• Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Nasional
  • Kultura
  • Indeks
  • Nasional

DINAMIKA PEMUDA DALAM CERITA BANGSA

Aksi Sosial Pemuda Terpicu Medsos

Belakangan, dipicu medsos, muncul peningkatan kesadaran dan kepedulian pemuda pada isu sosial
22 Oktober 2019 , 20:00
Aktivis lingkungan memberikan edukasi kepada anak-anak soal memilah sampah. Validnews/Shanies Tri Pinasthi
Aktivis lingkungan memberikan edukasi kepada anak-anak soal memilah sampah. Validnews/Shanies Tri Pinasthi

JAKARTA – Suasana di Kampung Akuarium, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara berbeda pada Minggu (20/10) kemarin. Puluhan anak berusia 4-8 tahun tampak begitu antusias memilah sampah, bermain ular tangga dengan pertanyaan seputar lingkungan, sampai menghias tote bag dengan cap dari pewarna alami.

Kegiatan ini sendiri diinisiasi oleh Kanopea, perkumpulan pemuda yang bergerak di isu lingkungan. Relawan Kanopea rata-rata merupakan anak muda yang tergerak berbuat sesuatu pada sekitarnya.

“Ingin berbagi, ingin bermanfaat buat orang-orang. Selama ini kan kerjaan aku sehari-hari cuma di depan komputer,” begitu ucap Kotik Aptiyas (24), relawan yang sehari-sehari bekerja sebagai analis kredit di salah satu bank swasta itu.

Hal serupa disampaikan Thariq Putradhafa (17). Selain bisa mengakomodasi hasratnya untuk menggeluti aktivitas sosial di bidang lingkungan yang memang ia sukai, Thariq mengaku kegiatan ini mampu melatih kemampuannya bersosialisasi.

“Melatih social skill, kenalan dengan orang banyak. Ditambah lagi makin mengerti soal isu lingkungan. Hari minggu juga gak cuma rebahan doang di rumah, bermanfaat,” celoteh siswa SMA tingkat akhir itu.

Kisah Kotik dan Thariq hanyalah segelintir dari sekian banyak orang di Indonesia yang tergerak untuk menjadi relawan atau volunteer. Indonesia sendiri, mengacu pada laporan Charity Aid Foundation (CAF) World Giving Index tahun 2018, diakui sebagai negara dengan tingkat partisipasi volunteer tertinggi di dunia.

Berdasarkan survei CAF, sebanyak 53% responden dari Indonesia menyatakan bila dirinya pernah terlibat dalam kegiatan volunteer. Soal waktu, sedikitnya mereka pernah menyisihkan 100 menit atau lebih dari satu setengah jam untuk menjadi relawan.

Masih dari laporan yang sama, partisipasi kelompok umur 15-29 tahun dalam kegiatan relawan tercatat meningkat, yakni dari 21,0% pada tahun 2016 menjadi 21,4% di tahun 2017.

Ya, pemuda memang antusias mengikuti aktivitas sosial, termasuk kerelawanan. Sebab hasil survei Visi Teliti Saksama juga menunjukkan, sebanyak 88,2% responden yang merupakan pemuda dalam kisaran umur 17–30 tahun mengaku pernah terlibat dalam kegiatan sosial. Tercatat pula, 25,8% pemuda pernah menyumbangkan tenaganya dalam gerakan sosial di berbagai bidang.

Lingkungan merupakan isu yang paling banyak mendapatkan perhatian di kalangan pemuda, porsinya mencapai 20,4%. Isu selanjutnya adalah terkait kemiskinan (19,9%) dan isu seputar kaum difabel (14,5%).

Imbalan Es Teh
Ketertarikan pemuda terhadap isu lingkungan ini diamini oleh Meta Tresna (29), co-founder dari Kanopea. Meta sendiri mengaku heran, program yang dibesutnya selama hampir 1,5 tahun silam ternyata menarik perhatian para relawan. Tercatat, setidaknya sampai saat ini sudah ada 30 orang muda-mudi yang sempat membantu kegiatan Kanopea dengan sukarela.

“Semuanya (relawan) tidak tetap, datang dan pergi. Tetapi yang konsisten adalah sampai 10 orang. Walaupun kita belum menghasilkan (materi), belum ngasih (bayaran), kita hanya kasih imbalan konsumsi, es teh, tetapi mereka tetap semangat. Amazed (takjub) lah,” ucap Meta kepada Validnews.

Sedikit bercerita, pada Agustus 2018, Meta dan dua co-founder lainnya mulai melakukan pendekatan ke warga sekitar Kampung Akuarium, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Program yang diusung awalnya adalah untuk memperkenalkan anak-anak kepada lingkungan sedari dini seperti belajar mengenal sumber daya alam, memilah sampah, sampai merawat tanaman.

Kegiatan belajar-mengajar itu membuat kesadaran lingkungan anak-anak di Kampung Akuarium mulai tumbuh. Anak-anak menjadi paham untuk tidak menyalakan lampu pada siang hari, atau mematikan televisi saat tidak ada yang menonton.

Namun, Meta mengaku bila pengajaran isu lingkungan pada anak ini tidaklah memberikan dampak yang besar. Bersama kawan-kawannya, ia  juga berusaha menggandeng ibu rumah tangga di sekitar kampung agar sadar lingkungan. Kanopea mencoba mengembangkan katering tanpa sampah, mulai dari pengomposan sisa bahan makanan, hingga membuat wadah gelas dari jeli untuk mengurangi penggunaan plastik.

Menurutnya, di samping tuntutan untuk menghasilkan dampak yang besar, Kanopea mesti terus melakukan pembaruan program agar tetap bisa mendorong partisipasi muda-mudi.

“Kalau misal program kita dirasa menarik, mereka (relawan) pasti mau bantu lagi. Kalau ternyata program kita membosankan, mereka akan pikir ‘ngapain ikut ginian?’ Yang harus di-upgrade adalah program kita. Pengetahuan juga kita upgrade,” pungkas Meta.

Pentingnya peningkatan dan pembaruan program untuk menggaet relawan juga diakui oleh gerakan organisasi berbasis lingkungan lainnya, yakni Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Walhi menilai, keingintahuan kaum milenial terhadap isu-isu lingkungan kini kian mendalam dan kompleks.

“Pertanyaannya pun tak sesimpel menanam pohon. (Mereka-red) bertanya lebih dalam kenapa Walhi tidak setuju dengan UU Sumber Daya Air (SDA). Pertanyaan itu muncul dari teman-teman yang masih SMA,” kata Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Nasional Wahyu Perdana, kepada Validnews, Rabu (16/10).

Begitu pula dengan isu terkait sampah. Jika dulu para pemuda hanya sekadar bicara soal membuang sampah pada tempatnya, kini pemuda di umur 20-an sudah mulai mempertanyakan soal produsen-produsen limbah plastik yang selama ini tak pernah diungkit.

Hal yang sama juga terjadi pada ‘ritual’ tanam pohon. Kalangan pelajar saat ini sudah mulai tertarik untuk mengetahui soal perlindungan kawasan atau perubahan tata guna lahan.

Ia mengamati, pergeseran ini mulai terlihat sejak lima tahun belakangan. Kaum milenial bahkan kerap menyambangi Walhi di eksekutif daerah untuk menyampaikan kebutuhannya terhadap fasilitas pelatihan seputar isu lingkungan.  Ketertarikan anak muda yang makin meningkat kata Wahyu dipicu oleh keberadaan medsos. Keterbukaan informasi mendorong kaum muda untuk kritis terhadap kebijakan atau isu apapun yang mencuat.

“Dulu di awal-awal kita menangkapnya fenomena ini hanya terjadi di kota besar. Tetapi kemudian perkembangan informasi itu juga memudahkan, akses informasi jadi cepat, dan akhirnya sampai terjadi pergeseran pemikiran itu,” jelasnya.

Alhasil, gerakan-gerakan lingkungan yang diinisasi anak muda juga mulai makin banyak. Walhi pun mendorong kaum muda untuk bisa mengkreasikan kegiatan sesuai dengan minat kelompoknya masing-masing. Mulai dari inovasi pangan lokal sampai pembuatan media sosialisasi informasi lingkungan dengan desain yang menarik.

“Mereka (pemuda) terlalu di-underestimate (dianggap remeh). Padahal gerakannya sudah mulai masuk ke hal-hal yang substansi,” ucapnya.

Gerakan yang ada juga makin masif, lantaran pemuda bisa menyebarkan secara luas pengetahuannya seputar lingkungan, lewat relasi atau media sosial (medsos).

“Penyebarannya pasti akan lebih besar. Mereka (pemuda) diskusi di sekolah atau kampus mendiskusikan hal yang mereka dapat dari Walhi. Mereka terlibat langsung untuk menyuarakan isu-isu sosial,” pungkas Wahyu.

Pengaruh Medsos
Mengacu kepada Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (2015), penyebaran isu dan gerakan sosial via online oleh pemuda memang terbukti ampuh memberikan dampak ke dunia nyata. Salah satu contohnya adalah Jalin Merapi yang memanfaatkan media Twitter untuk mencari bantuan logistik saat erupsi Gunung Merapi.

Berbekal cuitan di Twitter yang menarik perhatian sukarelawan, informasi soal kekurangan logistik banyak disebarluaskan oleh pengikut akun Jalin Merapi. Gayung bersambut. Bantuan logistik bisa mengalir ke warga terdampak erupsi.

Dalam penelitian Ramma Wisnu Dewantara berjudul Aktivisme dan Kesukarelawanan dalam Media Sosial Komunitas Kaum Muda Yogyakarta tahun 2015, interaksi yang tercipta dari dunia maya memang mampu mempengaruhi pengguna medsos lainnya untuk ikut menanggapi isu yang ada di berbagai bidang.

Merujuk hasil survei yang dilakukan oleh Visi Teliti Saksama, 59,8% responden memilih medsos sebagai sumber utama informasi mengenai kegiatan sosial yang diikuti oleh pemuda. Uniknya, dengan persentase yang sama, teman atau kerabat dekat juga menjadi informan yang ampuh bagi kaum milenial untuk mengetahui berbagai kegiatan seputar isu sosial.

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Derajad Sulistyo Widhyharto menuturkan, suara kaum muda di medsos akan sangat mempengaruhi publik, khususnya bagi sesama milenial.

“Kalau mereka dipengaruhi oleh kaum milenial itu akan lebih produktif. Ada sensitifitas bersama dalam konteks usia, misalnya pandangan ‘mereka (pemuda lain) juga melakukan hal yang sama’ dan sebagainya,” kata Derajad kepada Validnews, Minggu (20/10).

Ia menambahkan, keterlibatan pemuda ini menjadi bentuk pengakuan bahwa mereka punya suara. Kaum muda cenderung untuk bersuara terlebih dahulu tanpa memikirkan dampak ke depannya.

“Lebih kepada bagaimana mereka menyuarakan sesuatu. Voice, yang mereka butuhkan itu suara. Sampai atau tidak (isu atau gerakan yang disuarakan) itu bagi mereka sangat penting sekali,” singkatnya.

Bentuk Keresahan
Soal kontribusi pemuda, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ibnu Nadzir Daraini menuturkan ada hal yang bisa dicermati dari ketertarikan pemuda terhadap isu sosial dari masa ke masa.

Di era orde baru dan sebelumnya, pemerintahan disebut Ibnu sebagai objek tunggal yang menjadi pusat pembicaraan anak muda. Kala itu, sebutan ‘aktivis’ hanya tersemat bagi segelintir pemuda yang menyuarakan opininya tentang pemerintah. Kini, kepedulian tersebut meluas hingga ke isu-isu yang dekat dan relevan dengan kaum muda. Sebutan aktivis pun akhirnya melekat bagi siapa saja pemuda yang bergerak dan menaruh kepedulian terhadap isu itu.

Meski demikian, kedalaman pemahaman pemuda soal isu sosial tersebut tak sama. Mesti begitu, patut diakui bila aktivitas sosial dari pemuda itu adalah bentuk keresahan dan kerisauan pemuda terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.

“Ada anak muda yang concern dengan masalah perkotaan, pendidikan. Ada yang concern dengan lingkungan, masih banyak lagi. Karena isu tersebut punya relevansi langsung di kehidupan mereka sehari-hari,” tutur Ibnu kepada Validnews, Rabu (16/10).

Jika menilik laporan yang dikeluarkan oleh United Nations Population Fund (UNFPA) terkait pemuda Indonesia pada abad ke-21, tercatat ada beberapa isu yang nyata dihadapi oleh para pemuda. Dalam ranah kesehatan, perkara rokok dan kesehatan reproduksi menjadi isu prioritas yang dekat dengan pemuda. Begitu pula dengan usia pernikahan.

Di bidang pendidikan, pemuda Indonesia menghadapi banyak masalah seperti akses terhadap fasilitas pendidikan, kualitas pendidikan, serta kurang cakapnya lulusan dari sekolah vokasi. Beberapa yang tak kalah penting, isu seperti bencana alam, penyakit menular, serta orang dengan kebutuhan khusus juga menjadi permasalahan sosial yang dekat dengan pemuda.

Keterlibatan pemuda terhadap isu-isu tersebut, kata Ibnu, dalam kenyataannya tidak cuma berupa keputusan untuk menjadi relawan. Dalam bentuk minimalis, kaum muda saat ini bisa dengan mudah berkontribusi hanya dengan menggaungkan isu di medsos pribadi, menandatangani petisi online, atau lewat donasi kecil-kecilan.

Lagi-lagi survei yang dilakukan oleh Visi Teliti Saksama juga senada dengan persepsi ini. Sebanyak 31,2% responden mengaku bila dirinya berkontribusi lewat pemberian uang.

Dari survei yang berlangsung selama 14 Oktober -19 Oktober 2019 itu, terungkap pula sebanyak 22% responden memilih menjadi penggerak ‘di balik layar’ dengan memberikan sumbangan ide atau masukan kepada sebuah gerakan atau organisasi sosial.

Sayangnya, masyarakat luas tak selamanya bisa berharap banyak dari kontribusi pemuda yang didasari kepedulian terhadap isu sosial itu. Besarnya perubahan yang dihasilkan dari aktivitas sosial, diakui Ibnu, tergantung dari seberapa mungkin gerakan tersebut menarik perhatian para pejabat atau petinggi negara.

“Meskipun memang belum langsung memberikan perubahan, tetapi awareness-nya (kesadaran soal isu) meningkat, kepeduliannya meningkat. Tetap ada upaya perbaikan, namun belum sesignifikan yang diharapkan,” ungkap peneliti yang bernaung di Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB) LIPI itu.

Di sisi lain, gerakan skala mikro itu juga cenderung menampik fakta bahwa ada persoalan yang lebih besar dibalik isu yang digeluti, seperti soal regulasi, misalnya. Tak menutup kemungkinan, kepedulian pemuda itu bisa berdampak lebih nyata bila gerakan tersebut juga mengkritisi soal aturan yang terkait. Nyatanya, sampai kini hal itu masih belum membuncah. (Shanies Tri Pinasthi, Muhammad Aji Maulana)

  • Share:

Baca Juga

Kultura

Babi Salah Satu Hewan Terpintar

  • 15 Januari 2021 , 19:17
Nasional

Risma: Balai Sosial Mesti Berperan Lebih

  • 08 Januari 2021 , 09:27
Nasional

Polisi Tangkap Pemalsu Hasil Tes PCR

  • 07 Januari 2021 , 18:36

Tulis Komentar

Lupa Password?

ATAU

MASUK DENGAN

Facebook
Google+
Belum memiliki Akun? Daftar Sekarang

Belum ada komentar.

Vista

Ironi Si Pengolah Sandi


  • Terbaru

Perkembangan dan Inovasi Brand Otomotif di Masa Pandemi
21 Januari 2021 , 21:00

Fokus industri otomotif semakin memberikan perhatian terutama ke pasar negara berkembang di Asia Tenggara

Buah Senarai Samar Kompetisi
21 Januari 2021 , 21:00

Kelanjutan kompetisi masih tanda tanya. Beban klub tak tersolusikan

Pemerintah Pastikan Pedagang Daging Segera Kembali Berjualan
21 Januari 2021 , 20:53

Perubahan aturan di Australia telah mengerek harga daging sapi

Buah Senarai Samar Kompetisi
21 Januari 2021 , 21:00

Kelanjutan kompetisi masih tanda tanya. Beban klub tak tersolusikan

Kandas Laba Dari Olahraga
19 Januari 2021 , 21:00

Tak semua cabor bisa diadakan online. Faktor sponsor tetap menentukan

Bertabur Teman Baru Di Tengah Pandemi
18 Januari 2021 , 21:00

Pembatasan selama pandemi ini rentan memunculkan perasaan keterisolasian

Mencari Pengganti Kedelai
16 Januari 2021 , 18:00

Protein nabati pada kedelai paling lengkap. Rasanya membuat sulit tergantikan

Makanan Beku Untuk Kondisi Tak Menentu
15 Januari 2021 , 21:00

Sekitar 60% orang Indonesia lebih banyak ngemil selama pandemi dibandingkan sebelumnya

Upaya Semesta Meredam Kekerdilan
14 Januari 2021 , 21:00

Ibu hamil yang kemungkinan melahirkan anak stunting harus mendapatkan pengawasan ketat

Mendamba Tempe Selalu Di Meja
12 Januari 2021 , 21:00

Kisruh naiknya harga kedelai berulang terjadi. Selama enam tahun terakhir ini kenaikannya pesat

  • Fokus
  • Paradigma

Gaya Hidup Sehat Dan Bisnis Apparel Yang Melesat
21 Januari 2021 , 18:38

Pada masa pandemi, tampilan kasual yang dipengaruhi gaya sporty, akan tetap penting bagi pelanggan, khususnya Gen Z.

Menelisik Tren Mobil Listrik
18 Januari 2021 , 13:00

Mobil listrik mulai dilirik. Namun baru sebagian kelompok yang mampu menjamahnya. Selain faktor harga, ketersediaan fasilitas pendukung teknologi ini juga jadi pertimbangan calon konsumennya.

Krisis Repetitif Kedelai
15 Januari 2021 , 16:00

Tingkat konsumsi kedelai masyarakat Indonesia mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 7,97 kg/kapita/tahun

PSBB Total, MRT Lakukan Penyesuaian Operasional
14 September 2020 , 10:47

Ada pembatasan jumlah penumpang menjadi 62 -67 orang dalam satu kereta

BERSAMA BIJAK TANGGAPI BENCANA

Urgensi Ketegasan Dalam Penanganan Covid-19 di Indonesia
27 Maret 2020 , 20:00

Ada indikasi bahwa pemerintah seolah gamang, dalam mengambil tindakan tegas untuk penanganan Covid-19

MENYESAP BAHAGIA DENGAN BERDERMA

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati
03 Februari 2020 , 18:19

Tren Filantropi dan Potensi Kebaikan Hati

 
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer & Privacy Policy
  • Kontak
© Copyright validnews.co. All rights reserved.