- Ekonomi
MENYESAP BAHAGIA DENGAN BERDERMA
Filantropi; Bukan Cuma Ekses Naiknya Tingkat Ekonomi
04 Februari 2020 , 19:47

JAKARTA – Pagi menjelang siang pada awal Januari 2020, suasana serius terkesan ada di salah satu ruangan di Gedung Rumah Kreatif BUMN Bandung. Di gedung terletak di kawasan Jalan Jurang Kota Bandung itu, ada 10 orang pria dan wanita duduk berjejer di kursi lengkap dengan komputer jinjing diletakkan di atas meja. Sementara, seorang pria berdiri di depan layar proyektor menerangkan cara efektif menggunakan facebook ads untuk promosi bisnis. Semua terlihat khusyuk mendengarkan paparan itu.
Begitu lah salah satu kegiatan dari Komunitas Bisnis Tangan Di Atas (TDA) Bandung. Sharing alias berbagi pemikiran, kerap dilakukan, TDA sendiri didirikan pada Januari 2006 oleh Badroni Yuzirman dan enam pengusaha lainnya.
"Kegiatan berbagi menjadi prioritas utama karena namanya juga sudah tangan di atas, TDA Bandung selalu berpikir memberi dan selalu berpikir berbagi," tutur Ketua TDA Bandung, Awan Rimbawan, Kamis (30/1) malam.
Awan menjelaskan, TDA mempunyai visi membentuk pengusaha-pengusaha tangguh dan sukses yang memiliki kontribusi positif bagi peradaban. Jadi, guna mewujudkan visi tersebut, komunitas yang berdiri sejak 2008 (setelah terbentuk TDA pusat di Jakarta pada 2006) ini, menjadikan aktivitas berbagi menjadi acara yang rutin digelar baik berbagi secara materi maupun moril.
Melalui kegiatan ini, seluruh anggota bisa saling mendapatkan manfaat, sekaligus menciptakan rasa senasib sepenanggungan antar mereka. Kegiatan tersebut bernama Kelompok Mentoring Bisnis, di mana setiap kelompok terdiri dari beberapa level untuk membagikan pengalaman jatuh bangun mempunyai perusahaan sendiri.
Level pertama adalah mereka, para pengusaha yang telah satu tahun membangun bisnis kepada yang baru merintis bisnis. Di level kedua ada pengusaha yang telah tiga tahun berbisnis berbagi pengalaman kepada yang baru satu tahun. Sementara ketiga, untuk pengusaha yang usia bisnisnya setara saling berbagi antar mereka.
Di lain agenda, komunitas ini juga melibatkan keluarga anggota yang diberi nama Ngobrol Panas Sampai Poll (Ngoprol). Dalam kegiatan ini, anggota komunitas akan bergiliran mendapatkan kunjungan dari anggota komunitas lainnya. Biasanya yang dibahas tak melulu bisnis. Bagaimana mendidik anak dan spiritual juga dibahas.
Awan mengungkapkan, ada 290 orang terdaftar sebagai anggota TDA Bandung. Ada juga 400 lainnya yang sebagai simpatisan. Anggota dari komunitas ini berasal dari berbagai bidang bisnis. Mulai dari pengusaha informasi dan teknologi, konveksi, digital marketing, fesyen, kuliner, sampai para karyawan yang memulai belajar membangun bisnis sendiri.
Selain kepada anggota, komunitas ini pun melakukan gerakan memberi dan berbagi materi, berupa bantuan harta benda kepada masyarakat yang terkena bencana maupun kurang mampu. Di antaranya donasi kepada korban bencana tsunami yang menerjang kawasan Anyer di Provinsi Banten pada 22 Desember 2018. Mereka juga membangun jembatan di daerah terpencil di Provinsi Jawa Barat bersama pihak lain. Lalu, kerap pula membagikan sembako maupun uang pada orang-orang yang kurang mampu baik di pelosok desa maupun perkotaan. Pada waktu lain, pengusaha-pengusaha ini berbagi daging kurban ke berbagai pelosok daerah, dan lain-lain. Mereka bergerak dalam usaha, juga mendapuk diri berkegiatan filantropi.
Jejak Filantropis
Seseorang yang terbiasa untuk berbagi dan memberi pada pihak lain, dalam hal positif dikenal dengan sebutan filantropis. Filantropi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu philein bermakna cinta serta anthropos bermakna manusia. Jadi, dapat diartikan sebagai rasa saling mencintai antara sesama manusia, untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bentuk rasa saling mengasihi ini bisa berupa materi maupun dukungan untuk orang lain seperti pikiran, waktu, sampai tenaga.
Salah seorang yang disebut-sebut sebagai bapak filantropi modern yakni, Andrew Carnegie (1835–1919). Sebelum menjadi seorang kaya raya yang dermawan, Andrew bukanlah terlahir dari keluarga yang berlimpah harta.
Pengusaha pada bidang industri baja dengan nama perusahaan Carnegie Steel Corporation ini, mengutip laman carnegie.org, terlahir dari keluarga sederhana pada 1835 di Kota Dunfermiline Negara Skotlandia. Andrew lahir sebagai anak pertama dari pasangan Will Carnegie dan Margaret, ia mempunyai seorang adik laki-laki bernama Tom Carnegie.
Untuk menghidupi keluarganya, ayahnya bekerja menenun kain linen halus berbasis rumahan, namun akibat industrialisasi mengakibatkan hancurnya industri kecil yang dijalankan ayah Andrew. Akhirnya, keluarga Andrew menjual barang-barang yang mereka miliki, untuk bekal perjalanan dan imigrasi ke Amerika Serikat pada 1848.
Andrew termasuk tipikal pekerja keras, pada usia 13 tahun ia bekerja di pabrik kapas dengan penghasilan per minggu US$1,2. Selain bekerja di sana, dikutip dari laman americaslibrary.gov, untuk menambah pendapatan ia pun bekerja di perusahaan perawatan mesin uap dan diupah US$2 per minggu. Ia juga pernah bekerja di Pennsylvania Railroaf pada 1853 menjadi operator telegraf pribadi dan asisten seorang pengawas di perusahan kereta api tersebut, yakni Thomas Scott. Ia mendapatkan penghasilan lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, US$35 per bulan.
Di sini, ia banyak belajar tentang perkeretaapian dan saham dari Thomas. Berkat dorongan Thomas dan bosnya di perusahaan tersebut, Andrew pun berinvestasi di pasar saham dengan modal US$500 dari hasil menggadaikan rumah keluarga mereka. Saham perdana yang dibeli Andrew milik Adam Express Company, hingga akhirnya ia mendapatkan keuntungan dari saham tersebut.
Dari keuntungan saham dan meminjam ke bank, Andrew membeli Woodruff Sleeping Car Company. Di usianya yang ke 30 tahun pada 1865, Andrew berkecimpung dalam industri yang memakai bahan baku baja, seperti kapal uap, jalur kereta api, dan sumur minyak. Hingga akhirnya, ia mendirikan Carnegie Steel Corporation, perusahaannya menjadi manufaktur baja terbesar di dunia.
Dedikasi Beramal
Andrew mulai menjadi filantropis pada 1870, setelah mendapatkan banyak keuntungan dari bisnisnya. Ia membangun perpustakaan untuk umum yang bisa diakses secara gratis. Jumlah perpustakaan yang dibangunnya dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mencapai 2.509 perpustakaan, yang tersebar di berbagai negara mulai dari lingkungan tempat lahirnya di Skotlandia, Amerika Serikat, Inggris, Australia, sampai Selandia Baru.
Atas banyaknya perpustakaan yang dibangun tersebut, Andrew dijuluki Santo Pelindung Perpustakaan. Alasan terbesar dirinya memilih untuk membangun perpustakaan adalah pandangan bahwa siapapun yang banyak membaca buku dan belajar akan meraih kesuksesan.
Perpustakaan juga adalah manifestasi sumbangannya kepada imigran, karena mereka harus punya pengetahuan banyak seperti dirinya yang mendapatkan beragam buku bacaan dari hasil meminjam kepada Kolonel Anderson.
Aksi filantropinya terus berlanjut termasuk pada saat menikah dengan perempuan asal Amerika Serikat, Louise Whitfield pada 1887 yang sangat mendukung sikapnya yang suka berdema. Untuk mengukuhkannya, sebelum menikah keduanya melakukan perjanjian pranikah, di mana Andrew akan memberikan hampir seluruh kekayaannya yang dimilikinya untuk tujuan sosial.
Guna menumbuhkan sikap yang sama dengan dirinya, Andrew menulis buku berjudul "The Gospel of Wealth". Beberapa waktu sebelum bapak filantropi ini meninggal, masih sempat mendirikan Carnegie Corporation of New York yang bertujuan untuk kemajuan dan penyebaran pengetahuan dan pemahaman filantropi di dunia. Andrew meninggal pada Agustus 1919 saat berusia 84 tahun.
Bagian Religius
Sejatinya, yang dilakukan Carnegie juga ada dalam ajaran agama Islam. Sikap berbagi dan memberi kebaikan kepada sesama manusia telah menjadi bagian kewajiban bagi umat muslim yang mampu, seperti yang terdapat dalam Rukun Islam yang ke tiga yakni berzakat, di mana orang yang memberi zakat disebut muzaki, sedangkan delapan golongan orang yang menerima zakat disebut mustahiqqin.
Delapan golongan tersebut, yaitu fakir (orang yang tidak berharta), miskin (orang yang berpenghasilan tetapi tidak cukup untuk memenuhi hidupnya), riqab (hamba sahaya atau budak), gharim (orang yang memiliki banyak hutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya), mualaf (orang yang baru masuk Islam), fisabilillah (para pejuang di jalan Allah SWT), ibnu sabil (musafir atau dalam perantauan untuk menuntut ilmu dengan dana yang terbatas), dan amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat).
Zakat terdiri dari dua yaitu Zakat Fitrah yang wajib dikeluarkan muzaki kepada delapan golongan mustahiqqin, pada bulan Ramadan menjelang Idul Fitri. Muzaki wajib mengeluarkan zakat ini sebanyak 2,5 kilogram beras atau makanan pokok yang bisa juga berupa uang senilai makanan pokok yang biasa dikonsumsi.
Baca juga: Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati
Selain itu adapula zakat maal, yang berkaitan dengan penghasilan umat muslim dari profesi, pertanian, pertambangan, hasil laut, peternakan, emas, dan perak. Hal ini tercantum dalam Al-Quran.
Selain zakat fitrah dan mal, dalam Islam ada pula berderma dengan wakaf dan sedekah. Menurut Undang-Undang (UU) Wakaf Nomor 41 Tahun 2004, wakaf berarti perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum sesuai syaria.
Sementara, sedekah merupakan pemberian umat muslim kepada yang membutuhkan. Tanpa ada batasan nilai dan waktu pemberian. Hukum wakaf dan sedekah ini sunah, hal ini yang tertera dalam Al-Quran.
Selain dalam bentuk materi, Islam pun mengajarkan umatnya untuk berdonasi dengan pikiran, tenaga, dan waktu.
Tujuan dari saling memberi dan berbagi ini, selain untuk membersihkan diri dari dosa, juga untuk meringankan pihak yang membutuhkan dan merasakan kondisi orang lain yang kurang beruntung dari pemberi.
Sementara, gerakan filantropi menurut agama lain, seperti Budha dan Hindu juga tercatat di negeri ini. Banyak tokoh pengusaha lokal dan internasional melakukannya. Seperti belakangan terkabarkan, pendiri Microsoft yaitu Bill and Melinda Gates Foundation mendonasikan dana sebesar Rp136 miliar untuk riset menaklukkan virus Corona. Di Tanah Air, banyak pula pengusaha yang tergolong sebagai filantropis.
Bahkan, yang menariknya, Indonesia pun dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia. Lembaga amal Charities Aid Foundation (CAF) dalam laporan World Giving Index 2018 menetapkan ini. Solidaritas dan budaya gotong royong yang ada di semua daerah di Tanah Air, baik dalam pelembagaan adat maupun agama, menyuburkan aksi filantropi.
Yang dilakukan Awan dengan TDA di tingkat lokal, juga keluarga Carnegie di level internasional, atau siapapun filantropis lain, menunjukkan sisi kemanusiaan tanpa batas dan sekat. Dan, dalam arti luas memang pas jika sukses pengusaha diukur pula dari kedermawanannya. "Bisnis yang berhasil itu, jika kehidupan keluarga dan spiritualnya berhasil juga," pungkas Awan seperti mengamini persepsi ini. (Yatni Setyaningsih)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN