- Ekonomi
CIPS: Perluasan Lahan Bukan Satu-satunya Cara
12 Januari 2021 , 16:11

JAKARTA – Center for Indonesian Policy Studies mengingatkan pemerintah, ekstensifikasi atau perluasan lahan bukanlah satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan nasional.
Saat ini, perluasan lahan pertanian sulit dilakukan mengingat keterbatasan jumlah lahan yang memungkinkan untuk bertani, hingga jumlah penduduk yang terus meningkat.
"Faktor lain, gencarnya industrialisasi dan pembangunan infrastruktur juga menjadi salah satu penyebab sulitnya mewujudkan perluasan lahan pertanian. Keduanya tidak jarang malah harus mengorbankan lahan pertanian," kata Head of Research CIPS Felippa Ann Amanta, Jakarta, Selasa (12/1).
Selanjutnya, faktor perubahan jumlah penduduk yang terus meningkat juga perlu diperhatikan. Felippa menilai, laju pertumbuhan penduduk Indonesia terjadi sangat cepat.
BPS memperkirakan, pada 2045, populasi Indonesia akan mencapai 319 juta orang. Penambahan jumlah penduduk harus diiringi dengan peningkatan produktivitas pertanian untuk menyediakan pangan kepada seluruh masyarakat.
"Lahan sifatnya terbatas, namun produktivitas akan bisa terus ditingkatkan," ujarnya.
Karenanya, peningkatan produktivitas pertanian di lahan yang ada dapat dilakukan oleh pengambil kebijakan. Misalnya, melalui pengembangan kapasitas petani, pengembangan bibit berkualitas, maupun penggunaan alat-alat pertanian yang lebih efisien dan pembaharuan metode tanam.
Ia menjelaskan, penggunaan beragam alat pertanian yang lebih efisien dengan pembaharuan metode tanam berkaitan erat dengan efisiensi produksi.
Penelitian yang dilakukan oleh International Rice Research Institute atau IRRI pada 2016 mencatat, rata-rata ongkos produksi beras di Indonesia sekitar Rp4.079 per satu kilogram beras.
Jumlah ini sekitar 2,5 kali lebih mahal dari Vietnam sebesar Rp1.679/kg. Biaya di Indonesia juga 2 kali lebih mahal dari Thailand sebesar Rp2.291/kg dan India Rp2.306/kg. Lalu, lebih mahal 1,5 kali dibandingkan dengan biaya produksi di Filipina sebesar Rp3.224/kg dan China Rp3.661/kg.
Studi yang sama juga menunjukkan komponen ongkos produksi yang besar dikontribusi oleh komponen sewa tanah sebesar Rp1.719 dan biaya tenaga kerja Rp1.115 untuk memproduksi satu kilogram beras tanpa sekam.
Produktivitas tenaga kerja yang rendah di Indonesia telah berkontribusi pada rendahnya daya saing sistem usaha tani padi dan telah berkontribusi pada kemiskinan di daerah pedesaan.
“Penguasaan teknologi di kalangan petani juga belum menjadi sesuatu yang memasyarakat. Hal ini tentu membutuhkan waktu,” ungkap Felippa.
Revitalisasi alat pertanian dan mesin pengolahan juga penting dilakukan karena hal ini sangat memengaruhi produktivitas pangan.
"Untuk itu, pemerintah seharusnya mendukung pengembangan teknologi pertanian dan mendorong peningkatan investasi untuk riset dan pengembangan," jelasnya.
Baca Juga:
Sebelumnya, dalam Rakernas Pembangunan Pertanian 2021, Mentan Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan, dalam menindaklanjuti arahan presiden, Kementeriannya telah melakukan upaya terobosan melalui pengembangan kawasan pertanian skala luas atau food estate.
Serta program koorporasi pertanian di enam provinsi dan melakukan perluasan areal tanam.
Selain itu, dalam rangka mencapai ketahanan pangan, nilai tambah dan ekspor, pihaknya berencana melakukan peningkatan produktivitas. Kemudian, melakukan program pendukung dengan format lima cara bertindak.
“Meliputi peningkatan kapasitas dan produksi, diversifikasi pangan, penguatan cadangan atau lumbung pangan, penerapan pertanian modern, serta peningkatan ekspor pertanian melalui Gerakan Tiga Kali Ekspor atau Gratieks,“ katanya, Senin (11/1). (Khairul Kahfi)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN