- Ekonomi
Gandeng Inggris, Kementerian ESDM Rilis Program Mentari
31 Juli 2020 , 12:36

JAKARTA – Kementerian ESDM bekerja sama dengan Pemerintah Inggris meluncurkan program MENTARI: Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia, Kamis (30/7).
Pada program itu pemerintah akan mengonversi pembangkit-pembangkit listrik berbasis fosil yang menghasilkan emisi tinggi dengan pembangkit berbasis EBT.
Dalam program Mentari, rencananya ada 2.246 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel, 23 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan 46 Pembangkit Listrik tenaga Gas Uap yang akan mengalami konversi dalam waktu tiga tahun.
“Untuk PLTD yang dikonversi berusia lebih dari 15 tahun. Sementara PLTU dan PLTGU lebih dari 20 tahun,” tutur Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial pada konferensi pers yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (30/7).
Program energi bersih yang dikerjasamakan dengan Inggris ini akan berjalan mulai tahun ini, hingga 2030.
Menurut Ego, program ini merupakan salah satu terobosan penting dari implementasi transisi energi untuk menstimulasi perekonomian Indonesia di tengah pandemi covid-19.
“Kami optimis bahwa program ini mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta menekan kemiskinan melalui pengembangan sektor energi terbarukan,” akunya.
Ego mengakui kebijakan pembatasan fisik dan isolasi untuk mengatasi penyebaran covid-19 berdampak signifikan bagi penurunan konsumsi energi secara global. Tercatat, konsumsi bahan bakar fosil paruh pertama tahun ini lebih rendah 17,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun PSBB dan pemberhentian kegiatan sejumlah industri di sisi lain juga membawa dampak positif dengan turunnya angka emisi CO2 secara signifikan.
“Oleh karena itu, selama masa pandemi, produksi energi harus disesuaikan dengan mempercepat proses transisi energi bersih,” ungkap Ego.
Kementerian ESDM pun, lanjutnya, telah menyambut kerja sama ini karena menilai Pemerintah Inggris lebih berpengalaman dalam pengembangan energi terbarukan.
Ego menyebut bahwa Inggris merupakan negara tersukses di dunia yang berhasil mengurangi porsi energi fosil secara drastis sejak pandemi berlangsung.
Bahkan pada Juli tahun ini, Pemerintah Inggris tercatat menggelontorkan dana senilai Rp73 triliun untuk sektor energi terbarukan untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi domestik.
“Ini bukti komitmen kami terhadap energi berbasis ramah lingkungan, menciptakan lapangan kerja, serta mengembalikan aktivitas perekonomian,” kata Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins.
Sejalan dengan langkah tersebut, Jenkins menilai Indonesia juga memiliki peluang besar menjadi negara adidaya di sektor energi terbarukan pada masa mendatang. Apalagi berbagai negara saat ini tengah menghadapi tantangan pemulihan ekonomi global berbasis lingkungan karena telah memasuki masa kritis dalam melawan perubahan iklim.
Besarnya peluang pengembangan EBT di Indonesia dibuktikan dengan data Kementerian ESDM yang menyebut pemanfaatan energi terbarukan Indonesia baru tergarap 2,4% atau 10 Gigawatt (GW). Dari total kapasitas EBT Indonesia yang bisa dikonversikan menjadi listrik sebesar 442 GW atau 6,5 kali kapasitas pembangkitan saat ini.
Potensi itu membuat Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu negara dengan cadangan energi terbarukan terbesar di dunia.
“Saya senang Inggris bermitra dengan Indonesia melalui program Mentari dalam mendukung transisi energinya,” terang Jenkins.
Nantinya, Inggris akan berbagi pengalaman dalam menyiapkan kerangka regulasi seputar energi terbarukan yang bermuara pada pembentukan iklim bisnis yang lebih baik. Serta mendorong keterlibatan swasta dalam proyek-proyek EBT baik on-grid atau melalui jaringan PLN maupun yang tidak, atau off-grid terutama di Indonesia Timur.
Selain bantuan teknis, berupa matchmaking mitra usaha, pembagian pengetahuan dan inovasi, program ini akan fokus pada peningkatan kapasitas listrik di proyek mikro grid. Serta membangun hubungan dagang EBT di tingkat domestik maupun internasional.
“Ini fase baru bagi Indonesia dalam menjalankan transisi energi. Selain mengurangi emisi dan melindungi lingkungan, pemanfaatan EBT akan meningkatkan ketahanan energi dan membangun sistem listrik yang andal dengan biaya terjangkau,” tutup Jenkins.
Program kemitraan ini bertujuan mendukung pemulihan aktivitas ekonomi hijau di Indonesia melalui percepatan pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025. Ditambah adanya komitmen Indonesia mengurangi emisi hingga 29% di tahun 2030 sebagai upaya menuju energi bersih.
Sebagai informasi, pada ajang KTT Transisi Energi IEA yang juga dihadiri oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 8 Juli 2020, para pemimpin global di 40 negara telah menyepakati untuk menyerukan pemulihan green economy dengan sebutan Build Back Better.
Ego menyampaikan, komitmen pemerintah mengurangi emisi dan mewujudkan akses energi ke masyarakat akan mempertimbangkan aspek lingkungan sehingga pemanfaatannya bisa berkelanjutan (sustainability).
“Untuk mencapai hal tersebut, kami saat ini sedang mempersiapkan Peraturan Presiden tentang Feed in Tariff untuk menggenjot pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan khususnya di wilayah 3T (terdepan, tertular, dan tertinggal),” pungkasnya. (Zsazya Senorita)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN