- Ekonomi
Komoditas Rempah Sasar Peluang Pasar Ekspor Baru
19 Maret 2019 , 17:56

JAKARTA – Pernah berjaya sebagai komoditas utama nusantara, rempah kini masih menjadi peluang Indonesia untuk menyasar pasar ekspor baru guna mendukung perekonomian. Untuk itu, jalur rempah yang pernah ramai dilintasi pedagang masa lalu bakal dihidupkan kembali.
"Jalur rempah ini selaras dengan keinginan Bapak Presiden yaitu ingin mencari pasar non-mainstream, salah satu yang diharapkan adalah Afrika," kata Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Bidang Sosio-Antropologi, Tukul Rameyo Adi di acara International Forum on Spice Route (IFSR) Jakarta, Selasa (19/3), dilansir dari Antara.
Menurut Tukul, Afrika ke depan akan dijadikan aliansi perdagangan rempah seperti halnya yang terjadi di masa lampau.
"Jadi jalur rempah bisa menjadi besar lagi dan dijadikan sebagai platform aliansi ekonomi seperti yang dilakukan Tiongkok melalui jalur sutera," tuturnya.
Tukul menuturkan aliansi perdagangan rempah dengan Afrika telah diinisiasi dalam Indonesia-Afrika Forum yang digelar 2018 lalu. Dalam forum ekonomi itu, diusulkan agar jalur rempah yang telah mengakrabkan Indonesia dan Afrika bisa kembali diangkat dalam koridor ekonomi.
Diharapkan aliansi perdagangan dengan Afrika dapat membuat komoditas rempah tidak hanya sekadar untuk kepentingan jual beli tetapi bisa mendorong inovasi dan membangkitkan budaya maritim Nusantara.
"Dulu kita berdagang, kita punya budaya rempah. Tapi harus diakui setelah 350 tahun lebih, rempah hanya jadi komoditas jual beli bukan budaya lagi. Ini yang mau kita bangkitkan," katanya.
Sayangnya, gelar Spices of Island yang sempat disematkan pada kepulauan nusantara perlahan memudar lantaran produksi dan ekspor sulit berkembang.
Secara umum, ekspor rempah-rempah Indonesia memang tampak tidak bergairah. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), pertumbuhan rata-rata tahunan untuk nilai ekspor rempah hanya 3,10% dari 2013—2017. Pertumbuhan yang tidak seberapa ini bahkan kian mengkhawatirkan karena beberapa komoditas rempah utama Indonesia justru mengalami penurunan.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag, Tuti Prahastuti dalam sebuah wawancara dengan Validnews beberapa waktu lalu menyebutkan Indonesia hanya menempati peringkat kelima sebagai produsen rempah dunia. Sumbangsih rempah nusantara untuk produksi global pun hanya 5%. Untuk diketahui, produksi rempah dunia saat ini telah berada di angka 2,5 juta ton. Artinya, Indonesia hanya mampu menyediakan sekitar 125 ribu ton rempah-rempah dari berbagai jenis.
“Pesaing ekspor rempah Indonesia, antara lain adalah India, China, Vietnam, dan Madagaskar,” ucap Sang Direktur.
Pembina Yayasan Negeri Rempah Bram Kushardjanto menegaskan Indonesia punya potensi besar untuk kembali berjaya dengan rempah.
"Kita masih yang terbesar sampai saat ini. Masalah penjualan saja yang harus lewat Vietnam atau India, tapi kita tetap produsen terbesar (di dunia)," katanya.
Komoditas unggulan Indonesia di antaranya cengkeh, pala, kayu manis hingga kayu aromatik seperti gaharu, gambir, cendana dan kemenyan.
Pandangan Bram setidaknya tercermin pada ekspor impor lada Vietnam. Negara yang terletak di delta Sungai Mekong tersebut diketahui merupakan penyuplai lada dunia terbesar di dunia dengan angka ekspor mencapai 182,50 ribu ton pada 2017 menurut UN Comtrade.
Di sisi lain, menurut lembaga pemeringkat Statista, produksi lada Vietnam di tahun yang sama bertengger di angka 210 ribu ton. Sementara itu, konsumsi lada di negeri tersebut telah mencapai 55 ribu ton. Itu baru konsumsi di tahun 2015 dan belum menghitung pertumbuhan konsumsi hingga saat ini.
Masih mengutip data UN Comtrade, volume ekspor lada ke negeri tersebut pada tahun 2017 saja mencapai 13,26 ribu ton. Angka ini setara dengan 34% ekspor lada Indonesia di tahun yang sama sebesar 39 ribu ton.
Baca Juga:
Forum Pertukaran Pengetahuan
Yayasan Negeri Rempah didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyelenggarakan International Forum on Spice Route (IFSR) pada tanggal 19 hingga 24 Maret 2019 di Museum Nasional, Jakarta.
Mengangkat tema "Reviving the World’s Maritime Culture through the Common Heritage of Spice Route", forum itu diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kembali peranan penting Indonesia dalam produksi dan perniagaan komoditas rempah.
Menilik sejarah, Nusantara memiliki posisi strategis sebagai poros yang menghubungkan Tiongkok, India, Timur Tengah hingga Eropa. Jauh sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara, Nusantara telah menjadi pemain penting dalam perdagangan dunia dan telah lama dikenal sebagai negara pemasok utama komoditas penting di dunia yakni rempah-rempah.
Forum ini mengundang para narasumber dari negara-negara sahabat yang juga memiliki warisan budaya maritim. Bahkan, masyarakat juga diajak untuk turut merayakan keragaman dunia rempah nusantara melalui berbagai program menarik mulai dari diskusi, bedah buku, talk show, pertunjukan masak, hingga permainan "Spice Challenge & Boardgame Competition".
Tukul Rameyo Adi saat membuka acara di Jakarta, Selasa (19/3), mengatakan IFSR diharapkan menjadi forum pertukaran pengetahuan pemahaman antarbudaya, dengan mengedepankan kekuatan warisan budaya serta semangat multikulturalisme melalui narasi sosio-kultural-historis jalur rempah dan perdagangan maritim yang relevan dengan konteks kekinian.
"Forum ini bertujuan untuk memperluas kesempatan dan meninjau kembali budaya maritim, khususnya jalur rempah sebagai alat diplomasi maritim dan diplomasi budaya Indonesia," katanya.
Menurutnya, saat ini adalah saat yang tepat bagi Indonesia untuk mengembalikan kejayaan bangsa ini sebagai bangsa samudera dan tidak hanya dikenal sebagai bangsa pelaut. Apalagi mengingat posisi Indonesia sebagai poros penghubung antara timur, barat, utara dan selatan. Dari Tiongkok, Timur Tengah hingga Eropa.
Ia mengatakan nusantara sejak lama dikenal sebagai bangsa pedagang dan pelaut yang tangguh mengarungi samudera.
"Rempah adalah salah satu komoditas nusantara dari masa ke masa," ujar dia.
Menteri Luar Negeri RI periode 2001-2009 Hassan Wirajuda mengatakan Indonesia harus mengambil peranan penting di tengah bergulirnya pertarungan konsep negara dengan memanfaatkan warisan budaya maritim yang dimiliki.
"Apalagi ketika dewasa ini banyak bergulir pertarungan konsep seperti Jalur Sutera Maritim yang diusung Tiongkok, maupun ragam konsep tentang wawasan Indo-Pasifik yang kesemuanya menuntut Indonesia untuk mengambil peranan yang penting," katanya yang juga duduk sebagai ketua dewan pembina Yayasan Negeri Rempah. (Fin Harini, Teodora Nirmala Fau)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN