- Opini
GAYA HIDUP
Anomali Bisnis Alat Musik Di Tengah Pandemi
11 Februari 2021 , 12:30

Oleh Kevin Sihotang *)
Industri musik adalah salah satu industri yang “dihajar” keras oleh pandemi. Pembatasan di berbagai belahan dunia membuat tak hanya para musisi, kru, dan para produser menderita. Pebisnis alat musik juga turut menderita karena corona.
Perusahaan ritel alat musik terbesar di Amerika Serikat (AS), Guitar Center, mengajukan pailit setelah mati-matian bertahan di tengah pandemi. Dilaporkan Business Insider, Guitar Center harus menutup 75% dari seluruh gerainya selama pandemi. Hal ini dikarenakan aturan lockdown yang mengharuskan toko-toko yang tidak menjual barang-barang kebutuhan pokok ditutup.
Padahal, Guitar Center sangat bergantung pada toko offline mereka yang jumlahnya hampir 300 unit di seluruh AS. Sempat banting stir ke pengajaran musik secara virtual dan mengandalkan hasil penjualan online, kebangkrutan tetap tak terelakkan.
Guitar Center yang selama ini dikenal sebagai salah satu perusahaan legenda di industri musik dunia, harus menyerah. Lainnya, banyak bernasib sama.
Menderita di Awal
Suramnya pandemi juga dirasakan oleh Fender Musical Instruments Corp., produsen gitar legendaris. Awal Maret 2020, Fender harus menutup 90% dari semua toko fisiknya di seluruh dunia.
Kantor pusatnya yang berlokasi di Scottsdale, Arizona, juga ikut ditutup. Begitu juga dengan pabriknya di kawasan Corona, California, Ensenada, dan Meksiko. Bahkan, kantornya di Hollywood, tempat sang CEO, Andy Mooney dan tim manajemennya bekerja, bernasib sama.
“Kami sedang melihat ke tepi jurang, terus terang kami beralih ke mode pengawetan perusahaan,” kata Mooney, seperti dilansir dari CNBC akhir Oktober lalu.
Mooney dan sekitar 2.000 karyawan Fender pun harus rela gajinya dipotong sebesar 50%.
“Kami baru saja mengencangkan ikat pinggang kami,” ungkap Mooney.
Namun, penderitaan yang dialami Fender ternyata tidak berlangsung lama. Awalnya, Fender membuka Fender Play, sebuah platform video daring untuk belajar gitar, bass, dan ukulele. Platform tersebut sebenarnya sudah dibuat sejak Juli 2017 dengan promo gratis selama 90 hari kepada 100.000 pelanggan pertama.
Tak pernah disangka Mooney, pada akhir Maret 2020, pelanggan-pelanggan baru berdatangan. Pertanda baik itu terlihat pada minggu pertama Fender Play dibuka. Hampir 20% pendatang baru berusia di bawah 24 tahun, sedangkan sekitar 70% pelanggan lainnya berusia di bawah 45 tahun. Bahkan, setelah pandemi berlangsung, pelanggan wanita menyumbang 45% dari pendaftar baru. Padahal. sebelum pandemi hanya 30%.
“Saya tidak pernah memprediksinya,” kata Mooney.
Di samping itu, Fender juga mengalami peningkatan penjualan gitar jenis Stratocaster, Telecaster, Jazzmaster, Precision Bass, dan model gitar listrik ikonik lainnya. Gitar akustik, ukulele, amplifier, peralatan home recording dan perlengkapan-perlengkapan lain juga ikut melonjak penjualannya.
Dari usaha ini, model gitar dengan harga di bawah US$500 mengalami lonjakan penjualan sebesar 92%, khususnya dari pertengahan Maret hingga Oktober. Sebagian besar adalah gitar akustik yang dibeli secara online oleh para pemula.
Sementara itu, para pemain yang lebih berpengalaman memilih gitar listrik yang lebih mahal, seperti Strat yang harganya US$700, hingga Acoustasonic yang harganya mencapai US$3.300.
Penjualan Online Meningkat
Pandemi memaksa orang untuk tinggal di rumah. Untuk membuang kejenuhan, orang-orang akan mencari hobi baru, salah satunya dengan bermain musik. Para pemain musik pemula ini akan mencari alat musik yang mereka inginkan secara daring atau online.
Dilaporkan Rolling Stone, para penjual instrumen musik ternama, seperti Guitar Center, Sweetwater, dan Reverb, menyatakan tahun 2020 adalah tahun yang luar biasa untuk penjualan online.
Tahun 2020 lalu, Sweetwater mampu memperoleh pendapatan sebesar US$1 miliar untuk pertama kalinya selama 42 tahun berdirinya perusahaan. Pada tahun yang sama, Sweetwater juga telah melayani lebih dari 1,5 juta pelanggan. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 500 ribuan pelanggan.
Sementara itu, meski tidak melaporkan angka pastinya, Reverb melalui CEO-nya, David Mandelbrot, mengatakan bahwa pada triwulan kedua tahun 2020, angka penjualan naik sekitar 30% dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama.
Guitar Center pun sempat merasakan manisnya hasil penjualan secara online. Kepala Pemasaran dan Komunikasi Guitar Center, Jeannine Davis D’Addario, mengatakan bahwa penjualan online meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020 dibandingkan tahun 2019. Meski demikian, pada akhirnya mereka harus mengajukan pailit akibat terlilit utang.
Gitar Jadi Favorit
Baik Sweetwater, Reverb, maupun Guitar Center, semuanya melaporkan bahwa gitar adalah alat musik yang paling dicari selama masa pandemi.
“Berdasarkan apa yang kami lihat di tahun 2020, satu hal yang pasti, gitar berkembang pesat,” kata Mandelbrot, CEO Reverb.
“Pencarian dan pesanan gitar telah meningkat secara signifikan, termasuk pencarian untuk merek gitar populer seperti Fender, Gibson, dan Taylor, serta pencarian perlengkapan musik lain yang Anda pasangkan dengan gitar, seperti amplifier, tali gitar, pedal efek, dan banyak lagi,” lanjut Mandelbrot.
Mandelbrot juga mengatakan bahwa penelusuran untuk gitar akustik dan ampli gitar akustik dalam situs mereka naik 50% dari tahun ke tahun. Sementara itu, Sweetwater juga melaporkan hasil penjualan yang tak kalah fantastis.
“Kami sekarang menjual seribu gitar setiap hari,” kata Chuck Surack, CEO Sweetwater.
Pada 2019, sehari-hari Sweetwater bisa menjual 800—825 unit gitar. Sementara itu, saat pandemi mereka bisa menjual rata-rata 1.000 unit gitar per hari.
Lebih lanjut, Wakil Presiden Eksekutif Divisi Pemasaran Fender, Tammy Van Donk menggambarkan tahun 2020 sebagai “perjalanan roller coaster” bagi industri gitar.
“Tahun 2020 menjadi tahun terbaik dalam sejarah (Fender) dengan rekor penjualan lebih dari US$700 juta, naik 17% dari tahun 2019,” ungkap Tammy.
CEO Gibson, James ‘JC’ Curleigh juga mengatakan hal yang sama.
“Itu adalah saat terbaik, itu adalah saat terburuk,” kata Curleigh. “April, Mei, dan Juni adalah tiga bulan yang penuh tantangan. Tetapi, setelah itu, kami lebih dari sekadar menebusnya,” lanjutnya.
Tahun fiskal Gibson berakhir pada bulan Maret, meski belum final, Curleigh mengatakan bahwa Gibson telah mengalami peningkatan penjualan dan pertumbuhan yang stabil sejak Agustus 2020.
Jim Stewart, seorang pemilik toko musik Stewart’s Music di Niantic, AS, mengatakan bahwa penjualan terbesarnya selama pandemi adalah ukulele. Dia memperkirakan terjadi peningkatan penjualan sebesar 250-300% dibandingkan tahun lalu.
“Itu (ukulele) bukanlah instrumen yang mahal. Suaranya terdengar bagus meski belum disetel. Sangat mudah dipelajari, terasa nyaman di jari. Usia 4 hingga 90 tahun bisa mempelajarinya,” kata Stewart.
Sementara itu, majalah Music Trades, yang menyediakan data pasar untuk industri produk musik global, melaporkan adanya kenaikan 8% dalam penjualan instrument level pemula sejak Maret, terutama untuk alat musik gitar, piano digital, dan peralatan drum elektrik.
Mengusir Kekhawatiran
Pandemi memperkecil kesempatan bagi para pecinta musik untuk dapat tampil dan menikmati pertunjukkan secara langsung. Namun, di saat yang bersamaan, pandemi turut memunculkan hasrat orang-orang dari segala usia untuk bermain musik dari rumah.
Di tengah kecemasan hadirnya virus corona, ketidakpastian kondisi ekonomi, ketegangan pemilu, serta badai dan kebakaran, bermain musik merupakan jalan keluar yang menyenangkan.
Patricia McCormick, seorang penulis ternama di Amerika Serikat, mengatakan bahwa semenjak pandemi, ia memutuskan untuk mencoba hobi lamanya yang sudah lama ia tinggalkan, yaitu bermain suling. Ia sudah memainkan alat musik itu sejak duduk di bangku kelas 5 SD, tetapi beranjak dewasa, kesibukan lain mengalihkannya.
“Di dalamnya (bermain musik), dibutuhkan konsentrasi total, penyerapan total. Sehingga ketika saya bermain, saya tidak dapat memikirkan hal yang lain. Saya memiliki seorang putri yang merupakan pekerja penting di California. Dan ada wabah di mana ia bekerja. Dan saya jelas sangat khawatir. Tetapi ketika saya mengambil seruling, itu hilang,” kata McCormick dilansir dari WNPR BBC.
Ella Colvin, seorang musisi muda yang baru berusia 12 tahun mendapatkan sebuah ukulele dari ibunya. Ella bahkan memproduksi lagu-lagu ciptaannya selama pandemi menggunakan ukulele.
“Aku bisa menuangkan perasaanku ke dalamnya ketika aku sedih. Apalagi, saat karantina. Jadi Anda bisa memiliki akor yang sangat sedih dan akor yang sangat optimis, dan saya suka cara Anda menggambarkan kata-kata dengan akor dan mencerminkan satu sama lain,” kata Ella.
Buat sebagian besar pemain musik, baik pemula maupun profesional sekalipun, bermain musik dapat mengalihkan perhatian dan mengusir kekhawatiran terlebih di tengah pandemi ini.
Apakah Anda merasakan yang sama, atau berniat mencoba hobi baru ini?
*) Peneliti Muda Visi Teliti Saksama
Referensi:
Business Insider. (2020). Guitar Center, the largest retailer for musical instruments in the US, has filed for bankruptcy. Diakses dari: https://www.businessinsider.com/guitar-center-bankruptcy-chapter-11-biggest-musical-instrument-retailer-coronavirus-2020-11?r=US&IR=T
CNBC. (2020). Fender salse boom as guitar playing surges during the pandemic. Diakses dari: https://www.cnbc.com/2020/11/21/fender-sales-boom-as-guitar-playing-surges-during-the-pandemic.html
Rolling Stone. (2021). Did everyone buy a guitar in quarantine or what? Diakses dari: https://www.rollingstone.com/pro/news/music-instruments-sweetwater-reverb-guitar-center-1119868/
WNPR BBC World Service. (2020). People turn to music making at home during the pandemic. Diakses dari: https://www.wnpr.org/post/people-turn-music-making-home-during-pandemic
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN