- Ekonomi
Investigasi Efektivitas dan Efisiensi Produksi Pupuk Perlu Dilakukan
18 Januari 2021 , 21:00

JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI menyarankan investigasi khusus sebagai dasar pembenahan pengadaan pupuk bersubsidi di sisi hulu. Investigasi dilakukan untuk menjelaskan efektivitas dan efisiensi yang dilakukan oleh produsen pupuk.
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema mengatakan, secara umum, kebijakan subsidi merupakan langkah positif yang diberikan pemerintah kepada masyarakat yang disasar.
Hanya saja, subsidi yang dijalankan tanpa kejelasan data malah akan menyuburkan praktik rente di lapangan. Selain aspek distribusi dan manajerial, fokus perbaikan di sisi produksi pupuk bersubsidi juga mesti diperbaiki menyeluruh.
Karenanya, ia menyarankan langkah konkret yang bisa dilakukan oleh Komisi IV adalah mengkaji harga pokok produksi atau HPP pupuk bersubsidi oleh mechanical dan chemical engineers. Agar hasilnya bisa diketahui oleh semua pihak seberapa besar anggaran untuk menghasilkan setiap ton produksi pupuk oleh produsen.
"Sampai sekarangkan enggak ada yang menjelaskan itu. Kita butuh transparansi dan akuntabilitas (anggaran pupuk bersubsidi) itu," tegasnya dalam RDP Komisi IV-Kementan, Jakarta, Senin (18/1).
Ansy, sapaan akrabnya, menjelaskan jangan sampai setiap tahunnya membuat seolah-olah negara dan pihak terkait berhutang pada pabrik pupuk. Padahal, penilaiannya, yang mungkin terjadi ada masalah di sisi pengelolaan.
"Ini kita harus luruskan. Jangan sampai (semestinya) selama bertahun-tahun ini negara tidak perlu memberikan subsidi, karena yang terjadi inefisiensi dan pemborosan," katanya.
Ia menyandingkan sengkarut pupuk subsidi yang dihadapi rakyat dalam hal ini petani juga sama dirasakan oleh Presiden Joko Widodo. Pekan lalu (11/1), presiden menumpahkan kegeramannya kepada publik terkait efektivitas anggaran subsidi pupuk yang tidak maksimal.
"Kemarahan presiden soal pupuk subsidi sudah kebangetan, dan itu juga termasuk sudah kemarahan Komisi IV sejak tahun lalu begitu pula rakyat. Jadi tolong jangan anggap masalah ini jadi rutinitas belaka," katanya.
Ansy membeberkan kondisi penyaluran pupuk subsidi di tingkat petani yang sering kali problematis. Mulai dari ketiadaan pupuk ketika petani butuh, ketika terjadi penyaluran tidak sesuai masa tanam, kekurangan kuota, hingga harga produk yang tinggi.
Padahal, sejak bertahun-tahun lamanya, pemerintah tidak pernah kurang untuk mengalokasikan anggaran subsidi sebanyak Rp25–30 triliun per tahun. Di lapangan, hasilnya tidak berdampak maksimal pada produktivitas tanam.
"Kalau naik (produksi), ya presiden tidak mungkin marah, pasti ada yang serius. Saya catat betul ini kali pertama presiden marah soal pertanian pada Rakernas Pembangunan Pertanian," jelasnya.
Karenanya, momentum ini baik dipahami semua pihak untuk segera membereskan persoalan ini secara fundamental. Apalagi, rencana mengirim tenaga ahli seperti yang disarankan lumrah biasa dilakukan di luar negeri.
"Perhitungannya bisa dilihat lewat beban produksi, harga gas, dan lainnya untuk memproduksi setiap ton pupuk ini," ujarnya.
Baca Juga:
Realisasi Penyaluran Pupuk Subsidi
Pada saat yang sama, Dirjen Prasarana dan Prasarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy mengatakan, penyaluran pupuk subsidi sepanjang tahun 2020 hampir mencapai 100%. Tepatnya, realisasi penyaluran mencapai 96,85%.
"Untuk 2020, dari 8,9 juta ton itu realisasinya 8,62 juta ton. Ini pun belum final karena masih diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK," jelasnya.
Kementan mencatat, berdasarkan pagu indikatif pupuk 2020 menyentuh Rp29,76 triliun yang setara dengan volume pupuk subsidi sebanyak 8,9 juta ton.
Sementara, pemerintah sudah menetapkan angka penyaluran pupuk subsidi untuk tahun 2021 yang ditetapkan dalam Surat Menteri Keuangan No. 5-1544/AG/2020 tanggal 21 Oktober 2020 tentang Pagu Anggaran Subsidi Pupuk. Adapun penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2021 direncanakan sebesar 7,2 juta ton dengan anggaran Rp25,27 triliun. (Khairul Kahfi)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN