• Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Vista

Beton Pertahanan Kesebelasan Indonesia

Kecintaan pada sepak bola tak terhalang, meski pada kemudian hari, nasib membawanya berkarier sebagai tentara.
13 Januari 2021 , 21:00
Ilustrasi Maulwi Saelan. sumber foto: PSSI/dok
Ilustrasi Maulwi Saelan. sumber foto: PSSI/dok

JAKARTA – Di bawah gawang, sorot mata Maulwi Saelan tajam mengikuti gerak bola yang digulirkan kaki-kaki jangkung pemain Tim Nasional (Timnas) Uni Soviet. Dia sudah siaga menghadang serangan. Siap jatuh bangun menggagalkan si bundar bersarang. Jantung pertahanan ada pada dirinya. Tak ada tawar menawar, jaring yang dijaganya, jangan sampai koyak.

Kesigapan kiper tangguh itu digambarkan dalam laporan pandangan mata oleh jurnalis RRI Jakarta. Kala itu, Indonesia tengah berlaga dalam putaran kedua perempat final Olimpiade di Stadion Melbourne, Australia, 1956.

Meski bertubi-tubi digempur, pertahanan Indonesia berhasil lolos dari maut. Keuletan para pemain mungil Indonesia itu disaksikan 3.822 pasang mata yang memadati stadion.

Hasil Imbang saat itu, sungguh di luar sangkaan. Sebab banyak yang justru meramalkan sebaliknya: Indonesia bakal digilas dengan mudah oleh kesebelasan raksasa Uni Soviet.

Kegigihan Maulwi dan kawan-kawan, membuat wartawan RRI yang meliput pertandingan menangis.

"Wartawan RRI Djakarta jang membuat siaran pandangan mata kemarin telah mentjutjurkan air mata, karena terharu menjaksikan banteng-banteng Indonesia mati-matian mempertahankan bentengnjya terhadap serangan-serang seru dari pihak raksasa Rusia, 120 menit lamanja pemain-pemain Indonesia bekerdja mati-matian untuk membendung serangan pemain Rusia jang keras dan bertubi-tubi itu," tulis Koran Kedaulatan Rakjat.

Maulwi layak ditasbihkan sebagai penjaga gawang terbaik Indonesia periode 1950-an. Bukan tanpa alasan, di bawah kendalinya, Timnas Indonesia saat itu disebut-sebut memiliki pertahanan beton.

Tak hanya berjuang dalam pertandingan melawan Uni Soviet, pada tur Indonesia ke Asia Timur tahun 1953, penampilan Maulwi juga gemilang. Dalam satu pertandingan di Rangoon Burma, sekarang Yangon Myanmar, Timnas Indonesia berhasil memastikan maju ke babak kedua kualifikasi Piala Dunia 1958.

Kepastian direngkuh usai laga play-off. Timnas Indonesia bermain imbang 0-0 melawan China. Radio Birma pun melaporkan, pertahanan Indonesia sangat kuat, meski waktu diulur hingga babak perpanjangan 2x15 menit.

Di bawah komando pelatih Toni Pogacnik asal Yugoslavia, Maulwi dianggap sebagai simbol kekokohan pertahanan tim merah putih.

Dalam pertandingan melelahkan itu, Maulwi banyak melakukan penyelamatan gemilang. Meski berakhir seri, kesebelasan tanah air dinyatakan lolos usai menang selisih gol dengan China. Indonesia mengoleksi enam gol, sedangkan China hanya dua.

Walau lolos ke putaran kedua kualifikasi, Indonesia memilih mengundurkan diri karena tak bersedia bertanding melawan Israel yang kemudian melenggang ke Piala Dunia 1958 di Swedia.

Berpangkat Kolonel
Selain dijuluki legenda sepak bola Indonesia, Maulwi juga dikenang sebagai ajudan terakhir Presiden Soekarno. Dia menyandang pangkat terakhir sebagai kolonel, di kesatuan elite Tjakrabirawa. Pekerjaan yang sungguh tak dibayangkannya saat kanak-kanak. Cita-citanya tak semuluk itu. Dia hanya ingin menjadi pesepak bola profesional yang bisa tampil di ajang olahraga akbar bernama Olimpiade.

Angan-angan tersebut muncul usai menonton film dokumenter tentang Jesse Owen, atlet dalam Olimpiade 1936 di Berlin. Waktu itu Maulwi masih berusia 10 tahun.

Laki-laki kelahiran Makassar 8 Agustus 1926 itu memulai perjalanan sebagai pesepak bola, dari klub bikinan ayahnya, Amin Saelan. Namanya, Main Ontoek Sport atau MOS, di Makassar.

Hingga resmi berdiri, klub itu tak kunjung memiliki kiper. Maulwi lantas bersedia mengisinya. Keputusan itu membuat sang ayah senang. Dengan begitu, bakat Maulwi bakal terasah.

Lahir dari rahim keluarga terpelajar, Maulwi menamatkan sekolah dasar di Fraterschool. Pendidikannya kemudian berlanjut ke Hoogere Burgerschool. Sekolah yang setara pendidikan menengah.

Namun, ia tak sempat menyelesaikan jenjang itu, lantaran pendudukan Jepang. Meski pada akhirnya, semua yang bersekolah di sana, dinyatakan lulus.

Maulwi pun susah memiliki waktu untuk latihan sepakbola. Dia beserta kawan-kawan, harus ikut angkat senjata. Lambat laun, kenyataan tak bisa disangkalnya: mimpi menjadi pesepakbola mesti dikubur. Dia dipaksa legawa untuk beralih haluan, dengan meniti karier di militer. Diawali dengan menjadi anggota Laskar Pemberontak Indonesia Sulawesi (LAPRIS), pada tahun 1945.

Karir kemiliterannya kemudian melejit. Berbagai daerah pernah menjadi tempat tugasnya. 

Maulwi terlibat dalam operasi Trikora, sebelum menjabat Kepala Staf Komandan Resimen Tjakrabirawa, tahun 1962. Dua tahun setelah itu, dia menjadi Wakil Komandan. Dan pada tahun 1966 hingga 1967, dia mengampu tugas sebagai ajudan Presiden Soekarno.

Mimpi Menjadi Nyata
Jika ada kesempatan, Maulwi melanjutkan kegemarannya bermain bola di lapangan hijau. Tapi bukan sekadar penuntas rindu belaka. Dia serius menekuni olah raga itu, meski tetap aktif sebagai tentara. Bahkan, pada tahun 1948, ketika Pekan Olahraga Nasional pertama di Solo, dia memperkuat kesebelasan Jakarta Raya.

Namun, tim tersebut gagal merebut gelar jawara. Jakarta kalah 2-3 dari Madiun, dan 1-2 dari Yogyakarta.

Ajang serupa tahun berikutnya yang digelar di Medan, Maulwi masih ikut serta. Dia menjadi kiper sekaligus kapten tim Sulawesi Selatan, tanah kelahirannya.

Moncer di tingkat nasional, pada 1950, dia dipercaya menjadi kiper tim nasional Indonesia. Sebelum ke Olimpiade, Maulwi membela Merah Putih di dua gelaran Asian Games, yakni Asian Games I 1951 di New Delhi dan Asian Games III 1954 di Tokyo.

Saat Timnas Indonesia mengadakan lawatan keliling Asia pada 1955, Maulwi turut di dalamnya. Dia menyambangi Manila, Hongkong, dan Bangkok.

Setahun berselang, Maulwi kembali terlibat dalam tur yang menantang tim-tim Eropa Timur. Kesebelasan Indonesia bertandang dan bertanding di Rusia, Yugoslavia, Jerman Timur, dan Cekoslovakia.

Setelah Olimpiade Melbourne, sebagai kapten dan kiper timnas, Maulwi mengantarkan Indonesia menjadi Juara Asia pra-FIFA pada 1958.

Pimpin PSSI
Jalan Maulwi di dunia persepakbolaan terus berlanjut, walau tidak lagi berada di lapangan. Usai memutuskan gantung sepatu sebagai kiper profesional, dia terpilih menjadi Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia pada 1964, menggantikan Abdul Wahab. Pada rentang waktu yang sama, Maulwi juga menjabat sebagai ajudan presiden.

Namun, jabatan Ketua Umum PSSI itu tak lama dipegang, hanya sampai 1967. Periodenya pendek, seiring dengan pelengseran Soekarno dari kursi presiden. Ketika pemerintah Orde Baru gencar menggulung orang-orang yang dekat dengan presiden pertama, Maulwi pun ikut terjerat. Dia dipenjara karena menolak memberi kesaksian palsu.

Empat tahun delapan bulan Maulwi menghuni Rumah Tahanan Militer Budi Utomo Jakarta Pusat. Selepas itu, dia kembali ke jalan perjuangannya di dunia sepak bola. Maulwi kembali menjadi pengurus PSSI era 1977-1981.

Pada 1979, dia diangkat sebagai Chief De Mission Timnas Piala Dunia U-20, tahun 1979 di Tokyo. Masa tersebut, Indonesia tergabung satu grup dengan Argentina yang diperkuat Diego Maradona.

Warisan Maulwi
Selama hidup, Maulwi dikenal dengan beragam julukan. Dari seorang nasionalis, tentara, juga legenda sepak bola tanah air.

Meski sudah meninggal pada 2016, peran Maulwi hingga kini masih bisa dirasakan. Satu peninggalannya ialah Piala Soeratin yang masih digelar hingga kini. Kejuaraan itu pertama kali dihelat pada 1965.

Piala Soeratin dikemas sebagai kompetisi bagi pesepak bola muda. Pada tahun 2012, PSSI meregulasinya lebih khusus lagi, yakni untuk pemain berusia 17 tahun ke bawah.

Maulwi juga memiliki andil dalam proses pembentukan Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI, pada 1970.

Bukan hanya meninggalkan jejak di keolahragaan Indonesia, Maulwi juga mengikuti jejak sang ayah di bidang pendidikan. Pada 1979, ia mendirikan sekolah Al-Azhar Syifa Budi Jakarta. Kini sekolah itu dikenal dengan Al-Azhar Kemang, Jakarta Selatan.

Seluruh pengalaman dari zaman ke zaman, lantas ditorehkanya ke dalam sebuah buku. Judulnya, Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Soekarno. Buku itu tak hanya bercerita tentang pengalaman Maulwi sebagai pengawal Soekarno, melainkan juga soal kiprahnya sebagai kiper legendaris. (Muhammad Fadli Rizal)

  • Share:

Baca Juga

Ekonomi

KKP Dorong Penetapan Tiga Kawasan Konservasi Di Kalimantan

  • 23 Januari 2021 , 18:00
Ekonomi

KKP Teken Peraturan Perlindungan Ikan Bersirip

  • 23 Januari 2021 , 14:25
Ekonomi

Penyaluran Kredit Perbankan Semakin Anjlok

  • 22 Januari 2021 , 15:00

Tulis Komentar

Lupa Password?

ATAU

MASUK DENGAN

Facebook
Google+
Belum memiliki Akun? Daftar Sekarang

Belum ada komentar.

Vista

Ironi Si Pengolah Sandi


  • Terbaru

KKP Dorong Penetapan Tiga Kawasan Konservasi Di Kalimantan
23 Januari 2021 , 18:00

BPSPL Pontianak akan melakukan penilaian evaluasi efektivitas pengelolaan di delapan kawasan konservasi yang sudah ditetapkan dan melakukan pendataan jenis ikan terancam punah

Total Penyebaran Covid-19 di Indonesia Hampir Sejuta
23 Januari 2021 , 18:00

Angka kesembuhan capai 791.059. Angka kematian mendekati 28 ribu jiwa

Menjaga Asa Tanpa Laga
23 Januari 2021 , 18:00

Pandemi membuat suporter tidak lagi bisa memenuhi tribun stadion. Hanya kecintaan terhadap tim kesayanganlah yang membuat mereka tetap bertahan, meski tanpa kepastian

Menjaga Asa Tanpa Laga
23 Januari 2021 , 18:00

Pandemi membuat suporter tidak lagi bisa memenuhi tribun stadion. Hanya kecintaan terhadap tim kesayanganlah yang membuat mereka tetap bertahan, meski tanpa kepastian

PELUANG USAHA

Modal Minim Bisnis Reparasi Kereta Angin
22 Januari 2021 , 20:22

Peluang laba dari pengelolaan bengkel sepeda masih terbuka lebar meski tren kemudian turun

Buah Senarai Samar Kompetisi
21 Januari 2021 , 21:00

Kelanjutan kompetisi masih tanda tanya. Beban klub tak tersolusikan

Kandas Laba Dari Olahraga
19 Januari 2021 , 21:00

Tak semua cabor bisa diadakan online. Faktor sponsor tetap menentukan

Bertabur Teman Baru Di Tengah Pandemi
18 Januari 2021 , 21:00

Pembatasan selama pandemi ini rentan memunculkan perasaan keterisolasian

Mencari Pengganti Kedelai
16 Januari 2021 , 18:00

Protein nabati pada kedelai paling lengkap. Rasanya membuat sulit tergantikan

Makanan Beku Untuk Kondisi Tak Menentu
15 Januari 2021 , 21:00

Sekitar 60% orang Indonesia lebih banyak ngemil selama pandemi dibandingkan sebelumnya

  • Fokus
  • Paradigma

Gaya Hidup Sehat Dan Bisnis Apparel Yang Melesat
21 Januari 2021 , 18:38

Pada masa pandemi, tampilan kasual yang dipengaruhi gaya sporty, akan tetap penting bagi pelanggan, khususnya Gen Z.

Menelisik Tren Mobil Listrik
18 Januari 2021 , 13:00

Mobil listrik mulai dilirik. Namun baru sebagian kelompok yang mampu menjamahnya. Selain faktor harga, ketersediaan fasilitas pendukung teknologi ini juga jadi pertimbangan calon konsumennya.

Krisis Repetitif Kedelai
15 Januari 2021 , 16:00

Tingkat konsumsi kedelai masyarakat Indonesia mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 7,97 kg/kapita/tahun

PSBB Total, MRT Lakukan Penyesuaian Operasional
14 September 2020 , 10:47

Ada pembatasan jumlah penumpang menjadi 62 -67 orang dalam satu kereta

BERSAMA BIJAK TANGGAPI BENCANA

Urgensi Ketegasan Dalam Penanganan Covid-19 di Indonesia
27 Maret 2020 , 20:00

Ada indikasi bahwa pemerintah seolah gamang, dalam mengambil tindakan tegas untuk penanganan Covid-19

MENYESAP BAHAGIA DENGAN BERDERMA

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati
03 Februari 2020 , 18:19

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati

 
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer & Privacy Policy
  • Kontak
© Copyright validnews.co. All rights reserved.