu bukti kemajuan teknologi sudah tak terbendung. Pantas berpendapat, kemajuan teknologi harus dimanfaatkan oleh Pemrpov DKI Jakarta secara maksimal.
Dalam menggunakan media sosial, Dewan berharap, Pemprov DKI Jakarta pun dapat membantu pemerintah pusat untuk memerangi kabar bohong atau hoaks. Sebab, informasi bohong ini kerap timbul dan merugikan masyarakat.
Anggota DPRD DKI Jakarta lainnya, Bestari Barus menilai, media sosial merupakan salah satu cara untuk berinteraksi dengan masyarkat. Bestari berharap, Pemerintah DKI bisa berinteraksi secara terus menerus kepada masyarakat di media sosial. “Sesekali Gubernur DKI juga boleh merespons komentar masyarakat secara langsung. Sehingga yang tercipta adalah komunikasi dua arah,” kata Bestari.
Meski demikian, Bestari meminta Pemerintah DKI menegaskan fungsi media sosialnya. Apakah media sosial itu hanya untuk menyebarkan informasi atau sebagai komunikasi interaktif. Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI ini berharap, pemprov mau berinteraksi.
Harapan senada diungkap anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala. Idealnya, media sosial dinilai bisa digunakan pemerintah setempat untuk berkomunikasi dengan warganya. “Kemudian, Dibutuhkan dasar hukum agar media sosial bisa dijadikan alat untuk menerapkan suatu kebijakan,” terang Adrianus kepada Validnews, Selasa (6/8).
Dia mencontohkan, pemerintah menyerukan ajakan membuat acara dalam merayakan HUT RI. Nah, pada ajakan ini, menurut Adrianus, memerlukan peraturan presiden (perpres) sebagai dasar hukumnya. Tujuannya, agar ajakan tersebut bisa diserukan tanpa berhadapan dengan hukum.
Menurut Andrian, tanpa payung hukum yang jelas, bisa memberikan dampak buruk kepada pemerintah saat mengoptimalkan penggunaan media sosial.
“Kemudian, saat admin media sosial melakukan gurauan, jangan sampai nantinya malah menyalahi kewenangan. Kecuali media sosial dibuat sebagai candaan dalam menyosialisasi kegiatan yang ada, Adrianus menilai itu menjadi langkah yang baik,” imbuh Adianus.
Kesempatan Bagi Masyarakat
Apa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta ditanggapi pengamat media sosial Ismail Fahmi. Ia menuturkan, Pemprov DKI Jakarta mulai mengoptimalkan penggunaan media sosial untuk berinteraksi dengan masyarakat. Faktanya, hampir seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta diunggah di berbagai media sosial.
“Berangsur-angsur media sosial digunakan untuk menyebarkan informasi pemerintah,” kata Ismail, kepada Validnews, Kamis (8/8).
Dari pengamatan yang dilakukan Ismail, tim media sosial Pemprov DKI Jakarta tak menunjukkan arogansinya di media sosial. Malahan, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengkritik setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan Anies.
“Warganet bebas mengkritik kebijakan Pak Anies dibiarkan. Kemudian, selang beberapa hari baru diklarifikasi. Artinya, tidak ada intervensi bagi masyarakat yang melayangkan kritiknya,” jelas Ismail.
Hal ini, lanjut Ismail, berbeda dengan Pemerintahan DKI di bawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama. Menurutnya, pada masa kepemimpinan Ahok sapaan akrab Basuki, tim media sosialnya selalu merespons kritikan dengan mengkritik kembali warga net.
“Jadi sewaktu Ahok, tim medsosnya pasti meng-counter kritikan dengan cara yang berbeda dengan sekarang. Jadi, sedikit ada perubahannya. Di masa Anies, tim media sosialnya lebih lembut,” tandas Ismail. (James Manullang, George William Piri)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN