- Ekonomi
Beradu Strategi Melawan Dampak Pandemi
25 Juni 2020 , 20:16

JAKARTA – Covid-19 memaksa para pelaku usaha merancang ulang strategi agar dapat berjaya pascapandemi. Ini juga berlaku bagi industri otomotif, yang dari sisi penjualan terus merosot tajam imbas pandemi.
Tak tanggung dampaknya. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penurunan penjualan retail mobil pada Mei 2020 mencapai 81,8% dibanding bulan yang sama tahun lalu. Sementara, penjualan dari pabrik ke dealer (wholesales) pada periode tersebut terperosok 95,8% secara tahunan.
Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto kepada Validnews di Jakarta, Kamis (19/6), membenarkan penjualan yang kian terkulai. Pada awal tahun, saat kabar covid-19 mulai merebak di China, Gaikindo mencatatkan angka penjualan retail mencapai 81.064 unit. Seiring meluasnya negara dan kawasan yang terpapar, angka penjualan terus turun.
Pada Februari, penjualan retail turun tipis menjadi 77.847 unit, dilanjutkan pada Maret menjadi 60.449 unit.
Memasuki April, angka penjualan anjlok tajam menjadi 24.273 unit. Dan, semakin memburuk pada Mei, saat penjualan hanya tercatat 17.083 unit.
Di sisi produksi, corona juga memaksa sejumlah produsen otomotif di Tanah Air menutup sementara kegiatan produksinya. Pabrik dikunci, demi mencegah kehadiran pandemi.
Daihatsu misalnya, pada 10–24 April 2020 telah menghentikan produksinya. Demikian pula Toyota, Honda, dan Suzuki yang juga telah menghentikan sementara produksinya di Indonesia.
Penutupan pabrik mobil di Indonesia sontak membuat produksi mobil turun drastis. Masih dari data Gaikindo, pada Januari angka produksi masih mencapai 112.692 unit, Februari turun tipis menjadi 104.253 unit, Maret ada kenaikan tipis menjadi 111.565 unit.
Pada April, kisahnya berubah total. Angka produksi anjlok tajam tak mencapai 100.000 seperti sebelumnya, melainkan hanya 21.434 unit. Pada Mei, angka produksi kembali turun dan hanya menyentuh ribuan, yakni 2.627 unit.
Masa suram yang dialami industri otomotif membuat Gaikindo telah mengoreksi target angka penjualan tahun ini. Yang semula 1.100.000 unit, kini menjadi sekitar 600.000 unit, atau turun lebih dari 50%.
Penurunan penjualan dan produksi dirasakan oleh mobil asal Negeri Gingseng, Hyundai. Sejalan dengan Gaikindo yang merevisi angka penjualan tahun ini, Hyundai memperkirakan terjadi penurunan sekitar 40–50%.
Selain kedua hal tersebut, Deputi Marketing Director PT Hyundai Mobil Indonesia Hendrik Wiradjaja mengatakan, layanan servis, meliputi perawatan dan perbaikan, juga terkena dampaknya. Sepinya minat tak pelak membuat penurunan dari sisi pendapatan tak dapat dihindari.
Pemberlakuan PSBB dengan masa transisi, di mana masyarakat mulai beraktivitas sembari beradaptasi dengan penerapan protokol kesehatan sebagai kelaziman baru, memberikan sedikit torehan cerah bagi kesuraman yang ditinggalkan Mei. Meski belum terlihat ada peningkatan penjualan, Hendrik menyebutkan sisi pelayanan purnajual, mulai terlihat bergerak. Pemulihan di sisi after sales service lebih cepat dibandingkan dari sisi penjualan unit baru.
Geliat pemulihan, meski masih samar, juga dirasakan Toyota. Minat masyarakat untuk memboyong pulang mobil Toyota naik secara perlahan. Dari data yang ditunjukkan Head of Interactive Communication Department PT Toyota Astra Motor Dimas Aska, menunjukkan pada pertengahan Juni ini, terdapat 8.200 Surat Pemesanan Kendaraan.
Sebelumnya, pada pertengahan April, hanya ada SPK untuk 5.900 unit. Kemudian, pertengahan Mei turun menjadi 5.100 unit karena diberlakukannya PSBB secara nasional dan ada Lebaran.
"Meski ada kenaikan, angka tersebut masih jauh dengan pencapaian pada pertengahan bulan Januari yang bisa mencapai 13.000 unit. Jadi belum normal banget. Tapi dibanding bulan April dan Mei, Juni sudah ada peningkatan. Cuma kita belum bisa memastikan, kita masih tunggu sampai akhir bulan apakah ada kenaikan secara total atau tidak. Takutnya hanya euforia sesaat," tuturnya kepada Validnews, Rabu (24/6).
Meski mengalami tekanan cukup kuat pada bulan April dan Mei, para agen pemegang merek (APM) berharap proses pemulihan ekonomi pada semester II tahun 2020 ini berjalan baik penjualan kembali terkerek naik. Gaikindo berharap mulai Agustus 2020, akan ada peningkatan penjualan di industri otomotif.
Mobil Terlaris
Di tengah minat masyarakat membeli mobil yang terus menyusut, pabrikan Jepang masih mendominasi. Terbukti, di tengah tekanan cukup kuat selama pandemi, mobil Jepang masih bertengger gagah menempati posisi 10 besar penjualan mobil di Indonesia.
Ya memang, mobil Jepang telah merajai pasar otomotif Indonesia selama puluhan tahun. Mobil ini juga sudah banyak jenisnya yang berasal dari berbagai merek, seperti merek Toyota, Honda, Daihatsu, Suzuki, dan Mitsubishi.
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, mobil dari pabrikan Jepang (segmen MPV) lebih diminati karena sesuai dengan tradisi, kebutuhan, serta harapan masyarakat Indonesia. Sebut saja, salah satunya adalah Innova.
Di matanya, Innova masih dicari dan dipilih kebanyakan orang saat hendak merental mobil. Mobil yang bertransformasi dari bentuk Kijang ini, juga sering dijadikan transportasi untuk berbagai acara, seperti kegiatan seminar, internasional, dan lainnya.
"Masyarakat lebih suka mobil penumpang seperti Innova. Mobil Innova kan transformasi dari bentuk Kijang. Kijang kapasitasnya besar, nyaman untuk orang tua, serta cukup bandel. Ketika mobil bentuknya kaya Kijang, tampaknya dapat bertahan," ungkapnya kepada Validnews, Senin (22/6).
Namun, untuk tipe sedan, ia mengakui bahwa Jepang masih belum mampu bersaing dengan mobil dari negara lain, seperti misalnya mobil asal Korea Hyundai.
Lanjut Djoko, alasan lain mobil Jepang diminati karena memiliki branding yang bagus dan melekat. Misalnya saja seperti Toyota Crown dan Toyota Corona. Selain itu, diakuinya, mobil dari pabrikan Jepang juga cenderung memiliki harga jual yang tidak terlalu jatuh seperti mobil lainnya. Asalkan, perawatannya rutin.
"Kecenderungan mobil Jepang itu harga jualnya tidak terlalu jatuh, asal perawatannya rutin. Kelebihan produk jepang itu mereka punya pabrik untuk perawatan. Jadi standarnya bagus," kata Djoko.
Hal ini pun diamini oleh Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus. Ia mengatakan bahwa pabrikan Jepang yang dikelola Astra cukup besar mendominasi, khususnya untuk masyarakat menengah.
Namun, Heri tak menampik kenyataan bahwa persaingan pasar otomotif sudah semakin kompetitif. Ia mengungkap banyak pendatang baru atau produsen dari negara lain yang ingin mencuri pangsa pasar dengan masuk ke segmen pasar menengah ke bawah.
"Pendatang baru menawarkan insentif bagi konsumen, seperti inovasi di sisi fitur mobil dan inovasi di sisi harga, yakni pembiayaan semakin fleksibel," ujarnya kepada Validnews, Senin (22/6).
Siasat Rebut Pasar
Menyadari pasar yang kian kompetitif, lantaran daya beli yang belum pulih dan kian banyak pemain, perusahaan pun meramu jurus menjaga denyut penjualan. Toyota Astra misalnya. Saat ini perusahaan tengah menyeimbangkan antara permintaan dan suplai. Dengan membuat seimbang keduanya, memastikan secara jangka panjang industri sehat dari ujung sampai ke konsumen.
"Pada dasarnya, semangat yang dilakukan adalah coba mem-balance antara permintaan dan suplai. Jangan sampai berlebihan, dalam artian jangan sampai ada kelebihan permintaan dan suplai-nya kurang, atau sebaliknya," ujar Dimas.
Langkah ini telah dilakukan perusahaan. Mei 2020 lalu, Toyota Astra hanya menyuplai kendaraan ke dealer 78.000 unit. Angka penjualannya memang lebih dari itu, namun berbeda tipis dan tak jauh bedanya, yakni sebanyak 81.000 unit.
Toyota dikabarkan juga sempat menghentikan produksi karena pabrik ditutup sementara. Selain untuk mencegah penularan virus corona, hal tersebut ternyata juga dimanfaatkan perusahaan sebagai salah satu strategi untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan.
"Yang lebih dihindari sebenarnya jangan sampai terjadi penumpukan karena akan terjadi mekanisme pasar. Kalau lebih besar suplai dari pada permintaan, yang ditakutkan adalah terjadi perang dagang dan lain-lain," kata dia.
Meski perang dagang secara jangka pendek menguntungkan konsumen, karena ada program diskon dan pemanis lainnya. Dampaknya dalam jangka panjang justru merugikan. Pasalnya, nilai barang konsumen juga menjadi lebih rendah.
Sementara, untuk mendongkrak minat di tengah tipisnya daya beli masyarakat, Toyota membesut sejumlah program menarik yang telah dibuat sejak April lalu. Mulai dari program untuk pembelian hingga perawatan/servis mobil. Salah satunya, program yang ditujukan khusus untuk tenaga medis, pihak yang berada di garda paling depan berjibaku melawan covid-19.
Khusus bagi pelanggan yang berprofesi sebagai tenaga medis, yakni perawat dan dokter,
Toyota memberikan tingkat suku bunga yang ringan. Dimulai dari 0% untuk jangka kredit satu tahun, 1% untuk jangka kredit dua tahun, dan 2% untuk jangka waktu kredit tiga tahun.
Yang menarik, belakangan Toyota ramai diperbincangkan karena memberikan diskon besar hingga Rp100 juta untuk pembelian mobil tertentu. Potongan harga itu diberikan guna menghabiskan stok mobil Kijang Innova, Fortuner, Sienta, dan Vios tahun produksi (vehicle identification number/VIN) 2018. Diskon tersebut juga hanya diberikan bagi konsumen yang bertransaksi melalui platform digital Auto2000 Digiroom.
Program penarik konsumen lainnya adalah subsidi cicilan sebesar 50% selama tiga bulan pertama, berlaku untuk mobil baru Toyota Agya, Calya, Avanza, dan Rush di cabang Auto2000 atau via Auto2000 Digiroom. Sementara untuk pembelian mobil baru Toyota selain keempat model tersebut, memperoleh subsidi sebesar 50% untuk cicilan satu bulan pertama.
Dimas menyebutkan pihaknya juga akan terus meningkatkan penjualan kendaraan secara daring dengan memanfaatkan berbagai macam digital channel, sejalan dengan perubahan di masyarakat. Namun saat ini, meski penggunaan digital meningkat pesat, diakuinya efek akhir belum terlihat tinggi karena market belum ada.
Senada dengan Toyota, PT Honda Prospect Motor (HPM) mengatakan bahwa pihaknya saat ini juga menangkap potensi dari perubahan perilaku konsumen dengan melakukan inovasi dari sistem dan program penjualan.
"Salah satunya adalah memperkuat jalur penjualan online untuk mengakomodasi peningkatan belanja online dari konsumen. Juga, menyiapkan program penjualan untuk mobil keluarga dan segmen pembeli pertama yang datang dari konsumen yang beralih dari angkutan umum ke kendaraan pribadi," kata Business Innovation and Sales & Marketing Director HPM Yusak Billy kepada Validnews, Selasa (23/6).
Menurut Yusak, kontribusi penjualan online mobil Honda saat ini telah lebih dari 30%. Ini mulai meningkat pada awal tahun dibandingkan tahun lalu yang masih di bawah 5%.
ATPM ini berfokus kepada program penjualan mobil keluarga dan segmen pembeli pertama. Mobil keluarga dan LCGC, kata dia, merupakan penyumbang terbesar untuk penjualan Honda. Selain itu, kedua segmen tersebut juga terlihat akan berkembang dalam masa kelaziman baru saat ini.
Adapun Hyundai dalam situsnya memajang program penjualan "Big Moment, Big Savings!" Melalui program tersebut, konsumen akan mendapatkan gratis angsuran 2 bulan ditambah gratis jasa servis 11 kali dan 3 tahun garansi kendaraan per 100.000 km.
Pada saat sama, mobil asal China DFSK (PT Sokonindo Automobile) memberi penawaran khusus untuk kepemilikan kendaraan dan layanan purnajual khusus untuk para tenaga medis demi menunjang mobilitasnya sehari-hari.
Melalui program ini, para tenaga medis dapat memiliki kendaraan dengan sejumlah kemudahan yang ditawarkan. Mulai dari bunga spesial 0% untuk cicilan kendaraan selama 1 tahun, bunga 1% untuk cicilan kendaraan dengan tenor 2 tahun, dan bunga cukup 2% untuk kredit kendaraan dalam jangka waktu 3 tahun. Bunga spesial ini berlaku untuk DP minimal 30%.
Selain itu, untuk pembelian kendaraan melalui program ini juga akan mendapatkan gratis perawatan selama 2 tahun/50.000 kilometer, dan hadiah berupa masker dan sarung tangan medis.
Pengamat ekonomi Indef Ahmad Heri menilai penjualan mobil secara kredit menambah daya tarik bagi masyarakat. Begitu pula pemberian diskon atau cashback. Hanya saja, hal ini tergantung dari kesiapan para distributor karena cashback atau diskon mengurangi keuntungan distributor atau dealer.
Namun, tak kalah penting adalah industri mobil juga dituntut untuk terus melakukan inovasi dan memperhatikan minat masyarakat. Masyarakat Indonesia, lanjutnya, lebih berminat pada kendaraan dengan purna jual tinggi, segmen mobil SUV maupun MPV, memiliki banyak fitur software, dan dilengkapi sistem keamanan.
Bagi produsen Jepang yang ingin bertahan dan dapat bersaing dengan lainnya, kata dia, juga masih harus terus melakukan inovasi fitur kendaraan.
"Sekarang juga sudah ada kebijakan relaksasi perbankan, kemudian restrukturisasi kredit, ini menjadi salah satu upaya bagaimana kredit ini tetap berjalan atau tumbuh. Tentunya harus juga ada inovasi terkait di industri mobilnya sendiri," tegasnya. (Fitriana Monica Sari, Rheza Alfian, Yoseph Krishna, Zsazya Senorita)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN