- Nasional
Kemendikbud Gagap PJJ, Ketimpangan Pembelajaran Kian Lebar
17 Juli 2020 , 20:13

JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) gagap menghadapi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Akibatnya, ketimpangan pembelajaran di antara siswa semakin melebar.
"Nyaris tidak terlihat akses nyata untuk memberikan intervensi khusus kepada guru dan sekolah, agar potensi ketimpangan pembelajaran di kalangan siswa tidak melebar," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti, dalam diskusi daring, Jumat (17/7).
Menurut dia, Kemendikbud justru sibuk melakukan sosialisasi Merdeka Belajar ketimbang menyesuaikan kurikulum. Bahkan, cenderung enggan menyusun kurikulum yang lebih adaptif dengan situasi ini, dengan beralasan sudah eranya Merdeka Belajar.
Padahal KPAI sudah mendorong Kemendikbud melakukan penyederhanaan kurikulum 2013 sejak awal PJJ diterapkan. Tanpa melakukan itu, guru, siswa, dan sekolah akan terbebani untuk melakukan pencapaian sesuai dengan kurikulum.
"Tetapi sampai tahun ajaran baru ini kurikulum yang dimaksud tidak selesai. Padahal tidak perlu membuat kurikulum baru. Ini cukup dengan menyederhanakan yang sudah ada karena situasinya darurat tidak mungkin yang dulu bisa dicapai," ujarnya.
Retno menjelaskan, kebijakan Kemendikbud pun berisiko tidak tepat sasaran, misalnya relaksasi BOS. Sebab tidak berdasarkan kepada pemetaan, karena Kemendikbud sendiri belum melakukan pemetaan terhadap kebutuhan siswa maupun guru selama PJJ.
"Justru di era digital di saat menterinya sebenarnya hebat di dalam digital, tetapi justru tidak terjadi intervensi ini pada situasi sekarang. Akhirnya ketimpangan pembelajaran di kalangan siswa disparitasnya melebar," imbuh Retno.
Pemetaan ini seharusnya, lanjut dia, juga dilakukan oleh setiap sekolah untuk mengetahui kondisi peserta didiknya. Jadi dapat diketahui kepemilikan siswa atas gawai, kemampuan siswa membeli kuota internet, maupun perihal pendamping siswa selama PJJ.
Menurut Retno, hal demikian juga tidak dilakukan pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan. Padahal mereka seharusnya mengetahui dan melakukan intervensi misalnya dengan memberi pelatihan bagi guru dan membantu guru menyiapkan modul untuk PJJ luring.
"Jadi kebutuhan itu tentu dijawab dari data. Ini juga yang tidak dilakukan oleh dinas. Harusnya Kemendikbud dan Kemenag juga punya data-data dinas pendidikan yang hasil pemetaan dinas-dinas tadi," kata dia.
Gratiskan Internet
Penerapan PJJ pada tahun ajaran baru, Retno menegaskan, seharusnya bisa lebih baik jika pemerintah belajar dari kekurangan pada PJJ tiga bulan sebelumnya. Persoalan in menjadi serius karena faktanya banyak siswa yang tidak terlayani dengan PJJ.
Retno mengatakan survei KPAI menemukan bahwa 54% dari 608.000 siswa di Papua tidak bisa melakukan PJJ. Persoalan serupa pun dialami misalnya oleh 1.300 desa di Sukabumi, Cianjur, dan Garut Selatan yang kesulitan akses terhadap internet.
"Jadi ini menunjukkan bias Jawa dengan luar Jawa dan kota dengan desa seperti contoh Jawa Barat juga mengalami masalah. Memang tidak ada pandemi pun disparitas akses pembelajaran digital di Indonesia itu sudah lama terjadi. Langit dan bumi perbedaannya," tegas dia.
KPAI mendorong Kemendikbud meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk menggratiskan internet selama PJJ minimal delapan jam dari Senin sampai Jumat. Solusi ini dianggap akan sangat membantu guru dan siswa maupun orang tua siswa.
"Ini penting karena guru-guru honorer banyak yang sudah tidak gajian, tetapi tetap harus melayani PJJ daring, kan kasihan. Ini situasi yang semestinya ada perbaikan pada fase kedua," ujarnya.
Kemendikbud juga diminta memberi bantuan anggaran penyediaan fasilitas kesehatan bagi sekolah yang sudah mulai pembelajaran tatap muka. Banyak sekolah yang tak mampu misalnya untuk membeli desinfektan dan membangun wastafel. (Wandha Nur Hidayat)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN