- Vista
Ironi Si Pengolah Sandi
20 Januari 2021 , 21:00

JAKARTA – Jika buah apel bisa bicara, misteri kematian Alan Mathison Turing mungkin tidak akan jadi teka-teki. Pada tahun 1954, tubuh lelaki itu ditemukan asistennya, terbujur kaku di Rumah Wilmslow, Timur Laut Inggris, tanpa mengeluarkan setetes darah.
Tepat di sebelah jasad, bak saksi bisu, tergeletak buah apel yang sudah dimakan separo. Turing terbiasa menyisakan setengah buah itu pada malam hari, lalu lanjut melahap di pagi hari.
Polisi menyatakan, kematian Alan disebabkan zat sianida yang ditemukan pada apel itu. Kesimpulannya: Alan tewas karena bunuh diri!
Tapi hasil itu ditentang Ethel Turing, ibu kandung Alan. Dia yakin anaknya diracun! Pendapat yang sama juga diberikan sejumlah orang dekat lainnya. Mereka menyaksikan keadaan Alan yang baik-baik saja, sebelum meninggal. Bahkan, lelaki itu masih menulis catatan-catatan pengingat tugas-tugas yang harus diselesaikan.
Namun buah apel yang berada di lokasi kejadian tidak dapat bicara mengenai kebenaran. Sejumlah penulis biografi memiliki dugaan yang tak jauh beda dengan polisi. Alan tengah dilanda kekacauan pikiran, sampai nekat mengakhiri hidup dengan menabur sianida pada apel kegemarannya.
Awal tahun 1950-an, Alan memang sedang menghadapi cobaan yang bukan main. Suatu malam, rumahnya dijebol pencuri, saat dirinya tengah bersetubuh dengan seorang pria bernama Arnold Murray.
Alan tak tinggal diam. Dilaporkannya kejadian itu kepada polisi. Bahkan Murray, yang merasa tahu identitas si maling, turut memberi informasi. Tapi, alih-alih memburu pembobol rumah, polisi malah bertanya soal hubungan Alan dengan Murray.
Pada masa itu, di bawah Victorian Laws yang sudah ada sejak abad ke-19, hubungan sesama jenis atau homoseksual tidak diperbolehkan. Tindakan itu dikelompokkan sebagai aib.
Alan dan Murray pun terjerat, lalu diseret ke pengadilan. Meski mengaku bersalah, keduanya tetap didakwa melakukan perbuatan tak senonoh.
Tak ada penahanan. Murray diperbolehkan pulang namun mesti memenuhi sejumlah syarat. Sementara Alan harus menjalani kebiri kimia dengan menggunakan hormon estrogen wanita untuk mengurangi dorongan seksnya. Kejadian itu membuatnya merasa terisolasi dan sakit hati.
Andrew Hodges, penulis biografi, Alan Turing: The Enigma sekaligus profesor matematika Universitas Oxford, menyitir betapa si jenius sangat terpukul usai pengungkapan hubungan sesama jenisnya. Akibat peristiwa itu, pria kelahiran 7 Juni 1912 tersebut tidak bisa lagi terlibat dalam pekerjaan rahasia selama perang dingin.
Alan merasa dikhianati negara yang telah diperjuangkannya. Pemerintah Inggris seolah tidak punya ampun untuk orang yang pernah membantu negara terhindar dari kekalahan Perang Dunia II.
Mengungkap Sandi-Sandi Perang
Ya, Alan bukan orang biasa. Dia adalah seorang ahli matematika, pakar kriptologi, sekaligus analis kode rahasia. Kejeniusannya mampu memecahkan kode-kode misterius dari mesin enigma Jerman, yang dibuat demi menghindar dari kekalahan di Perang Dunia II.
Bermula saat pasukan Hitler bergerak menyerang Polandia. Alan direkrut untuk bekerja di markas rahasia, Government Code and Cypher School atau GC&CS. Tugasnya memecahkan kode rahasia milik Jerman, yang diluncurkan dari enigma: satu perangkat enkripsi portabel, pengacak huruf-huruf dari sebuah pesan.
Mesin mengesankan itu pertama kali dikembangkan pada tahun 1920-an, dan terus dikulik hingga tahun-tahun berikutnya. Pada akhir 1930-an, Jerman menggunakan versi berbeda dari enigma untuk mengecoh lawan. Saat itu, terdapat dua mesin Enigma yang dipasang dengan cara yang sama. Tapi masing-masing memiliki program berbeda. Ketikan huruf dari satu mesin, akan disalurkan ke yang lain untuk diacak sehingga ketika keluar, bakal menampakkan huruf berbeda.
Kode-kode rahasia yang menghambur dari mesin enigma, sempat berhasil dipecahkan oleh seorang veteran Perang Dunia I, Dilly Knox. Kala itu, Biro Sandi Polandia bekerja sama dengan Intelejen Prancis untuk menjinakkan Enigma.
Setelah mengerjakan selama beberapa tahun, Polandia berhasil mengungkap utuh sistem kerja enigma yang digunakan oleh tentara dan angkatan udara Jerman, lalu memberitahukannya pada Inggris. Tapi langkah itu diketahui Jerman. Serta merta, mereka mengganti ‘kunci’ kode Enigma setiap 24 jam. Akibatnya, kian sulit mengendus isi pesan rahasia Jerman serta sekutunya.
Beban pemecahan kode yang terus berganti saban hari itu, berada di pundak Alan. Bersama rekannya dari Cambridge, Gordon Welchman, Alan membuat Bombe. Sebuah piranti elektro-mekanis yang membuat waktu kerja pemecahan kode jadi lebih ringkas. Pengungkapan sandi tidak lagi memakan waktu berminggu-minggu seperti masa lalu.
Namun, Bombe saja ternyata tidak cukup. Pasalnya, setiap pangkalan angkatan darat dan udara Jerman memiliki program enkripsi pesan Enigma yang berbeda-beda. Dengan jumlah 158,9 juta tentara di dua angkatan itu, artinya ada 158,9 juta kemungkinan kode. Sementara hanya ada waktu 24 jam sebelum 'kunci' enigma berubah lagi.
Bombe setara dengan 36 mesin Enigma berbeda. Ketika dinyalakan, tiga rotor akan bergerak memeriksa sekitar 17500 posisi demi menemukan ‘kunci’ harian Enigma. Jika berhasil, mesin akan berhenti beroperasi.
Meski Bombe banyak membantu, bukan berarti pekerjaan Alan dan kawan-kawannya serta merta tuntas. Tugas berikutnya masih panjang. Setelah kunci kode berhasil dipecahkan Bombe, Alan pun menerapkannya pada mesin Enigma yang dimiliki markasnya, untuk membalik kode satu per satu pesan, setiap hari.
Tercatat ada 211 Bombe yang dibuat dan dijalankan sepanjang waktu. Mesin gubahan Alan dan Welchman tersebut sukses memecahkan 3000 pesan Jerman per hari.
Hingga akhir perang II, terdapat sekitar 2,5 juta pesan yang penting Jerman pada sekutunya, berisi posisi dan strategi pertempuran. Berkat Bombe dan Alan Turing, perang bisa diakhiri dengan cepat, potensi kerugian yang diakibatkannya pun bisa disedikitkan.
Pada bulan Juni 1946, Alan dianugerahi Order of British Empire untuk layanan perang. Di akhir 1940-an, Alan menulis laporan tentang metode yang digunakannya untuk memecahkan sistem Enigma Jerman.
Laporan itu dikenal sebagai ‘Book Prof’ dan menjadi bacaan penting untuk anggota baru GC&CS.
Peter Hilton, seorang pemecah kode mengatakan kalau Alan memiliki kemampuan menghasilkan ide yang tidak terpikirkan banyak orang. Inilah istimewanya, menjadikan Alan berbeda dengan rekannya yang lain.
Pelopor Kecerdasan Buatan Modern
Selepas perang, Alan bekerja di National Physical Laboratory, London. Di tempat itulah, dia merancang komputer digital. Formulasinya sendiri, sudah dia tulis pada 1936, dalam satu makalah berjudul ‘On Computable Numbers, With an Application to the Entscheidungsproblem’. Kala itu Alan memperkenalkan konsep ‘mesin komputasi universal’.
“Menurut definisi saya, suatu angka dapat dihitung apabila desimalnya dapat ditulis oleh mesin,” tulisnya dikutip dari Howstuffworks. Definisi Alan tersebut, kemudian lazim disebut sebagai algoritma.
Alan Turing menjadi orang pertama yang meletakkan dasar desain mesin pengolah algoritma untuk mencapai tugas tertentu. Pemikiran tersebut tidak datang begitu saja. Alan terinspirasi dengan mesin analitik abad ke-19 milik Charles Babbage. Hanya saja ia membayangkan suatu perangkat yang tidak hanya bisa memecahkan satu jenis masalah.
Menurut Andrew Hodges, mesin universal Alan Turing itu dimaksudkan untuk meniru cara kerja pikiran manusia atau kecerdasan buatan. Ketika menjelaskan cara mesin bekerja, Alan tidak menggunakan frasa artificial intelligence, sebab istilah itu belum dikenal. Dia memakai, ‘keadaan berpikir’ untuk memberi label berbeda pada fungsi mesin tersebut.
“Secara khusus, ini ditentukan dari keadaan pikiran komputer setelah dijalankan,” tulis Alan dalam makalah.
Akhir Mengenaskan
Di tengah ketenaran dalam bidang akademis, kehidupan pribadi mulai bermasalah. Kala itu, dia sudah terbuka mengenai orientasi seksualnya. Padahal pada zaman itu, homoseksualitas masih terlarang.
Pengakuan Alan tersebut berbuntut panjang, sebab tersiar ke banyak penjuru. Sampai-sampai, Alan ditangkap dan dinyatakan bersalah setelah berhubungan dengan Arnold Murray, laki-laki berusia 19 tahun. Alan menerima hukuman kebiri kimia sebagai pilihan agar tidak dibui. Tak lama setelah itu, dia ditemukan tak bernyawa, bersanding Apel yang tersiram Sianida.
Sementara, gerakan yang mendukung homoseksualitas di Inggris kian merebak. Undang-undang yang melegalkan hubungan badan dua laki-laki dewasa berusia 21 tahun atau lebih pun disahkan pada tahun 1967. Diperkirakan ada sekitar 49 ribu orang dihukum sebelum regulasi itu disahkan.
Mantan perdana menteri Inggris, Gordon Brown, mengakui bahwa perlakuan pemerintah terhadap Alan Turing sangat tidak adil. Apalagi jika menimbang kontribusinya pada negara. Inggris berhutang besar pada ahli matematika itu.
“Pengakuan status Alan sebagai salah satu korban homofobia paling terkenal di Inggris adalah langkah menuju kesetaraan yang sudah lama tertunda,” katanya dikutip dari the Independent pada 2009 lalu.
Tahun 2013, Alan Turing menerima pengampunan dari kerajaan. Diberikan oleh Royal Prerogative of Mercy atas permintaan Menteri Kehakiman Chris Grayling. Terhitung 60 tahun setelah Alan dihukum karena perilaku homoseksual. (Gemma Fitri Purbaya)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN