- Ekonomi
DPR Ingatkan Pemerintah Agar Realistis Tetapkan Target Lifting Minyak
14 Januari 2021 , 20:06

JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah untuk menghitung ulang rencana realisasi target lifting minyak 1 juta barel per hari atau bph pada tahun 2030. Ia menegaskan, jangan sampai rencana tersebut hanya bagus di atas kertas tapi sulit diwujudkan.
Sebab, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini menilai, target itu sangat ambisius. Ia mengatakan, pemerintah harus bekerja lebih keras untuk mewujudkan lifting minyak 1 juta bph, jika tidak ingin mengubah target tersebut.
Mulyanto juga mengingatkan bahwa target lifting minyak dalam APBN terus melorot dari tahun ke tahun. Contoh saja pada 2019, target lifting minyak ditetapkan sebesar 775 bph, kemudian turun menjadi 755 bph pada 2020. Tahun ini, target dimaksud kembali turun menjadi 705 bph.
Sementara realisasinya, setiap tahun tidak mencapai target APBN secara 100%, kecuali yang terjadi pada periode 2020 karena target lifting minyak mengalami revisi akibat adanya pandemi. Sehingga Mulyanto menyimpulkan bahwa target lifting minyak sebesar 1 juta bph pada 2030 merupakan target yang cukup ambisius.
Bila upaya pemerintah menaikkan lifting minyak tidak terwujud, maka defisit transaksi berjalan sektor migas Indonesia akan tetap bengkak. Pada 2019, ia menginformasikan defisit perdagangan migas Indonesia sebesar US$9,4 miliar, yang terutama didominasi oleh minyak hasil olahan atau BBM sebesar US$11.7 miliar.
“Sayangnya sampai hari ini beberapa indikator terkait lifting minyak tersebut masih memperlihatkan tanda-tanda yang kurang menggembirakan,” sambung Mulyanto dalam siaran persnya, Kamis (14/1).
Salah satunya dari sisi investasi. Mengutip laporan Kementerian ESDM, Mulyanto menyebutkan nilai investasi migas tahun 2020 menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebutkan, sepanjang 2020 realisasi investasi sektor ini mencatatkan angka US$24,4 miliar. Padahal di tahun sebelumnya, realisasi investasi sektor ESDM mencapai US$33,2 miliar sehingga terhitung anjlok sebesar 26,5% secara tahunan atau year on year (yoy).
Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini menyebutkan, kinerja investasi migas tahun 2020 merupakan capaian terburuk dalam 10 tahun terakhir. Padahal pencapaian target lifting minyak 1 juta bph memerlukan giant discovery, melalui eksplorasi yang massif dengan investasi raksasa juga.
“Kalau investasi di sektor ini melorot maka mana mungkin target lifting itu bisa tercapai,” ungkapnya.
Untuk merealisasikan target lifting minyak tersebut Mulyanto minta pemerintah mengelola semua blok migas secara optimal. Salah satunya Blok Rokan yang akan dialihkelola dari Chevron ke Pertamina, pada Agustus tahun ini.
Pasalnya, Blok Rokan merupakan ladang eksploitasi migas terbesar kedua setelah Blok Cepu. Sehingga blok ini diharapkan mampu berkontribusi besar dalam realisasi target lifting minyak 1 juta bph.
Mulyanto pun berpandangan pemerintah perlu mengoptimalkan investasi di Blok Rokan ini. Jika tidak maka risiko penurunan lifting minyak di blok tersebut adalah suatu keniscayaan, yang akan mempengaruhi realisasi target lifting minyak secara nasional.
Baca Juga:
Hal lain yang menurut Mulyanto perlu dibenahi pemerintah dalam merealisasikan target lifting minyak adalah pembentukan lembaga khusus yang bertanggung jawab dalam urusan hulu migas.
Sebab ia menilai kelembagaan hulu migas yang ada, yakni SKK Migas bersifat sementara, yakni berupa satuan kerja di bawah Kementerian ESDM. Menurutnya, diperlukan revisi UU Migas untuk mengakomodasi keputusan MK yang membatalkan Badan Pelaksana Hulu Migas.
Mulyanto meyakini Indonesia membutuhkan kelembagaan hulu migas yang kuat dan efektif dalam menjalankan pengelolaan dan pengusahaan hulu migas nasional.
“Tidak cukup lembaga sementara seperti SKK Migas, yang tidak memiliki otoritas bagi pengusahaan hulu migas untuk dapat mewujudkan target ambisius lifting minyak 1 juta bph pada tahun 2030,” tandasnya. (Zsazya Senorita)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN