- Ekonomi
MERAJUT ASA TEKSTIL NUSANTARA
Budaya Kalimantan Jadi Pilihan Indonesia Fashion Week 2019
27 Maret 2019 , 19:43

JAKARTA – Budaya Kalimantan menjadi titik sentral pergelaran Indonesia Fashion Week (IFW) 2019 yang resmi digelar hari ini. Rumpun masyarakat Kalimantan yang terdiri atas berbagai etnis utama diyakini memiliki daya tarik tersendiri bagi siapapun yang memandangnya, tidak terkecuali bagi dunia fesyen lokal.
“Belum banyak yang mengangkat khasanah budaya Kalimantan, padahal rumpun masyarakat Kalimantan yang terdiri dari beberapa etnis utama yaitu, Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, dan Dayak Paser makin memberikan nuansa unik,” terang Presiden IFW, Poppy Dhasono, usai pembukaan IFW 2019 di Jakarta, Rabu (27/3).
IFW 2019 secara umum mengusung tema “Cultural Value” yang memang mengangkat budaya dari Kalimantan. Diharapkan dengan pengusungan tema ini, fesyen bernuansa etnik dapat menjadi sejajar dengan merek internasional.
“Supaya kita bisa sebanding dengan imej, seperti Chanel atau manapunlah yang sudah dikenal di dunia fesyen, satu-satunya jalan dengan etnik,” tambahnya.
Poppy menyatakan, para desainer saat ini punya tantangan mengelola konsep etnis, seperti bahan-bahan warisan budaya agar tidak sekadar menjadi baju tradisional. Hal ini pulalah yang menjadi program inti dari IFW.
“Bagaimana dari bahan-bahan heritage, memiliki basis budaya, para desainer harus mampu mentransformasikan ke fesyen yang kekinian, fesyen yang bisa dipakai oleh siapapun, oleh anak muda, atau di manapun,” jelas sang Presiden IFW yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI).
Selain soal pengelolaan konsep budaya, Poppy menekankan program IFW kali ini juga mulai merayu kalangan milenials. Perancang mode Caren Delano didaulat sebagai fashion and style director dari IFW 2019.
“Itu sebuah proses. Kita ingin membuat transformasi dengan produk fesyen yang bisa dipakai oleh semua kalangan termasuk milenials. Dengan memakai Caren Delano, itu ke sana akhirnya,” ucapnya.
Tidak berhenti sampai di situ, desainer muda bahkan ikut dijaring lewat Indonesia Fashion Designer Competition (IYFDC) yang siap debut dan dipersiapkan sebagai bintang baru dalam dunia fesyen.
Sembari merangkul milenials, IFW juga mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) yang aktif bergerak di bidang fesyen dan perlengkapannya. Tercatat, ada 480 gerai hadir mewadahi penggiat usaha skala kecil dan menengah itu.
Poppy menambahkan, dalam perjalanannya IFW sudah membuktikan jika gelaran ini dapat mendukung industri nasional. Pada tahun 2017 lalu saja, transaksi yang mampu dicapai di IFW menembus angka Rp100 miliar.
“Contohnya, ada satu dari busana modest, itu dalam 5 hari jualannya bisa sampai Rp2 miliar. Kemudian ada dari tenun, umumnya rata-rata kisaran Rp900 juta-1 miliar dalam satu hari. Ini menunjukkan bahwa IFW sudah bisa menjadi bagian, khususnya untuk industri nasional,” tuturnya.
Sayangnya, capaian itu turun menjadi Rp80 miliar pada IFW 2018. Untuk tahun ini sendiri, Poppy beberapa lalu berharap jika ajang yang berlansung pada 27-31 Maret 2019 di Jakarta Convention Center ini mampu mengulangi kesuksesan yang sama dengan tahun lalu, khususnya soal target pengunjung dan total transaksi yang dibukukan.
“Tahun lalu kan kira-kira 120 ribu pengunjung, tahun ini mau pemilu segala macem ya, kalau bisa sama saja bagus,” kata Poppy kepada Validnews,Rabu (23/1).
Bagi Poppy, capaian transaksi ini merupakan salah satu tolak ukur kesuksesan dalam penyelenggaraan IFW.
“Kalau para exhibitor itu jualannya banyak, menjadi kebahagiaan kita. Dengan demikian, dunia kreatif di Indonesia, dunia fesyen Indonesia itu berkembang,” pungkasnya.
Secara khusus, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf punya harapan agar gelaran fashion week di Indonesia mampu menjadi pembangun ekosistem fesyen yang lebih baik.
“Ini sebuah usaha yang luar biasa, karena fashion week, semua fashion week, tidak hanya IFW, adalah darah dari pertumbuhan fesyen Indonesia,” kata Triawan dalam kesempatan yang sama.
Bicara soal fesyen, secara nasional subsektor ekonomi kreatif (ekraf) itu menjadi salah satu yang diunggulkan. Tak Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mencatat, sub-sektor fesyen berkontribusi 18,01% bagi PDB ekonomi kreatif nasional pada tahun 2016 dengan nilai Rp166,1 triliun. Capaian itu, membuat sub-sektor fesyen menduduki peringkat kedua dalam hal sumbangsih tertinggi dari sub-sektor ekraf yang ada.
Terkait ekspornya, pada tahun 2016 nilainya mencapai US$10,9 juta. Subsektor ini mendominasi sebanyak 54,54% dari total ekspor dari seluruh sektor ekonomi kreatif. (Shanies Tri Pinasthi)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN