- Nasional
Ketersediaan Air Bersih Bagi Anak Sangat Mutlak
22 Juli 2020 , 16:22

JAKARTA – Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), lebih dari 150 ribu anak balita setiap tahunnya menderita diare dan tidak mendapatkan sanitasi yang baik. Di Indonesia sendiri, ada 30% anak mengalami stunting dan gizi buruk. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan air bersih.
Direktur Air Minum, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yudha Mediawan mengatakan, penyediaan air bersih bagi anak merupakan suatu hal yang bersifat mutlak. Negara wajib menyediakan akses air minum yang aman dan layak.
Dia mengungkapkan, ketersediaan akses terhadap air bersih di Indonesia saat ini sudah mencapai 89%. Sebanyak 21% di antaranya adalah jaringan perpipaan, sisanya didapat dari non-perpipaan. Dari mulai mata air, sumur, dan kain sebagainya.
"Kalau anak-anak tidak mempunyai akses air bersih, maka akan timbul penyakit kolera, dan tumbuh pendek," kata Yudha saat diskusi daring di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (22/7).
Apabila melihat ketersediaan air, kata Yudha, rata-rata kebutuhan air setiap orangnya sebanyak 60 liter per hari. Agar tumbuh kembang anak dapat berlangsung normal, lingkungan juga harus terjaga, sanitasi dan drainase harus baik. Serta tempat tinggal harus layak dan bersih.
Menurutnya, saat ini kendala yang dialami pemerintah adalah memantau masyarakat yang menjadikan non-perpipaan sebagai sumber air. Kendati demikian, pihaknya akan terus berupaya mengembangkan jangkauan pelayanan air minum. Jadi, masyarakat mendapatkan kesamaan dalam memperoleh air bersih.
Ketersediaan air bersih harus memenuhi empat prinsip. Pertama, secara kuantitas. Kebutuhan air bersih untuk masyarakat harus tercukupi. Kedua, kualitas air bersih harus baik. Apabila kualitas air tidak bagus, akan menyebabkan penyakit. Ketiga kontinuitas. Masyarakat harus mendapatkan air bersih 24 jam setiap harinya.
"Keempat keterjangkauan. Masyarakat tidak boleh susah mendapatkan air dan membeli dengan harga terjangkau," ujar Yudha.
Terkait keterjangkauan harga air bersih, pihaknya melakukan berbagai upaya. Salah satunya dengan melakukan subsidi silang. Kalangan premium, seperti perumahan mewah dan perkantoran, dikenakan tarif yang lebih tinggi dibanding kalangan kelas bawah.
"Sehingga masyarakat miskin disesuaikan harganya dengan diberikan subsidi," katanya. (Herry Supriyatna)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN