- Ekonomi
CIPS: Pemerintah Harus Mempertimbangkan Untuk Impor Beras
01 Mei 2020 , 17:45

JAKARTA - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menyarankan pemerintah segera mempertimbangkan realisasi impor beras untuk mengantisipasi penurunan stok beras.
"Memasuki akhir 2020, titik kritis ketersediaan beras diperkirakan akan terjadi. Karena produksi beras pada musim panen kemarau hanya mencapai 35% dari total produksi nasional dalam setahun," kata Galuh Octania, dilansir dari Antara, Jumat (1/5).
Berdasarkan data BPS, produksi beras pada Januari-April 2020 mencapai sekitar 10,84 juta ton, menurun dari bulan yang sama di 2019, di mana saat itu produksi beras mencapai 13,62 juta ton
Untuk mengantisipasi hal ini, lanjut Galuh, pemerintah mestinya mempertimbangkan untuk mengimpor beras serta melakukan diversifikasi negara asal impor beras.
Sebab dampak pandemi covid-19 mengakibatkan negara produsen beras memberlakukan kebijakan baru, seperti menangguhkan kontrak baru untuk impor beras dan menutup kegiatan di pelabuhan demi mempertimbangkan cadangan beras nasional mereka.
Diversifikasi negara asal impor penting untuk menjaga ketersediaan beras di pasar. Beberapa faktor yang mengancam ketersediaan beras selama pandemi antara lain potensi hasil panen yang tidak maksimal, sedangkan negara-negara pengekspor beras sudah menutup akses perdagangan.
Galuh berpendapat bahwa impor beras di waktu yang tepat dapat berpengaruh pada kestabilan harga beras di pasar.
"Harga akan relatif lebih stabil dan tidak mengalami lonjakan yang signifikan. Panen yang sedang berlangsung pun harus dimaksimalkan dengan sebaik mungkin, terutama bagi daerah-daerah penghasil beras di Indonesia. Perlunya informasi yang jelas mengenai jumlah produksi beras masing-masing antara daerah satu dan lainnya karena tidak ada satupun daerah yang dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri," paparnya.
Selain itu, distribusi pun harus dimaksimalkan. Sebab penerapan PSBB dan karantina wilayah parsial di beberapa daerah tentu memengaruhi kelancaran akses transportasi.
"Walaupun secara jelas di peraturan PSBB haruslah mengecualikan distribusi pangan, namun kondisi di lapangan kadang tidak sejalan dengan peraturannya. Maka dari itu, perlu adanya jaminan untuk kelancaran pengiriman pangan dan juga jaminan keselamatan bagi para pekerja di lapangan yang mengacu ke protokol kesehatan," ucapnya. (Nadia Kurnia)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN