- Nasional
DPR Minta Desain Tunggal Tata Ruang
14 Januari 2021 , 19:27

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkoordinasi menata desain tata ruang untuk seluruh wilayah Indonesia. Koordinasi ini meliputi lintas sektor kementerian maupun daerah.
"Kalau tidak dibuat desain rancangan tata ruang dan tata wilayah yang memadai, lingkungan, bisa rusak," ujar Dedi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KLHK di Jakarta, Kamis (14/1).
Meski pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RDTR atau RTRW menjadi kewenangan pemerintah daerah, perlu ada intervensi dari pemerintah pusat dalam mendesain tata ruang seluruh Indonesia.
Pasalnya, problem yang masih ditemukan di lapangan adalah kecurangan masa lalu dalam memetakan peruntukan lahan yang dibuat di daerah serta kurangnya pengawasan di tingkat provinsi.
"Di Jawa Barat misalnya, keluar tol Cileunyi sampai ke Garut. Itu seluruh pinggir jalan, itu jadi wilayah penambangan. Dan kemarin tanahnya banyak yang ambruk. Saya tanya mereka, ternyata mereka ada izinnya. Lalu di tata ruangnya juga diperbolehkan untuk itu," ujar Dedi.
Masalah lain terkait tata ruang adalah masih adanya perbedaan penetapan peruntukan lahan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah. Anggota DPR RI Komisi IV daerah pemilihan provinsi Maluku Utara, Alien Mus mengatakan, problem ini sering dijumpai di banyak daerah di wilayah Indonesia.
"Apa yang harus ditindaklanjuti KLHK, dalam menentukan suatu kawasan hutan, benar-benar harus melihat sistem dan geografis dari suatu daerah tersebut. Agar RTRW menjadi acuan utamanya. Kalau tidak, bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," kata Alien.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Sigit Hardwinarto mengatakan, KLHK sudah membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dalam mendesain tata ruang terutama kaitannya dengan kawasan hutan. Seluruh provinsi harus menggunakan kajian itu agar kondisi lingkungan hidupnya terjaga.
Selain itu, pemerintah juga sedang mengusahakan peta tunggal untuk menghindari terjadinya tumpang tindih data antara pusat dan daerah.
"Jadi sekarang pusat daerah punya peta, kabupaten kota punya peta. Nah ini nanti akan disatukan di dalam bentuk peta tunggal yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), yang dijadikan landasan supaya tidak terjadi lagi tumpang tindih," kata Sigit. (Seruni Rara Jingga)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN