- Ekonomi
Edhy Tegaskan Rencananya Hapuskan Pelarangan Cantrang
21 Juli 2020 , 08:00

JAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan kembali rencananya untuk mencabut larangan penggunaan cantrang dalam proses penangkapan ikan.
Ia beralasan, rencana melegalkan penggunaan cantrang bertujuan mengakomodasi kebutuhan seluruh lapisan nelayan, baik nelayan skala kecil maupun besar.
Edhy menyebutkan, regulasi mengenai penggunaan cantrang sudah dalam tahap harmonisasi, dengan aturan tambahan agar keberadaan kapal cantrang tidak mengganggu nelayan pengguna alat tangkap lain.
“Yang paling jelas aturan soal cantrang perlu diatur. Karena ada nelayan kita yang tidak punya kapal, yang hanya memasang bubu di pinggiran. Ini juga jangan diganggu. Semua harus hidup, baik yang kecil maupun yang gede. Karena ini semua untuk ekonomi,” terang Edhy secara tertulis, Senin (20/7).
Aturan yang dimaksud di antaranya meliputi zonasi penangkapan kapal cantrang, ukuran dan panjang jaring.
Edhy menyebutkan, sebagian besar kapal cantrang di Indonesia dioperasikan oleh nelayan-nelayan kecil dengan kapal di bawah 30 GT, jumlahnya ada sekitar 5.000 kapal. Sementara kapal di atas 30 GT, menurut perhitungan dia, hanya ada 740 unit.
Bila dipaksakan dilarang, menurut Edhy, ekonomi nelayan kecil pengguna cantrang akan terganggu. Selain itu, ia meyakini bahwa cantrang tidak merusak lingkungan.
“Ada juga yang bilang kalau cantrang merusak karang. Bagaimana bisa, cantrang kena karang justru jaring cantrangnya yang rusak,” aku Edhy.
Muhammad Asep, Ketua Kelompok KUD Mina Bersama yang menaungi nelayan dua desa di Lampung Timur, mengaku berterima kasih bila aturan soal cantrang benar-benar dicabut. Selain mengganggu pendapatan nelayan, Asep mengaku cantrang juga menjadi ajang kriminalisasi oleh oknum aparat.
“Sekitar satu bulan lalu 5 kapal nelayan kami ditangkap di OKI oleh aparat. Tekong dipulangkan, ABK dipulangkan, cuma kapal masih ditahan. Kapal ini kapal kecil pak, di bawah 20 GT. Ada juga kapal yang menangkap dengan cantrang, tapi dibiarkan lepas,” aku Asep.
Ia menuturkan, nelayan kapal cantrang masih nekat melaut karena tidak memiliki alat tangkap lain. Dia pun berharap Edhy turun tangan membantu membebaskan lima kapal nelayan yang masih ditangkap.
Mendengar hal tersebut, Edhy meminta jajarannya berkoordinasi dengan pemda dan kepolisian.
Ia bahkan mengaku bahwa KKP sudah memiliki kesepakatan dengan Polri dan Kejaksaan Agung untuk mengedepankan pembinaan bila menemukan kesalahan nelayan di lapangan.
“Urusan sama nelayan sekarang urusan pembinaan. Kalau ada pelanggaran tentang alat tangkap atau ukuran kapal, diberi tahu, dikasih peringatan, dibina. Tapi tolong setelah dibina, harus diperbaiki kesalahannya,” tegasnya.
Ide Edhy sebagai pemimpin KKP, lagi-lagi mendapat perlawanan. Nelayan pantura Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, melakukan demonstrasi dan meminta KKP mengawasi penggunaan cantrang karena dianggap merusak lingkungan dan merugikan nelayan tradisional.
“Kami menolak tegas adanya kebijakan terkait penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan,” kata koordinator nelayan pantura Indramayu Junedi, seperti dikutip Antara, Sabtu (18/7).
Menurutnya, rencana KKP melegalkan cantrang sangat meresahkan para nelayan, khususnya yang berada di Kabupaten Indramayu.
Junedi menuturkan, saat ini kembali ditemukan nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan, seperti trawl, pukat harimau, cantrang, dan lainnya di laut wilayah Arafura. Hal inilah yang menyebabkan jaring nelayan rusak.
Nelayan lainnya, Ahmad Fauzan mengatakan, izin penggunaan cantrang, akan sangat merusak lingkungan karena jaring tersebut merusak pelung dan juga menangkap ikan kecil.
Pemilik kapal Sirojudin juga mengaku dirugikan dengan adanya jaring trawl, cantrang, dan pukat harimau, sebab sering merusak jaring nelayan tradisional. Padahal harga jaring tidak murah.
“Kita rugi bisa mencapai Rp2 miliar ketika jaring rusak terbawa trawl,” tuturnya.
Rencana pencabutan larangan cantrang ini pula yang disinyalir menjadi penyebab mundurnya Dirjen Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar, lantaran regulasi mengenai izin penggunaan cantrang ada di bawah tanggung jawab Ditjen Perikanan Tangkap.
Hal itu diungkapkan Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati beberapa waktu lalu.
Menurut Susan, keputusan yang diambil Zulficar tidak terjadi di ruang kosong dan ada kaitannya dengan kebijakan yang dikeluarkan Edhy, khususnya kebijakan izin ekspor benih lobster dan rencana revisi Permen 71/2016 yang akan mengizinkan kembali penggunaan alat tangkap yang merusak semacam cantrang.
“Ada persoalan serius di KKP sehingga, sosok semacam Zulficar memutuskan untuk mengundurkan diri,” ujar Susan seperti dikutip Antara, Kamis (16/7).
Dengan mundurnya Zulficar, Susan mendesak Menteri KP untuk mencabut Permen No.12 Tahun 2020 dan tidak melakukan revisi terhadap Permen 71 Tahun 2016 yang melarang penggunaan alat tangkap merusak. (Zsazya Senorita)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN