- Ekonomi
BPK Wajibkan Pengumuman Laporan Keuangan di Media Massa
21 Juli 2020 , 14:38

JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK mewajibkan seluruh entitas yang laporan keuangannya diperiksa untuk mengumumkan hasil pemeriksaan tersebut ke media massa.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, hal tersebut bertujuan agar menjadi penguatan transparansi di masing-masing entitas.
“Laporan neraca arus kas, komponen itu dicantumkan penuh. Itu satu halaman penuh,” kata dia dalam Media Workshop LHP atas LKPP Tahun 2019, Jakarta, Selasa (21/7).
Lebih lanjut, Agung mengatakan untuk entitas nasional, diwajibkan untuk memuat hasil pemeriksaan BPK di media nasional. Sementara, entitas di daerah diwajibkan untuk memuat hasil pemeriksaan BPK di media lokal.
Menurut dia, entitas yang laporan keuangannya diperiksa BPK merupakan entitas yang sedang mengelola uang negara, yang notabenenya ialah uang rakyat. Oleh karena itu, masyarakat mesti tahu dengan mudah bagaimana laporan keuangan sebuah entitas.
Dia mengatakan, untuk tahun ini, entitas yang diwajibkan untuk memuat hasil pemeriksaan BPK ialah hanya yang menyandang status wajar tanpa pengecualian (WTP). Sementara itu, pada 2021, semua entitas apapun status hasil pemeriksaannya akan diwajibkan juga memuat hasilnya di media massa.
“Tahun depan semua entitas harus disampaikan mau WTP, WDP (wajar dengan pengecualian), disclaimer, harus semua,” ujar Agung.
Sebelumnya, BPK memberikan opini WTP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019.
Pemerintah dianggap telah menyajikan LKPP posisi keuangan per 31 Desember 2019 tersebut secara wajar dalam semua hal yang material. Realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut juga telah sesuai standar akuntansi keuangan.
LKPP 2019 merupakan laporan keuangan yang mengkonsolidasi 87 laporan keuangan kementerian lembaga (LKKL) dan 1 laporan keuangan bendahara umum negara (LKBUN) Tahun 2019.
Atas 88 laporan keuangan tersebut BPK memberi opini WTP terhadap 84 LKKL dan 1 LKBUN (96,5%) yang meningkat dibandingkan pada 2018 sebanyak 81 LKKL dan 1 LKBUN. Sedangkan 2 LKKL mendapat opini WDP, jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2018 sebanyak 4 LKKL.
Selain itu, masih terdapat 1 LKKL yang mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat. Jumlah tersebut masih sama dengan tahun 2018.
BPK menyebut, meskipun terdapat 3 LKKL Tahun 2019 yang belum memperoleh opini WTP, temuan maupun total anggaran tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2019 secara keseluruhan.
Kendati LKPP Tahun 2019 mendapat status WTP, BPK juga masih mengidentifikasi sejumlah masalah terkait sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Masalah tersebut antara lain meliputi kelemahan dalam penatausahaan Piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak. Serta, kewajiban pemerintah selaku pemegang saham pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum diukur/diestimasi.
Kemudian juga ditemukan pengungkapan kewajiban jangka panjang atas program pensiun pada LKPP Tahun 2019 sebesar Rp2.876,76 triliun yang belum didukung standar akuntansi; serta penyajian aset dari realisasi belanja untuk diserahkan kepada masyarakat sebesar Rp44,20 triliun pada 34 K/L tidak seragam.
Permasalahan lainnya terkait dengan skema pengalokasian anggaran untuk pengadaan tanah proyek strategis nasional atau PSN pada pos pembiayaan tidak sesuai dengan PP No 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan dan investasi tanah PSN untuk kepentingan umum tidak sesuai dengan PP 63 Tahun 2019 tentang investasi pemerintah.
Temuan lain adalah ketidaksesuaian waktu pelaksanaan program kegiatan dengan tahun penganggaran atas kompensasi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. (Rheza Alfian)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN