• Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Kultura

GAYA HIDUP

Dilema Sekolah Tatap Muka

KPAI mendata hanya 17% sekolah di Indonesia siap menjalankan metode belajar di kelas
03 Desember 2020 , 20:49
Seorang siswa sekolah dasar mengikuti kegiatan belajar tatap muka pada masa pandemi di Kota Dumai, Dumai, Riau, Rabu (7/10/2020). Sejumlah sekolah di Kota Dumai menerapkan pembelajaran tatap muka langsung satu minggu sekali dan pemberian tugas belajar di rumah pada masa pandemi COVID-19. ANTARAFOTO/Aswaddy Hamid
Seorang siswa sekolah dasar mengikuti kegiatan belajar tatap muka pada masa pandemi di Kota Dumai, Dumai, Riau, Rabu (7/10/2020). Sejumlah sekolah di Kota Dumai menerapkan pembelajaran tatap muka langsung satu minggu sekali dan pemberian tugas belajar di rumah pada masa pandemi COVID-19. ANTARAFOTO/Aswaddy Hamid

JAKARTA – Tri Wati (41) berjalan dengan tergopoh-gopoh siang itu. Setengah berlari, dia menuju gerai pulsa, tak jauh dari rumah. Tangan kirinya menggenggam telepon pintar, sedangkan tangan lainnya mengayun menjaga keseimbangan badan.

Ibu tiga anak ini bergegas membeli kuota internet. Fasilitas WiFi di rumahnya bermasalah.  Ibu ini tak ingin anaknya, Elang (11), terlambat mengirim tugas sekolah. Elang, anak keduanya yang masih kelas 5 sekolah dasar harus menyerahkan tugas segera. Di tengah khusyuk menjawab soal, jaringan internet malah tak bersahabat.  

“Tiba-tiba Wifi rumah bermasalah, tapi belum setor tugas. Langsung saya lari ke konter beli pulsa dadakan,” ujar Tri saat berbincang dengan Validnews, Kamis (26/11).

Insiden kehabisan paket bukan kali pertama dialami ibu ini. Banyak ibu lain juga mengalami hal serupa.

Padahal, mengurus rumah sambil mendampingi anak belajar daring sama sekali bukan hal mudah. Seringkali jam masak pagi berbarengan dengan munculnya tugas dari guru. Tri mengaku beberapa kali menunda dan membatalkan masak karena tugas sekolah sang anak datang.

Belakangan, sejak pandemi, tugas memadukan foto, mengambil video, dan mengirimkannya ke guru di sekolah Elang menjadi aktivitas utama pagi, selain memasak. Dia masih berasa beruntung. Sang anak jarang mengalami kesulitan mengerjakan tugas.

“Biasanya Elang mengerjakan (tugas) sendiri sih, baik mata pelajaran pengetahuan ataupun matematika. Aku tinggal koreksi sebelum besok dikumpulkan, tapi kalau Elang bingung terus tanya aku bantu memahamkan,” terang Tri.

Tri berpendapat, metode PJJ bak dua mata pisau bagi anak. Di satu sisi, metode ini dapat meminimalkan penularan covid-19 ke anak dan keluarga. Di sisi lain, PJJ mengurangi daya latih anak menghadapi kehidupan. Semua nilai yang biasa ditanamkan Tri beserta suami akan tanggung jawab pribadi saat Elang di luar rumah, hilang ketika metode belajar di sekolah diubah menjadi PJJ. 

Persoalan lain mulai muncul. Metode PJJ tahap pertama sempat membuat berat badan Elang naik. Elang bisa belajar dengan santai bila dilakukan sambil ngemil atau mendengarkan musik kesukaan.

Namun, semua itu berubah saat memasuki PJJ fase kedua, saat Elang naik kelas 5. Elang mengaku kesulitan mengikuti pelajaran. Ditambah beban pelajaran semakin banyak. Semua itu membuat berat badannya turun lima kilogram.

Kini, pemerintah bakal mengizinkan sekolah menyelenggarkan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka pada Januari 2021. Murid bisa kembali belajar di kelas dengan kapasitas setengah dari kapasitas ruang kelas. Namun itu semua tergantung kesediaan orangtua memberi izin atau tidak. Murid yang tidak mengantongi izin orangtua, boleh mengikuti KBM daring.

Daftar Isian
Salah satu orang tua siswa, Rahma (40) warga di Bekasi, Jawa Barat, sudah menetapkan pilihan. Dia tidak akan memberikan restu kepada anak semata wayangnya untuk sekolah tatap muka. Sebab, vaksin covid-19 belum pasti tersedia dalam waktu dekat.

Rahma mengamini, sekolah dari rumah membuatnya pusing dan kerepotan. Namun ia siap mengambil risiko itu, ketimbang anaknya yang masih duduk di kelas 5 SD berpotensi terpapar covid-19. Meski sama mengeluhnya dengan Tri, dia berpikir tetap lebih baik ketimbang membolehkan sang anak bersekolah.

“Walaupun sudah sekolah tatap muka, aku enggak akan kasih izin ke anakku,” ujar Rahma kepada Validnews, Jumat (27/11).

Putusan pemerintah tercermin dari kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Aturan larangan sekolah tatap muka yang sudah berlangsung selama delapan bulan, dicabut.

"Mulai Januari 2021 kebijakan pembelajaran tatap muka dimulai dari pemberian izin oleh pemerintah daerah atau kantor wilayah atau kantor Kementerian Agama dan tetap dilanjutkan dengan izin berjenjang dari satuan pendidikan dan orangtua," kata Nadiem, Jumat (20/11).

Mantan bos Gojek itu menyebutkan, satuan pendidikan harus terlebih dahulu mengisi daftar periksa perihal kesiapan pembelajaran tatap muka. Sementara kewenangan pembelajaran tatap muka diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing. Kepala daerah nantinya bertugas menilai dan memutuskan bisa digelarnya pertemuan tatap muka.

Tak hanya itu, tingkat risiko penyebaran covid-19 juga menjadi syarat mutlak acuan pembukaan. Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa, akses terhadap sumber belajar dan kemudahan belajar dari rumah, dan kondisi psikososial peserta didik wajib dipertimbangkan.

Dilema
Persoalan PJJ dan pertemuan tatap muka diakui menjadi dilema. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menjelaskan, orangtua sudah kewalahan mendampingi anak belajar di rumah. Hal yang terjadi pada Tri dan Rahma juga terjadi pada orangtua lain selama pandemi.

Bahkan, Retno mengaku, lembaganya sudah berulang kali berteriak soal kondisi di lapangan selama berlangsungnya PJJ.

“Ketika PJJ baru dimulai dan ada ratusan pengaduan dari anak-anak, kami melakukan advokasi, kami melakukan survei, penilaian terkait PJJ pada fase pertama sudah kami sampaikan kepada kementerian,” ujar Retno saat berbincang dengan Validnews, Rabu (25/11) malam.

Retno mengatakan, KPAI pernah diundang rapat koordinasi nasional mengenai PJJ. Pada saat itu, KPAI memberikan masukan ihwal harus adanya perubahan kurikulum selama PJJ. Sebab, kondisi sekolah normal dan sekolah dengan metode PJJ jauh berbeda. Jadi, KPAI melihat perlu adanya perubahan kurikulum.

Usai rakornas, Kemendikbud memang menjalankan beberapa masukan KPAI. Salah satunya penyederhanaan kurikulum. Sayangnya, hal itu tidak tersosialisasi dengan baik sehingga kebijakan yang dibuat di pusat itu tak sampai ke akar rumput di daerah.

“Kebijakannya juga dianggap membingungkan karena kurikulum (guru) disuruh milih mau pilih yang mana, itu menyulitkan,” ujar Retno.

Mantan Ketua Forum Musyawarah Guru Jakarta itu mengungkapkan, permasalahan di PJJ fase pertama dan kedua tidak banyak berubah. Hanya saja, kata Retno, PJJ fase kedua pada bulan Juli berjalan lebih berat. Penilaian ini muncul karena anak-anak sekolah naik kelas. Otomatis, hal itu membuat sang anak harus beradaptasi lagi.

Penyesuaian dengan wali kelas baru, teman baru, lingkungan baru dan pelajaran-pelajaran baru dilakukan dengan cara tak langsung. Para murid di rumah harus beradaptasi dengan lingkungan yang belum pernah mereka temui.

“Masalahnya lebih berat lagi. karena kalau yang sebelumnya sempat ketemu sembilan bulan, tatap muka, kali ini enggak. Materinya baru, kemudian interaksi tidak ada. (Guru) Hanya memberi tugas-tugas, akhirnya PJJ fase kedua justru lebih berat dirasakan anak-anak dan rasa stres anak-anak sudah menumpuk,” ujar Retno.

Selama 8 bulan terakhir KPAI mengaku telah menyambangi 48 sekolah di 12 kabupaten/kota di 8 provinsi. Dari kunjungan itu, hanya 17% sekolah siap menjalankan metode tatap muka. Komisi ini mengusulkan, kementerian seharusnya membuat pemetaan. Harus bisa melihat mana sekolah yang siap dan tidak.  

Kerangka konsep sekolah tatap muka, nantinya akan dicampur dengan sekolah jarak jauh. Misalnya, dalam satu minggu ada satu hari sekolah tatap muka. Selebihnya sekolah tetap digelar daring. Kelas tatap muka itu, digelar untuk materi-materi yang sulit disampaikan melalui daring. Dengan sistem seperti itu, diharapkan bisa mengurangi stres anak-anak.

KPAI bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sudah membahas wacana sekolah tatap muka. Keduanya memiliki pandangan yang sejalan.

Kondisi di Jakarta
Kondisi di lapangan selama penerapan PJJ yang digambarkan Retno sama seperti apa yang dikatakan Nur Pawaidudin, Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta.

Menurut Nur, PJJ fase pertama menimbulkan keresahan di kalangan sekolah dan guru karena banyak guru yang gagap teknologi. Para guru Madrasah Tsanawiyah (MTs) di bawah komando Kanwil Kemenag DKI Jakarta kebingungan. 

“PJJ ini kendala utama adalah tentang gagap teknologi di awal-awal. Di bulan Maret semua orang tidak pernah siap untuk itu. Itu klasik saya pikir, orang tidak kenal alat bantu, kayak Google Classroom, segala macam,” ujar Nur kepada Validnews Kamis (26/11).

Selain gagap teknologi, minimnya fasilitas alat bantu seperti laptop dan telepon pintar menjadi persoalan lain. Hal itu melanda guru dan anak-anak di Ibu Kota Jakarta.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta menemukan sebanyak 171.988 peserta didik di Jakarta tak punya telepon seluler. Pendataan yang dilakukan selama September–Oktober 2020 itu juga mengungkapkan sebanyak 12.649 tenaga pengajar tak punya alat bantu mengajar.

Kalaupun memiliki gawai, peserta didik atau guru menghadapi persoalan lainnya, kuota internet. Metode PJJ dianggap menjadi lebih sulit bagi guru dan komite sekolah madrasah di Jakarta.

“Dari sisi pembentukan karakter (akhlakul karimah) susah. Di tatap muka itu ada pembiasaan tadarus alquran, Salat duha, Salat zuhur berjemaah, kan begitu. Selama PJJ, ya tetap dilakukan tapi tidak maksimal seperti pada saat tatap muka,” ujar Nur.

Nur mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta terkait sekolah tatap muka. Rapat terakhir antara Kanwil Kemenag DKI dan Pemprov DKI Jakarta masih membahas standar operasional prosedur (SOP) untuk di sekolah. 

Mekanisme anak sekolah yang diantar sampai ke sekolah, juga harus dibahas tuntas. Sampai di titik mana sang pengantar bisa menurunkan peserta didik. Kemudian bagaimana metode yang dipakai untuk murid yang berangkat menggunakan kendaraan umum seperti angkot. Hal itulah yang krusial harus dipikirkan.

Selain itu, sekolah dirancang tanpa kantin dan jam istirahat sehingga selesai belajar lalu langsung pulang. Pulang pun nantinya dibuat bergantian. Meski masih belum matang, pembahasan antara disdik dan madrasah serta sekolah di wilayah Jakarta telah mengerucut ke arah tersebut, kata Nur.

Bagaimana tanggapan Pemprov DKI Jakarta terhadap wacana ini, belum mengemuka. Hingga tulisan ini dibuat, Nahdiana Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta belum merespons permintaan wawancara dari Validnews. Sementara Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi Nurhati menolak permintaan wawancara kami.

“Maaf, untuk wawancara langsung ke kepala dinas saja, ya,” ujar Susi kepada Validnews, Selasa (2/12).

Dari sisi medis, Epidemiologi Universitas Indonesia Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono menilai sekolah di zona oranye dan merah harus menahan diri menggelar tatap muka. Sekolah di kedua zona seharusnya tidak menggelar sekolah tatap muka pada Januari 2021.

“Kalau saya menganjurkan tidak masuk untuk daerah oranye atau merah. Silakan masuk daerah hijau, dengan syarat mereka melakukan tes sebelum masuk sekolah,” ujar Tri kepada Validnews, Sabtu (28/11).

Idealnya, menurut Tri, sekolah menggelar tatap muka pada Juni 2021 dengan syarat orang-orang di daerah tersebut telah mendapat vaksinasi.

Pendapat Tri itu dilatarbelakangi pengalamannya saat menangani penyebaran covid-19 di sebuah perusahaan kecil dengan 400 karyawan. Di perusahaan itu terdeteksi 120 orang positif covid-19. Padahal, perusahaan sudah menerapkan protokol kesehatan dengan sangat ketat. Ada rapid test dan swab test sebelum kantor dibuka.

“Itu saja bocor. Ada 120 kasus dari 400. Apalagi anak sekolah yang tidak bisa dibatasi, itu ratusan di sekolah. Menyeramkan, banyak sekolah yang masuk. Apalagi ada tukang-tukang jajannya. Aduh, susah deh,” tandas Tri.

Mengizinkan sekolah menyelenggarakan belajar tatap muka memang berisiko. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan orangtua harus mempertimbangkan matang-matang konsekuensinya. Semua unsur penting harus dikalkulasi hingga minim konsekuensi. (Muhammad Fadli Rizal)

  • Share:

Baca Juga

Nasional

KPAI: Banyak Sekolah Belum Siap Belajar Tatap Muka

  • 16 Januari 2021 , 10:26
Kultura

Babi Salah Satu Hewan Terpintar

  • 15 Januari 2021 , 19:17
Nasional

Guru Divaksin, Prokes di Sekolah Tak Berhenti

  • 15 Januari 2021 , 14:49

Tulis Komentar

Lupa Password?

ATAU

MASUK DENGAN

Facebook
Google+
Belum memiliki Akun? Daftar Sekarang

Belum ada komentar.

Vista

Beton Pertahanan Kesebelasan Indonesia


  • Terbaru

Mencari Kedelai Pengganti Tempe
16 Januari 2021 , 21:00

Protein nabati pada kedelai paling lengkap. Rasanya membuat sulit tergantikan

Menparekraf Poles Daya Tarik Desa Wisata Bilebante
16 Januari 2021 , 18:00

Healthy Tourism cocok diterapkan pada Desa Wisata Bilebante

Ada Batu Rusia di Natuna
16 Januari 2021 , 18:00

Batu itu dimaknai sebagai hubungan Indonesia dan Rusia kala itu

Mencari Kedelai Pengganti Tempe
16 Januari 2021 , 21:00

Protein nabati pada kedelai paling lengkap. Rasanya membuat sulit tergantikan

Makanan Beku Untuk Kondisi Tak Menentu
15 Januari 2021 , 21:00

Sekitar 60% orang Indonesia lebih banyak ngemil selama pandemi dibandingkan sebelumnya

Upaya Semesta Meredam Kekerdilan
14 Januari 2021 , 21:00

Ibu hamil yang kemungkinan melahirkan anak stunting harus mendapatkan pengawasan ketat

Mendamba Tempe Selalu Di Meja
12 Januari 2021 , 21:00

Kisruh naiknya harga kedelai berulang terjadi. Selama enam tahun terakhir ini kenaikannya pesat

Simalakama Wasit Sepak Bola
11 Januari 2021 , 17:56

Untuk dapat pemasukan, kerja serabutan diandalkan. Perhatian stakeholder utama tak terasa

Dilema Bansos Tunai
09 Januari 2021 , 18:00

Selain tak tepat sasaran, budaya konsumtif penerima juga menjadi masalah

Cuan Yang Terselip di Bisnis Jastip
08 Januari 2021 , 21:00

Jastip bisa jadi usaha sampingan sekaligus upaya untuk membangun jaringan bisnis selanjutnya

  • Fokus
  • Paradigma

Krisis Repetitif Kedelai
15 Januari 2021 , 16:00

Tingkat konsumsi kedelai masyarakat Indonesia mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 7,97 kg/kapita/tahun

GAYA HIDUP

Panen Protein Dari Ikan Sendiri
14 Januari 2021 , 13:05

Harga tahu dan tempe tak lagi murah sejak kedelai melangka. Ikan sebagai sumber panganan dengan kandungan protein tinggi jadi alternatif strategis.

KESRA

Bantuan Tunai Dan Pilihan Yang Membuai
11 Januari 2021 , 09:17

Pada dasarnya, apapun pilihan bantuannya, selalu ada risiko hasil tak sesuai dengan tujuan.

PSBB Total, MRT Lakukan Penyesuaian Operasional
14 September 2020 , 10:47

Ada pembatasan jumlah penumpang menjadi 62 -67 orang dalam satu kereta

BERSAMA BIJAK TANGGAPI BENCANA

Urgensi Ketegasan Dalam Penanganan Covid-19 di Indonesia
27 Maret 2020 , 20:00

Ada indikasi bahwa pemerintah seolah gamang, dalam mengambil tindakan tegas untuk penanganan Covid-19

MENYESAP BAHAGIA DENGAN BERDERMA

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati
03 Februari 2020 , 18:19

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati

 
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer & Privacy Policy
  • Kontak
© Copyright validnews.co. All rights reserved.