- Ekonomi
KKP Hentikan Sementara Ekspor Benih Lobster
26 November 2020 , 19:28

JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan sementara penerbitan surat penetapan waktu pengeluaran atau SPWP, hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Dalam surat edaran nomor B22891/DJPT/PI.130/XII/2020, dijelaskan bahwa penghentian penerbitan SPWP dilakukan dalam rangka memperbaiki tata kelola benih bening lobster atau BBL. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12/PERMENKP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara.
Latar belakang lainnya adalah mempertimbangkan proses revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP di Lingkungan KKP.
“Terhitung surat edaran ini ditetapkan, penerbitan SPWP dihentikan hingga batas waktu yang tidak ditentukan,” tulis surat edaran yang ditandatangani Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Muhammad Zaini Kamis (26/11).
Zaini pun berpesan kepada perusahaan eksportir yang memiliki BBL dan masih tersimpan di packing house per tangga surat edaran itu ditetapkan, diberikan kesempatan untuk megeluarkan BBL dari Indonesia paling lambat besok, Jumat (27/11).
Penghentian penerbitan SPWP juga dibenarkan Kepala Biro Humas KKP Agung Tri Pasetyo. Namun ia menegaskan bahwa penghentian ini masih bersifat sementara, dan belum diputuskan untuk berlaku permanen.
“Benar penghentian sementara, untuk permanen tentunya perlu pembahasan lebih lanjut,” jelas Agung kepada wartawan di Jakarta, Kamis (26/11).
Penghentian sementara penerbitan SPWP menjadi buntut penangkapan orang nomor satu di KKP yakni Edhy Prabowo. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia telah resmi menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai tersangka dugaan suap ekspor benih lobster pada Rabu (25/11) dini hari.
Selain Edhy, ada enam orang lainnya yang turut ditetapkan sebagai tersangka, satu di antaranya adalah pemberi suap. Mereka adalah Staf Khusus Edhy Prabowo Safri Muis, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, Stafsus Edhy Andreau Pribadi Misanta, dan Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito.
Berdasarkan laporan KPK, Edhy Prabowo menerima suap dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama, Suharjito. Tujuannya agar perusahaan Suharjito ditetapkan sebagai eksportir benih lobster melalui forwarder, PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Perusahaan ini merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Jadi, sejumlah perusahaan eksportir benih lobster harus menggunakan jasa PT ACK dengan tarif Rp1.800 per benih.
Perusahaan-perusahaan yang berminat kemudian mentransfer uang kepada PT ACK dengan total Rp9,8 miliar. Uang tersebutlah yang diduga kuat, dijadikan suap untuk Edhy Prabowo diberikan. Berdasarkan temuan KPK, Edhy menerima Rp3,4 miliar dari PT ACK beserta US$100 ribu atau setara Rp1,41 miliar dari Suharjito. Total yang diterima Edhy sebesar Rp4,8 miliar.
Kiara Apresiasi
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengapresiasi langkah cepat yang diambil KPK dalam merespons kasus ini. Selain itu, ia menilai bahwa pemberian izin ekspor benih lobster sangat bermasalah sejak awal, khususnya ketiadaan transparansi dan akuntabilitas.
Susan menyebutkan, Ombudsman pernah mengingatkan bahwa kebijakan pemberian izin ekspor lobster ini memiliki banyak potensi kecurangan. Bahkan, Ombudsman menyebut bahwa izin ekspor benih lobster itu bertentangan dengan konstitusi Indonesia.
“Sayangnya, Edhy Prabowo tidak mendengarkan penilaian tersebut,” ungkap Susan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/11).
Lebih jauh, ia mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan dan pengusutan lebih dalam kepada sejumlah perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster, berdasarkan izin yang telah diberikan Edhy Prabowo.
“Setidaknya telah ada sembilan perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster per Juli 2020, yaitu CV Setia Widara, UD Samudera Jaya, CV Nusantara Berseri, PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Royal Samudera Nusantara, PT Indotama Putra Wahana, PT Tania Asia Marina, PT Indotama Putra Wahana, dan PT Nusa Tenggara budidaya,” terang Susan.
Ia mempertanyakan, jika PT Dua Putra Perkasa Pratama telah terbukti memberikan suap kepada Edhy Prabowo sebanyak US$100.000 atau setara Rp1,41 miliar, maka bagaimana dengan sembilan perusahaan lain yang telah melakukan ekspor benih lobster.
“Jika kesembilan perusahaan praktik gratifikasi dengan nominal yang sama kepada Edhy, maka setidaknya dia telah menerima uang lebih dari Rp10 miliar,” sambung Susan.
Menurutnya, mekanisme pemberian izin ekspor bagi sembilan perusahaan ini, wajib diselidiki terus oleh KPK. “KPK jangan hanya berhenti pada kasus ini. Perlu pengembangan dan penyelidikan lebih lanjut supaya kasus ini terang benderang dan publik memahami betul duduk perkaranya,” pungkasnya. (Zsazya Senorita)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN