- Ekonomi
Indonesia Berpeluang Tinggi Ekspor Hortikultura ke Jepang
21 Juli 2020 , 13:45

JAKARTA – Indonesia berpeluang besar meningkatkan kinerja ekspor beragam produk hortikultura menuju jepang. Pemerintah dapat berkolaborasi untuk mengakomodasi berbagai tantangan yang masih dihadapi eksportir domestik.
Konsulat Jenderal KJRI Osaka Mirza Nurhidayat mengatakan, saat ini tren permintaan produk sayuran hingga buah di Jepang meningkat pesat. Hal ini secara spesifik, permintaan terhadap komoditas hortikultura beku dan kering meningkat akibat kelangkaan produk di sana.
“Karena jumlah petani yang semakin sedikit dan rendahnya kaum muda yang berminat untuk bertani di sana,” ujarnya dalam webinar bertajuk ‘Market Access Workshop: Horticulture’, Jakarta, Selasa (21/7).
Selain peluang mengisi produk, kata dia, sumber daya tenaga kerja dalam negeri juga bisa menjadi potensi lanjutan produk hortikultura di Negeri Sakura. Pandemi juga menyebabkan importir Jepang berupaya mencari alternatif negara supplier komoditas hortikultura untuk menjaga sustainabilitas mata rantai pasokan.
“Mungkin ini bisa menarik juga minat kerjasama investasi pengolahan produk hortikultura antara Indonesia-Jepang,” katanya.
Pada 2019, Jepang menjadi pengimpor produk buah dan sayur masing-masing menduduki posisi 7 dan 13 dunia. Selain itu, jepang menjadi pangsa pasar produk sayuran sebanyak 3,4% dan buah sebanyak 2,5% di dunia.
“Dalam lima tahun terakhir, tren pertumbuhan importasi komoditas sayur dan buah di Jepang mencapai 4,8% atau sekitar 1,5% per tahun,” katanya.
Sepanjang kuartal 1/2020, kinerja impor Jepang mencapai US$576 juta. Produk hortikultura yang diimpor Jepang berbentuk makanan kering , beku hingga iris. Jenisnya mencakup produk umbi-umbian, talas, ubi, jagung manis, bawang-bawangan, kacang-kacangan hingga produk palawija lainnya.
Sepanjang tahun lalu, China, Amerika Serikat serta Korea Selatan menjadi negara pengekspor sayuran-buah utama di Jepang dengan masing-masing kontribusi sebanyak 57,3%, 8% dan 4,7%. Sementara, Indonesia hanya menempati posisi ke-13 dengan kontribusi 0,9%.
“Ini masih sangat kecil (kontribusi impor Jepang). Sehingga dengan negara pemasok lainnya, kita masih punya peluang besar untuk meningkatkan akses pasar produk hortikultur di Jepang,” ujarnya.
Ke depan, ia berharap, eksportir dapat memenuhi ketentuan kriteria impor yang dibebankan pemerintah Jepang untuk menunjang kualitas produk. Selain itu, kuantitas jumlah produk serta menjaga kontinuitas pasokan agar bisa memenuhi target yang diminta konsumen Jepang.
“Ini jadi tantangan seluruh pihak, terutama Kementan dan Kemendang sehingga membutuhkan kolaborasi yang lebih erat agar bisa menembus pasar Jepang,” katanya.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Sulistyawati mengatakan, Indonesia dapat menggunakan perjanjian dagang antara kedua negara untuk memaksimalkan ekspor nasional. Sejak 2018, Indonesia terus menghadapi defisit neraca perdagangan dengan Jepang.
Namun, kondisi defisit nonmigas nasional dengan Jepang telah mengalami perbaikan dari US$8,7 miliar menjadi US$3,6 miliar pada 2019. “Sehingga peluang ekspor hortikultura perlu diakselerasi Indonesia sehingga dapat menguasai pasar di sana,” katanya. (Khairul Kahfi)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN