- Ekonomi
Cegah Kartel, Tata Niaga Gula Diminta Untuk Dievaluasi
14 November 2018 , 09:28

JAKARTA – Terus rembesnya gula rafinasi ke pasar membuat kebijakan tata niaga gula di Tanah Air dipertanyakan. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pun meminta pemerintah mengkaji ulang dan mengevaluasi tata niaga yang ada guna bisa menghadirkan kebijakan yang lebih apik.
"Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap beberapa peraturan dalam tata niaga gula nasional,” tegas Kepala Penelitian CIPS Hizkia Respatiadi di Jakarta, Selasa (13/11) malam, seperti dilansir Antara.
Salah satunya aturan yang menurutnya mesti segera direvisi adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2015 Pasal 5 (2). Dalam beleid tersebut disebutkan, pemerintah hanya memberikan lisensi impor gula kepada BUMN.
Namun, perizinan impor hanya kepada BUMN dipandang akan membuat oligopolistik di dalam impor gula nasional. Pasalnya, jumlah importir yang terlibat terbatas oleh izin tersebut. Pada akhirnya, pengimpor gula yang merupakan BUMN, memiliki kontrol besar untuk mengendalikan harga dan jumlah gula yang diimpornya.
"Revisi ini penting untuk mendorong terciptanya proses pemberian lisensi yang lebih adil dan transparan untuk mencegah terjadinya praktik kartel," ucapnya lagi.
Apabila aturan tata niaga terkait impor ini bisa direformasi segera, Hizkia yakin, perusahaan-perusahaan yang terkait dengan industri gula akan lebih enggan menimbun stok. Mereka diyakini akan berpikir ribuan kali, jika hendak melakukan spekulasi harga. Pasalnya, mereka harus menghadapi persaingan yang semakin ketat seiring bertambah banyaknya importir gula.
Di sisi lain, konsumen yang tak lain adalah industri akan memiliki lebih banyak pilihan. Hal tersebut karena adanya pasokan gula dari para importir yang jumlahnya semakin bertambah.
Namun, CIPS mengingatkan, pemerintah mesti tetap mengontrol jumlah gula yang diimpor sebagaimana yang ada diatur dalam Permendag Nomor 117 Tahun 2015 Pasal 3.
Dalam Permendag tersebut jelas tercantum, jumlah impor gula harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di dalam negeri. Impor gula pun hanya dilakukan dengan tujuan mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga gula nasional.
Mengenai gula impor sendiri, sampai Agustus 2018 ini tercatat sebanyak 2,97 juta ton gula telah diimpor ke Indonesia. Jenisnya sendiri termasuk raw sugar yang lebih diperuntukkan untuk kebutuhan industri.
Kebutuhan gula nasional setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu konsumsi masyarakat dan kebutuhan industri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi gula pasar masyarakat pada 2018 ini mencapai 1,3 ons atau setara 6,76 kilogram dalam setahun. Artinya kebutuhan gula untuk konsumsi masyarakat sudah mencapai 1,69 juta ton dalam setahun.
Kebutuhan industri jauh lebih besar. Tahun 2018 ini, diperkirakan kebutuhan gula industri mencapai 3,6 juta ton. Angka ini naik 5,88% dibandingkan kebutuhan gula industri pada 2017 sebesar 3,4 juta ton.
Berbanding terbalik dengan kebutuhan yang meningkat, produksi gula nasional justru tampak menurun. Mengutip data publikasi BPS terkait Statistik Tebu Indonesia 2017, produksi gula nasional pada tahun lalu hanya mencapai 2,19 juta ton. Jumlah ini turun 7,20% dibandingkan produksi di tahun 2016 sebesar 2,36 juta ton.
Tindak Tegas
Terkait gula impor yang hampir menyentuh angka 3 juta ton di tahun ini, Kementerian Perdagangan pun terus berupaya agar gula rafinasi tersebut tidak beredar di pasaran sebagai gula untuk konsumsi masyarakat.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih menegaskan, pihaknya akan terus mengontrol agar tidak ada perembesan gula rafinasi. Jikalau ditemukan, pelakunya akan segera ditindak.
"Kalau Kementerian Perindustrian memastikan impor gula rafinasi sesuai dengan kebutuhan industri. Kalau Kementerian Perdagangan melihatnya di pasar, apakah ada rembesan atau tidak. Kalau ada, berarti ilegal," tukas Karyanto.
Ia memaparkan, izin impor gula rafinasi untuk industri sendiri ditetapkan dalam rapat koordinasi tingkat Kemenko Perekonomian yang dihadiri oleh kementerian teknis. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian melalui wewenangnya dapat mengecek langsung kebutuhan gula rafinasi untuk industri, kemudian memastikan seluruh impor gula rafinasi tersebut dimanfaatkan sesuai besaran impor yang diajukan.
"Kalau melanggar, Kemenperin akan memberikan sanksi. Jangan sampai pengajuannya tidak sesuai. Jadi, sudah ada aturannya," ucap Karyanto lagi. (Teodora Nirmala Fau)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN