- Megapolitan
DBD Yang Terlupakan
29 Mei 2020 , 16:00

Oleh dr. Melati Arum Satiti, SpA, MMPaed, MSc*
Tak dapat dimungkiri, sejak Maret 2020 pikiran masyarakat dunia, termasuk Indonesia, terfokus pada covid-19. Padahal, di lain pihak, saat ini dokter spesialis anak (DSA) juga bergulat dengan penyakit yang tak kalah berbahaya, yakni demam berdarah dengue (DBD).
Tercatat, setiap tahun kurang lebih 500 ribu dari 50 juta manusia terinfeksi virus dengue membutuhkan rawat inap. Dari jumlah tersebut, 90%-nya adalah anak-anak. Pada bulan April 2020 saja, misalnya, Kementerian Kesehatan RI melaporkan angka kematian DBD tercatat sebanyak 254 orang dan terus bertambah sejak awal tahun.
Melihat kondisi yang mengkhawatirkan ini, orang tua tentunya harus sigap mendeteksi gejala-gejala DBD sejak dini. Oleh sebab itu, untuk lebih memahami tentang gejala awal DBD, berikut beberapa hal yang perlu orang tua ketahui.
Demam Sebagai Gejala Khas DBD
Gejala awal DBD umunya dimulai dengan demam yang mendadak tinggi dan dapat mencapai 40oC. Kondisi tersebut dapat berlangsung selama 2–7 hari. Bahkan, pada beberapa kasus, demam dapat berlangsung terus–menerus.
Demam kemudian dapat turun dengan pemberian anti–piretik atau obat penurun demam. Namun, suhu kemudian akan naik kembali. Istilahnya, pola demam pada pasien yang terjangkit DBD seperti pelana kuda yang bergantung dari fase penyakitnya.
Pertama, fase demam. Pada fase ini, penderita akan mengalami demam tinggi akibat meningkatnya jumlah virus dalam darah. Demam yang tinggi juga dapat menyebabkan kejang demam dan dehidrasi.
Oleh sebab itu, orang tua harus curiga bila anak mendadak mengalami demam tinggi. Waspadai kondisi ini karena bisa jadi anak telah terinfeksi DBD. Jika tidak ditangani dengan baik, terutama pada fase kritis, kondisi akan semakin membahayakan.
Fase kedua adalah fase kritis. Pada fase ini, suhu tubuh penderita sudah menurun, namun cairan merembes atau berpindah keluar dari pembuluh darah. Hal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya kekurangan cairan berat atau syok.
Fase kritis umumnya berlangsung selama 24—28 jam. Sementara itu, kondisi berbahaya yang dapat terjadi pada fase kritis adalah sindrom syok dengue atau expanded dengue syndrome.
Adapun tanda-tanda seorang anak mengalami perembesan cairan yang berat adalah kaki dan tangan menjadi dingin, sesak napas, jantung berdebar, kesadaran menurun (bicara kacau, sulit dibangunkan, atau tidak sadar), badan membengkak, kencing sedikit dengan warna lebih pekat, nyeri perut hebat, dan muntah terus–menerus.
Bila fase kritis tertangani dengan baik dalam 24—48 jam, cairan akan kembali ke dalam pembuluh darah. Fase ini disebut fase penyembuhan. Pada fase ini, beberapa orang dapat mengalami demam, namun tidak terlalu tinggi. Sementara itu, ada pula yang tidak mengalami demam.
Jika ditangani dengan benar, kondisi anak pada fase ini pun akan membaik. Hal ini ditandai dengan kaki dan tangan menjadi lebih hangat, sesak berkurang, jantung tidak berdebar, kesadaran membaik, bengkak menghilang, kencing banyak dengan warna jernih, serta nyeri perut dan muntah berkurang.
Gejala Lain pada DBD
Selain demam, pada kasus penderita DBD dapat juga ditemukan kondisi wajah menjadi kemerahan, serta mengalami nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri tenggorokan. Selain itu, bisa juga pada kulit ditemukan bintik–bintik merah sampai kebiruan. Lebih lanjut, perdarahan berupa mimisan, muntah darah, buang air besar (BAB) hitam, atau kencing berdarah juga dialami beberapa penderita DBD.
Langkah-langkah yang Harus Dilakukan Orang Tua
Ketika anak mendadak mengalami demam tinggi, orang tua harus berusaha tetap tenang dan berpikir jernih. Hal ini tentunya untuk menghindari kepanikan yang dapat berujung pada salah penanganan pada anak.
Pertama-tama, berikan obat penurun demam dan kompres anak untuk mencegah terjadinya kejang demam. Selain itu, berikan juga asupan minum yang cukup untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat demam. Kecukupan cairan pada anak dapat ditandai dengan jumlah kencing yang banyak dan berwarna jernih.
Selanjutnya, biarkan anak beristirahat dengan nyaman terlebih dahulu. Bila sekiranya demam tidak membaik dalam dua hari, segera bawa ke dokter untuk pemeriksaan lanjutan.
Apabila hasil pemeriksaan laboratorium yang ditemukan antara lain terjadi peningkatan hematokrit, penurunan jumlah trombosit disertai dengan NS1 positif, IgM Dengue positif, dan IgG Dengue positif, berarti anak positif terserang DBD.
Terakhir, segera bawa anak ke rumah sakit bila didapatkan perdarahan atau tanda–tanda perembesan cairan yang berat.
DBD Dapat Dicegah
Cara mencegah penularan DBD adalah dengan memusnahkan media pembawa virus dengue, yaitu nyamuk Aedes aegipty dan Aedes albopictus. Kedua nyamuk tersebut menularkan virus dengue saat menghisap darah dari satu manusia ke manusia lainnya.
Oleh karena itu, pemerintah menghimbau melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M plus seperti anjuran Kemetrian Kesehatan RI. Ajuran 3M tersebut, meliputi menguras/membersihkan tempat penampungan air; menutup rapat tempat penampungan air; dan memanfaatkan kembali limbah barang bekas (daur ulang).
Adapun tambahan “plus”-nya adalah beberapa upaya pencegahan tambahan, seperti memelihara ikan pemakan jentik nyamuk; menggunakan obat anti nyamuk; memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi; membersihkan lingkungan secara gotong royong; memeriksa tempat-tempat penampungan air; meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup; memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras; memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar; dan menanam tanaman pengusir nyamuk.
Orang tua hendaknya waspada karena wabah DBD umumnya akan mulai meningkat pada pertengahan musim penghujan. Salah satu penyebabnya adalah semakin banyak tempat nyamuk untuk berkembang biak karena banyaknya genangan air. Tak heran, hampir setiap tahun wabah DBD digolongkan dalam kejadian luar biasa (KLB).
Vaksin Dengue (CYD–TDV)
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan rekomendasi pemberian vaksin dengue pada usia 9 tahun. Vaksin dengue diberikan sebanyak 3 kali dengan interval antarpemberian kurang lebih 6 bulan. Namun demikian, orang tua diimbau untuk berkonsultasi dengan DSA sebelum melakukan vaksinasi dengue.
Saat ini vaksin dengue yang beredar mengandung 4 serotipe virus dengue, yaitu den–1, den–2, den–3, dan den–4, dengan nama chimeric yelow fever tetravalent dengue vaccine (CYD–TDV). World Health Organization melaporkan bahwa vaksin CYD–TDV dapat mengurangi derajat keparahan DBD dan mengurangi durasi perawatan di rumah sakit.
Demikian penjelasan singkat mengenai DBD pada anak yang diharapkan dapat memberikan pencerahan kepada para orang tua. Saat ini, World Health Organization memiliki target untuk menurunkan angka kematian akibat DBD minimal 50% pada tahun 2020. Tentunya, penurunan angka kematian akibat DBD akan tercapai apabila pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat dapat bekerja sama dengan baik.
*) Dokter Spesialis Anak, relawan covid–19 di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Banten, Alumni Universitas Indonesia (Master Health Technology Assessment, Universiteit Twente Belanda).
Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan kebijakan institusi tempat penulis bekerja.
Referensi
- Kementrian Kesehatan RI. Situasi penyakit demam berdarah di Indonesia tahun 2017. Indonesia: Kementrian Kesehatan. 2017. [diakses pada Mei 2020]. Tersedia di https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf
- Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Infeksi emerging: covid–19. Indonesia: Kementrian Kesehatan. 2020. [diakses pada Mei 2020]. Tersedia di https://infeksiemerging.kemkes.go.id/
- Chairunnisa N. Di tengah corona, jumlah kematian akibat dbd mencapai 254 orang. DKI Jakarta: Tempo. 2020. [diakses pada Mei 2020]. Tersedia di https://nasional.tempo.co/read/1328756/di-tengah-corona-jumlah-kematian-akibat-dbd-capai-254-orang/full&view=ok
- Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan tata laksana infeksi virus dengue pada anak. Edisi ke–1. Jakarta: UKK infeksi dan penyakit tropis ikatan dokter anak Indonesia. 2014.
- Ranuh IG, Hadinegoro SR, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, Gunardi H, dkk. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke–2. Jakarta: Satgas imunisasi–Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2017.
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN