- Nasional
Jangan Anggap Enteng Gangguan Psikososial Anak
07 April 2021 , 20:57

JAKARTA – Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Nahar menegaskan, gangguan psikososial pada anak dan remaja tidak bisa dianggap enteng dan harus segera ditangani.
Ia menuturkan, anak dan remaja yang memiliki gangguan psikososial, selain dapat mengancam interaksi sosial dan kesehatan jiwa, juga bisa menjadi salah satu pemicu tindakan bunuh diri.
"Gangguan psikososial anak, salah satu masalah yang kadang tidak bisa kita ketahui. Tapi kemudian tanda-tandanya bisa dideteksi," kata dia dalam acara Bimbingan Teknis Penanganan Gangguan Psikososial Pada Peserta Didik, secara virtual, Rabu (7/4).
Menurutnya, data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 6,2% remaja Indonesia berusia 14-17 tahun memiliki gangguan psikososial. Kemudian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mencatat 5,2% siswa/siswi SMP dan SMA Indonesia memiliki keinginan bunuh diri, akibat kondisi emosional yang penuh tekanan dan depresi.
Lalu, catatan KPPPA yang dihimpun dari media massa juga menunjukkan angka kematian anak akibat bunuh diri di 2017 adalah 31 orang. Kemudian, 2018 adalah 40 orang, 2019 naik menjadi 54 orang, serta 2020 kembali naik menjadi 83 orang.
"Beranjak dari data di atas, merujuk juga pada data global 2015 misalnya, menegaskan bahwa 46,1% anak-anak merasa kesepian. Kemudian, 42,18% merasa khawatir berlebihan, 5,2% bunuh diri, lalu 20,6% pernah di-bully dalam 30 tahun terkahir," ungkap Nahar.
Maka dari itu, ia menilai perlu adanya pengamatan khusus oleh orang-orang disekitar anak, terutama guru. Guru harus menjadi pihak yang objektif dalam mendeteksi apakah anak atau remaja mengalami gangguan psikososial.
Menurut Nahar, jika di sekolah ada peserta didik menampakan kebiasaan yang tidak biasa seperti hari-hari sebelumnya, guru harus mulai menggali apa persoalan yang tengah dihadapi anak.
Ia menekankan, sudut pandang guru harus lebih independen ketimbang orang tua atau keluarga besar anak didik. Sebab, orang tua atau keluarga yang mengetahui tumbuh kembang anak sejak kecil, beserta pola interaksi keluarga, akan menganggap apapun perilaku anak atau remaja adalah lumrah.
"Mungkin dengan cara itu kita bisa melakukan upaya deteksi dini, dari persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Tidak ada masalah di sekolah, mungkin masalahnya di rumah. Tidak ada masalah di rumah atau sekolah, mungkin masalahnya dengan temannya atau karena tekanan," urai Nahar.
Dia menuturkan, anak yang mengalami gangguan psikososial masuk salah satu dari 15 kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus. Yakni, anak dengan penyandang disabilitas atau disabilitas mental.
Oleh karenanya, Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, menegaskan tentang pentingnya peran negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, termasuk pendidik dan tenaga pendidikan, untuk sama-sama mendampingi anak-anak supaya terhindar dari masalah yang tidak diharapkan.
"Sayangnya, kita perlu akui juga tidak semua guru atau pihak sekolah memahami kondisi psikososial yang dialami anak. Akibat tidak disadarinya kondisi tersebut, membuat pihak sekolah dan guru memberikan penanganan yang kurang tepat," sebut dia.
Nahar mengungkap, salah satu upaya KPPPA menurunkan gangguan psikososial yang terjadi pada peserta didik adalah dengan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bersama Kemendikbud, pada 2020 lalu meluncurkan buku penanganan gangguan psikososial pada peserta didik.
Buku itu diharapkan bisa membantu seluruh pendidik dan tenaga pendidik. Utamanya guru kelas, wali kelas, guru bimbingan konseling dan guru PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan), untuk memahami dan membangun kerja sama memberikan pertolongan pertama kepada peserta didik yang mengalami gangguan psikososial.
"KPPPA juga menyelenggarakan bimbingan teknis penanganan gangguan psikososial pada peserta didik, untuk memberikan pemahaman dan peningkatan peran pihak sekolah, termasuk guru, dalam penanganan anak dengan gangguan psikososial, agar anak mendapatkan intervensi sesuai dengan kebutuhannya," tuturnya. (Maidian Reviani)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN