• Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Vista

Artidjo Alkostar, Penegak Pancang Keadilan

Artidjo dikenal sebagai hakim yang tak kenal kompromi, melipatgandakan hukuman bagi para terdakwa korupsi yang meminta banding dan keringanan hukuman
10 Juni 2020 , 21:00
Artidjo Alkostar. Ist/dok
Artidjo Alkostar. Ist/dok

JAKARTA – Pilar-pilar kokoh penyangga Gedung Mahkamah Agung adalah saksi bisu keteguhan sikap Artidjo Alkostar. Begitu pula dengan dinding-dinding beku ruang-ruang sidang gedung megah itu. Sepak terjang lelaki asal Situbondo yang menjabat sebagai Hakim Agung periode 2000–2016 itu direkam. Ketegasannya dicatat sebagai pendobrak kelesuan penegakan hukum di Indonesia. 

Di telapaknya pernah tergenggam kasus-kasus besar yang melibatkan para pejabat dan anggota dewan. Mulai perkara Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Ratu Atut Chosiyah, hingga Anas Urbaningrum. Juga kasus kondang yang menyita perhatian khalayak Tanah Air pada awal milenium kedua, yaitu persoalan hukum Keluarga Cendana.

Julukan penegak hukum killer, melekat padanya. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas menggambarkan Artidjo sebagai sosok yang gigih memegang prinsip. Tak gentar pada ancaman, tak acuh pada jabatan orang yang diadili. Tanpa kompromi.

Bukan satu, dua kali saja Artidjo menjatuhkan vonis terpahit kepada terdakwa. Mengajukan banding, bukan diberi keringanan, justru hukuman bakal diperpanjang.

Perkara Keluarga Soeharto
Awal menduduki kursi hakim agung, setelah dilantik pada tahun 2000-an, Artidjo langsung mendapat tugas menangani kasus korupsi yang melibatkan mantan orang nomor satu RI, Soeharto.

Saat bersamaan, perkara Tommy Soeharto yang menyebabkan kerugian negara, juga tersuguh di mejanya. Jerat hukum untuk anak kesayangan penguasa Orde Baru itu belum kelar.

Serangkaian dakwaan mengarah pada ‘The Smiling General’. Dari korupsi, sampai penyalahgunaan pengumpulan dana yayasan yang dipimpinnya selama menjadi presiden.

Terdapat dana milik negara sebesar Rp1,3 triliun dan US$419.000 yang masuk ke yayasan tanpa dibekali keterangan sah, membuat Soeharto dianggap menyalahgunakan kewenangannya. Namun sayang, kasus ini tak pernah terkuak utuh. Hasilnya tak memuaskan Artidjo.

Bermula dari September 2000, pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak perkara itu. Alasannya, Soeharto sebagai terdakwa tidak hadir tiga kali berturut-turut sebab dinyatakan sakit oleh 70 dokter. Kemudian hakim menghapus register perkara itu. Namun jaksa menolak putusan tersebut sehingga perkara berlanjut ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Membuahkan hasil, pengadilan tinggi meminta pengadilan negeri membuka kasus kembali kasus. Sementara, kuasa hukum Soeharto tak menerimanya. Mereka pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasil kasasi memihak Soeharto. Majelis hakim yang dipimpin Syafiuddin Kartasasmita menyatakan bahwa Soeharto sakit.

Di jajaran majelis hakim, duduk Artidjo. Dia berbeda sikap, dengan bersikukuh bahwa keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta benar. Menurutnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bisa membuka kembali kasus tersebut. 

Ia bahkan mempertanyakan jenis penyakit yang diderita Soeharto. Pasalnya, tiada dokter yang menyebutkan bahwa Soeharto tidak bisa hadir di pengadilan. Namun, alasan Artidjo itu tidak diterima koleganya. Hakim lain akhirnya menyatakan bahwa Soeharto layak dibebaskan.

Satu-satunya pendapat Artidjo yang dimasukkan dalam putusan adalah status terdakwa yang akan tetap tersemat pada Soeharto. Hingga suatu saat mantan presiden itu dianggap sehat, pengadilan menyidangkannya kembali. Tapi hingga kini, peristiwa itu tak pernah terjadi.

Ini menjadi kasus pertama sekaligus janggal untuk Artidjo sebagai hakim agung. Walau demikian, ketidakpuasannya pada putusan majelis hakim, mesti ditelan sendiri.

Soal Tommy Soeharto juga tak kalah pelik. Di dalamnya tersangkut jejalin yang ruwet, terkait PT Goro Batara Sakti dan Bulog pada tahun 1994. Tommy beserta pebisnis Ricardo Galael dan Kepala Bulog Beddu Amang didakwa merugikan negara hingga Rp95,6 miliar.

Perkara hukumnya juga diatasi oleh majelis hakim berformasi sama. Syafiuddin Kartasasmita masih memimpin, sedangkan Artidjo dan Sunu Wahadi sebagai anggota.

Kasus ini berdampak panjang lantaran Tommy tidak mau menerima hukuman yang diberikan. Anak kelima Soeharto itu sampai meminta grasi kepada Abdurrahman Wahid sebagai presiden kala itu. Apes, permohonan tersebut ditolak, lalu Tommy memilih kabur.

Semasa Tommy menghilang, Ketua Majelis Syafiuddin Kartasasmita ditemukan tewas pada 26 Juli 2001. Peluru menembus dada kanan dan rahangnya karena penembakan jarak dekat oleh pengendara motor.

Meski dinyatakan lolos dari hukuman oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kasus Tommy tetap sampai ke Mahkamah Agung melalui kasasi yang diajukan jaksa pada November 1999. Ia dijatuhi hukuman denda Rp10 juta, mengganti kerugian negara Rp30 miliar, dan dipenjara 18 bulan.

Pelipat Ganda Hukuman
Selama menjadi hakim agung, Artidjo kerap menangani kasus-kasus terkenal. Sebut saja, perkara korupsi yang melibatkan selebritas sekaligus anggota DPR, Angelina Sondakh. Hukuman 12 tahun penjara dijatuhkan kepadanya. Artidjolah yang memukulkan palu keputusan. Berlipat nyaris 3 kali dari sebelumnya yang 4 tahun 6 bulan.

Kemudian, Artidjo juga memperberat hukuman untuk Akil Mochtar menjadi penjara seumur hidup. Juga menjeruji pengacara senior OC Kaligis dengan 7 tahun penjara, dari sebelumnya 5,5 tahun. Serta menambah masa hukuman mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara.

Bersama dua hakim agung lain, Artidjo menangani perkara Anas Urbaningrum. Hukuman untuk politikus partai Demokrat itu dilipatgandakan dari tujuh tahun menjadi 14 tahun. Hak politiknya turut dicabut, sebab terbukti korupsi serta pencucian uang terkait proyek Hambalang.

Terhadap kasus korupsi, Artidjo benar-benar tak kenal ampun. Watak ini menjadi satu dari sekian sikapnya yang disegani.

Pada suatu kesempatan, Artidjo pernah memberi saran kepada pemerintah agar memiliki figur aparat negara yang bersih dari korupsi sehingga mampu menjadi panutan. Ia pun mencontohkan program zero tolerance China, yang menghukum koruptor seberat mungkin, sehingga memunculkan efek jera.

“Role model, contoh sikap petinggi negara yang zero tolerance terhadap korupsi ini yang sulit. Zhu Rongji (Perdana Menteri China 1988-2003) mengatakan, Buat peti sekian banyak, untuk saya juga. Tapi saya belum dengar di republik ini melakukan hal itu,” ujar Artidjo, 19 Maret 2019 seperti dikutip Antara. 

Bela Petani di Zaman Soeharto
Jauh sebelum Artidjo menyandang mandat sebagai hakim agung, dia sudah memperjuangkan keadilan hukum bagi rakyat. Sahabatnya, Busyro Muqoddas menuturkan, Artidjo adalah pembela kaum lemah, terutama yang tertindas secara politik dan mengalami pelanggaran hak asasi manusia.

Saat menjalani karier di Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Artidjo tekun membela petani yang mendapat perlakuan buruk pada masa Orde Baru. Kantornya kerap mendapat banyak aduan petani maupun penduduk yang dituduh komunis. Dalam catatan LBH, peristiwa serupa itu sering terjadi.

Musababnya soal tanah. Warga menolak menjual hak miliknya kepada pemerintah. Satu contohnya, kasus pembebasan lahan untuk perluasan Candi Borobudur. Ketika itu warga merasa ganti rugi yang diberikan pemerintah tidak sebanding dengan harga di pasaran.

Label simpatisan Partai Komunis Indonesia langsung ditempelkan. Tentu saja warga geram sekaligus khawatir. Masa itu tuduhan tersebut bisa berujung celaka. Warga dapat ditangkap paksa sewaktu-waktu, bahkan dihukum tanpa proses peradilan.

Perkara sejenis juga menimpa para petani tebu. LBH Yogyakarta yang juga dinakhodai oleh Artidjo pun mendampingi memperjuangkan keadilan.

Masalah berakar dari penerbitan Instruksi Presiden Nomor 79 Tahun 1975 terkait program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Dalam program ini, masyarakat diwajibkan menyiapkan lahan, menanam bibit, memelihara tanaman, memanen, hingga membawa tebu ke pabrik.

Untuk menjalankan semua itu, petani harus mengajukan kredit ke bank pilihan pemerintah, yang meliputi biaya beban hidup, garap tanah, hingga biaya tebang dan angkut.

Namun saat dijual ke pabrik, imbalan bagi petani dari sistem bagi hasil produksi gula hanya sebesar 25%. Sementara penentuan harga tebu dari petani, mutlak menjadi hak pabrik. Petani bahkan tidak diberi kesempatan menawar sedikit pun.

Sengaja Dimasukkan Penjara
“Njo!,” begitu dia akrab disapa ketika kecil. Sewaktu duduk di bangku sekolah dasar, Artidjo bukan anak penurut. Dia kerap bolos, hingga disebut nakal oleh gurunya. Tak tanggung-tanggung, anak sulung dari pasangan Durrah dan Mikahib itu, pernah kabur satu bulan absen dari hadapan guru.

Kenakalan itu bermula tatkala pindah sekolah, sebab ruang-ruang kelas di sana tak muat menampung banyak siswa. Padahal, di sekolah yang lama Artidjo tergolong anak cerdas. Sementara, sekolah barunya, berjarak lumayan jauh dari rumah. Artidjo pun gampang lelah setelah mengayuh sepeda dalam jarak jauh, hingga mengikuti pelajaran.

Keadaan itu diperparah dengan rasa malas. Rasa putus asa karena tidak mampu memahami pelajaran, ia lampiaskan dengan berbagai kegiatan di luar sekolah yang baginya menyegarkan otak.

Artidjo lantas sering bolos sekolah dengan berbagai cara yang dibuat-buat. Mulai dari melubangi roda sepeda agar gagal menjangkau sekolah, hingga sengaja menceburkan diri ke sungai supaya punya alasan untuk kembali ke rumah.

Orang tuanya tak menaruh curiga. Mendapati anaknya pulang dalam keadaan basah kuyup, sang ayah benar-benar mengira Artidjo sedang apes hari itu, hingga terpeleset masuk sungai.

Lain hari, Artidjo membelokkan sepedanya ke sawah untuk leyeh-leyeh di gubuk. Pada kesempatan lain, dia santai bertengger di dahan pohon kelapa. Begitu matahari mulai terik, baru Artidjo kembali ke rumah, seragam waktu dengan jam kepulangan anak sekolah.

Rampung satu bulan penuh tidak menghadiri kegiatan belajar di sekolah, ayah Artidjo mengendus keanehan. Disuruhnya salah satu keluarga Artidjo untuk membuntuti perjalanan anak itu ke sekolah. Terkuaklah siasat Artidjo. Namun setelah mendapat hukuman dari ayahnya, ternyata Artidjo malah semakin tidak ingin sekolah. Tak habis akal, sang ayah kemudian menghubungi temannya yang seorang polisi untuk memberi pelajaran pada si anak.

Suatu hari, polisi tersebut datang ke rumah Artidjo dan langsung memboyong anak itu ke Polsek Jangkar, Situbondo.

“Kamu ditangkap karena bolos sekolah dan sekarang harus ikut ke kantor polisi,” ujar polisi itu.

Kebingungan, Artidjo berharap pertolongan dari keluarganya. Sayang harapannya patah. Tak ada seorang pun keluarganya yang mau membela.

Ia pasrah dibawa ke polsek menaiki sepeda dan sesampainya di polsek, Artidjo dimasukkan ke sel tahanan.

Memanfaatkan perasaan takut Artidjo, polisi menceramahinya dan menyuruh rajin sekolah. Bila tidak, kejadian hari itu akan terulang lagi. Anak itu kapok. Jelang Magrib ayahnya menjemput.

Pengalaman masuk penjara itu pun menjadi satu titik balik hidup dan menguatkan tekadnya untuk rajin sekolah. Meski kerja keras harus dilakukannya, sebab telah jauh tertinggal pelajaran. Tidak mudah, Artidjo terpaksa mengulang masa belajar di kelas 6, sementara teman yang lain sudah mendahului lulus.

Saat ini Artidjo sudah dilantik menjadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019–2023. Pria yang saat ini sudah berusia 71 tahun tersebut, terhitung telah menangani dan memutus hampir 20.000 kasus. Tepatnya 19.660 perkara, selama 18 tahun menjadi hakim agung. 

Jalan bakti Artidjo masih panjang. Mengawal perjalanan hukum Tanah Air, menegakkan tiang pancang keadilan yang miring. Keteguhannya adalah inspirasi. Artidjo ibarat lengking yang selalu mengingatkan, bahwa di mata hukum, semua perbuatan yang merugikan orang banyak, mesti mendapat balasan setimpal.(Zsazya Senorita, diolah dari berbagai sumber)

  • Share:

Baca Juga

Nasional

HIndari Bencana Dengan Kearifan Lokal

  • 27 Januari 2021 , 20:44
Kultura

Asupan Kalori Pengaruhi Tingkat Kesehatan

  • 26 Januari 2021 , 17:31
Nasional

Ada PPKM, Penumpang KRL Bertambah

  • 25 Januari 2021 , 15:19

Tulis Komentar

Lupa Password?

ATAU

MASUK DENGAN

Facebook
Google+
Belum memiliki Akun? Daftar Sekarang

Belum ada komentar.

Vista

Tak Kandas Berteman Kanvas


  • Terbaru

Gabungan Bank Syariah Himbara Kantongi Izin OJK
27 Januari 2021 , 21:00

Jika seluruh proses akhir berjalan sesuai rencana, merger tiga bank syariah milik Himbara akan efektif pada Senin, 1 Februari 2021

Uji Klinis Tahap 1 Vaksin Merah-Putih Medio 2021
27 Januari 2021 , 20:58

Indonesia tidak boleh bergantung 100% pada vaksin impor

Netflix Akan Luncurkan Film Tentang Formula 1
27 Januari 2021 , 20:47

Dibintangi Robert De Niro dan John Boyega

Awas Aksi Tipu-tipu Bermodus Seksualitas
26 Januari 2021 , 21:00

Minimnya edukasi penggunaan internet yang aman menjadi masalah fundamental

Menyiasati Kesempatan Kala Pembatasan
25 Januari 2021 , 21:00

Kursus daring kian diminati. Biaya dan penyajian jadi perhatian

Menjaga Asa Tanpa Laga
23 Januari 2021 , 18:00

Pandemi membuat suporter tidak lagi bisa memenuhi tribun stadion. Hanya kecintaan terhadap tim kesayanganlah yang membuat mereka tetap bertahan, meski tanpa kepastian

PELUANG USAHA

Modal Minim Bisnis Reparasi Kereta Angin
22 Januari 2021 , 20:22

Peluang laba dari pengelolaan bengkel sepeda masih terbuka lebar meski tren kemudian turun

Buah Senarai Samar Kompetisi
21 Januari 2021 , 21:00

Kelanjutan kompetisi masih tanda tanya. Beban klub tak tersolusikan

Kandas Laba Dari Olahraga
19 Januari 2021 , 21:00

Tak semua cabor bisa diadakan online. Faktor sponsor tetap menentukan

Bertabur Teman Baru Di Tengah Pandemi
18 Januari 2021 , 21:00

Pembatasan selama pandemi ini rentan memunculkan perasaan keterisolasian

  • Fokus
  • Paradigma

Ragam Petaka Dan Citra Aviasi Indonesia
26 Januari 2021 , 13:00

Di Indonesia, tercatat ada 104 kecelakaan pesawat sipil dengan lebih dari 2.000 korban jiwa sejak 1945 .

Gaya Hidup Sehat Dan Bisnis Apparel Yang Melesat
21 Januari 2021 , 18:38

Pada masa pandemi, tampilan kasual yang dipengaruhi gaya sporty, akan tetap penting bagi pelanggan, khususnya Gen Z.

Menelisik Tren Mobil Listrik
18 Januari 2021 , 13:00

Mobil listrik mulai dilirik. Namun baru sebagian kelompok yang mampu menjamahnya. Selain faktor harga, ketersediaan fasilitas pendukung teknologi ini juga jadi pertimbangan calon konsumennya.

PSBB Total, MRT Lakukan Penyesuaian Operasional
14 September 2020 , 10:47

Ada pembatasan jumlah penumpang menjadi 62 -67 orang dalam satu kereta

BERSAMA BIJAK TANGGAPI BENCANA

Urgensi Ketegasan Dalam Penanganan Covid-19 di Indonesia
27 Maret 2020 , 20:00

Ada indikasi bahwa pemerintah seolah gamang, dalam mengambil tindakan tegas untuk penanganan Covid-19

MENYESAP BAHAGIA DENGAN BERDERMA

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati
03 Februari 2020 , 18:19

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati

 
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer & Privacy Policy
  • Kontak
© Copyright validnews.co. All rights reserved.