- Yudisial
IPW: Penanganan Joko Tjandra Lebih Penting Dari Tim Pemburu Koruptor
21 Juli 2020 , 13:30

JAKARTA – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyebut bahwa sebaiknya Menko Polhukam Mahfud MD mendorong percepatan penangkapan Joko Tjandra dan mengawasi secara agresif kinerja lembaga di bawah koordinasinya daripada membentuk tim pemburu koruptor.
"Ini lebih urgent dan strategis. Wong koruptornya sudah datang nggak ditangkap kok malah dikasih surat jalan, lalu apa manfaat tim pemburu koruptor," kata Neta seperti dikutip dari Antara, Selasa (21/7).
Menurut Neta, pembentukan tim pemburu koruptor justru bisa tumpang tindih dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, IPW menilai pembentukan tim pemburu koruptor dari rezim ke rezim tidak ada gunanya karena mereka tetap nyaman dan senang kabur ke luar negeri.
"Saat ini, misalnya, ada 39 koruptor buronan di luar negeri karena tim pemburu koruptor yang dibentuk rezim masa lalu kerjanya slow-slow saja," ujar Neta.
Oleh karena itu, kata Neta, Menko Polhukam cukup mengawasi secara agresif lembaga penegak hukum dan instansi di bawah koordinasinya agar serius memberantas korupsi. Tentunya juga menangkap Joko Tjandra dan menciduk semua pejabat negara yang memberi "karpet merah" pada buronan kakap itu.
Menko Polhukam, kata Neta, hendaknya segera mendalami pengakuan Mabes Polri yang mengatakan bahwa Brigjen Prasetijo mendampingi Djoko Tjandra dalam perjalanan ke Kalimantan Barat.
Menurut Neta, yang perlu digali Menko Polhukam dari penjelasan Mabes Polri itu adalah dalam rangka kepentingan apa jenderal polisi itu dengan sang buronan kakap ke Kalimantan Barat.
Hal ini, kata Neta, bisa menjawab pertanyaan publik benar tidaknya Brigjen Prasetijo mengawal Joko Tjandra agar tidak diganggu siapa pun selama perjalanan ke Kalimantan Barat.
"Apakah pengawalan sang jenderal ini murni gratis dan tidak ada gratifikasi di baliknya. Mungkinkan pengawalan itu inisiatif pribadi atau ada jenderal yang lebih tinggi yang memerintahkan Brigjen Prasetijo mengawal Joko Tjandra," papar Neta.
Jika pengawalan itu atas inisiatif Prasetijo, lanjut Neta, tentunya saat Joko Tjandra muncul di Bandara Pontianak sudah ditangkap oleh Kapolda Kalbar, mengingat pangkat Kapolda lebih tinggi dari Prasetijo.
"Jika Kapolda Kalbar tidak tahu bahwa Joko Tjandra muncul di wilayah tugasnya, ini akan lebih aneh lagi. Sebab akan menjadi pertanyaan, kenapa Kapolda Kalbar tidak tahu? Ada apa dengan cara kerja intelijen di Polda Kalimantan Barat sehingga mereka tidak bisa mendeteksi kemunculan seorang buronan kakap di wilayah tugasnya?" kata Neta.
Untuk itu, lanjut Neta, Menko Polhukam perlu mendesak Mabes Polri menjelaskan secara transparan tentang aksi pengawalan Brigjen Prasetijo terhadap Joko Tjandra dan kenapa Kapolda Kalimantan Barat membiarkan serta tidak menangkap buronan kakap yang sudah buron selama 11 tahun tersebut.
"Agar mata rantai kasus Joko Tjandra ini terungkap terang benderang dan para pejabat Mabes Polri tidak membuat misteri baru dalam kasus Joko Tjandra, Menko Polhukam perlu agresif mengawasi kinerja Polri," tegas Neta. (Jenda Munthe)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN