- Ekonomi
Adaptasi Karena Pandemi, Esa Hilang Dua Terbilang
04 July 2020 , 17:49

JAKARTA — Sejak pandemi covid-19 melanda Tanah Air, hampir semua sektor usaha terpukul telak. Bahkan usaha rintisan berlabel unicorn dengan valuasi triliunan rupiah pun tersentak.
Gojek dan Grab misalnya. Kedua perusahaan yang menguasai pasar transportasi daring terpaksa melakukan perampingan jumlah karyawan. Hal ini dilakukan sebagai upaya bertahan hidup di tengah penurunan frekuensi pesanan layanan antar penumpang, akibat diterapkannya kebijakan pembatasan fisik oleh pemerintah.
Sejumlah pengemudi atau mitra kerja dua aplikasi tersebut merasakan betul, ada penurunan pesanan layanan antarpenumpang selama pandemi. Orlando Parlindungan (25), misalnya, pengemudi sepeda motor mitra Gojek asal Lampung yang bergabung sejak 2017 ini mengaku, sejak pandemi covid-19 merambah Indonesia, jumlah pesanan layanan antar yang ia terima didominasi oleh layanan pengiriman atau delivery. Baik itu berupa makanan, barang, maupun belanjaan kebutuhan sehari-hari.
“Walaupun tidak bisa dibilang banyak juga. Karena orderan benar-benar sepi sekali,” keluhnya, saat dihubungi Validnews, Senin (29/6).
Ia mengaku, sepinya pesanan mengantar penumpang turut disebabkan oleh vakumnya kegiatan belajar mengajar di sekolah, maupun perguruan tinggi yang vakum. Sementara warga Lampung yang ingin bepergian, menurut pengamatan Orlando, lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi.
Nasib sama dialami Edo Ward (27), pengemudi Gojek di Jakarta yang bahkan mengaku kehilangan pendapatannya hampir 100%. Sebelum pandemi, Edo bisa membawa penumpang hingga 25 orang per hari. Namun, saat pandemi covid-19 terjadi, Edo tidak lagi mendapat banyak penumpang karena penerapan PSBB.
“Sekarang cuma bawa angin muter-muter. Semenjak pandemi tidak ada pemasukan, banyak berutang sana-sini,” ujar Edo.
Sementara layanan di luar pengantaran penumpang yang bisa dilakukan oleh mitra GoRide hanyalah pengambilan makanan melalui GoFood, layanan belanja lewat GoMart, serta pengiriman barang GoSend Instant.
Dari semua peluang pesanan di luar pengantaran penumpang, Edo mengaku tetap tidak bisa mendapat penghasilan seperti dalam kondisi normal. Akibatnya, ia kesulitan memenuhi kebutuhan hidup terutama untuk membayar sejumlah tagihan yang meliputi uang kontrakan, listrik, hingga cicilan motor.
“Narik dari jam 6 pagi sampai jam 10 malam, cuma dapat satu kali order paket dengan ongkos Rp12.000. GoMart selama pandemi ini saya tidak pernah dapat pesanan. Itu yang menyebabkan banyak utang,” sambung Edo.
Lain lagi dengan pengemudi GrabBike Arif Maulana (25). Sejak pandemi mulai terjadi di Indonesia, Arif mengatakan bahwa ia hanya mengantongi uang maksimal Rp100.000 per hari, itu pun bila digabung dengan hasil melayani pengantaran barang dan makanan. Padahal sebelum pandemi, Arif mengaku bisa mengantongi uang setidaknya Rp200.000–250.000 per hari.
Ia menyayangkan batasan pengangkutan barang bagi pengemudi Grabike sehingga tidak bisa melayani angkutan barang dalam jumlah banyak, sekali jalan.
“Soalnya driver GrabExpress beda sama akun Grab biasa, enaknya Grab yang bisa ambil banyak barang sekali angkut yang melayani GrabSameday gitu,” ujar Arif.
Sekadar catatan, CEO Grab Anthony Tan pada April 2020 sempat menginformasikan bahwa volume transaksi layanan transportasi selama pandemi turun lebih dari 10%.
Pengemudi Gojek yang juga merugi akibat pemberlakuan PSBB adalah Hairuddin (46). Pria yang seluruh penghasilannya bergantung dari profesi sebagai ojek daring ini mengaku kesulitan mendapat pesanan. Pasalnya, masih ada larangan mengangkut penumpang pada zona merah di sejumlah daerah Jadetabek.
Padahal sebelum masa pandemi, Hairuddin mengaku bisa mengantongi penghasilan hingga Rp200.000 per hari. Meski begitu, Hairrudin mengaku masih beruntung, lantaran ia masih bisa mendapat penghasilan maksimal Rp175.000 per hari dari melayani pesanan di luar pengantaran penumpang, yakni GoFood dan GoSend Instant.
“GoSend Instant pernah sehari dapat Rp135.000, itu pas pengin lebaran. Abis itu turun lagi. Abis lebaran GoFood bisa Rp150.000, bisa Rp175.000, tergantung sepi apa enggaknya aja sih,” tutur Hairuddin.
Berkah Pengiriman
Berbeda dengan Edo dan para pengemudi ride-hailing lainnya, mitra layanan pengantaran barang dari aplikasi pemesanan angkutan sewa online seperti Gojek, justru bernasib mujur.
Pasalnya layanan pengangkutan barang malah mengalami peningkatan pesanan. Keberuntungan ini dialami salah satunya oleh Wisnu Prabowo (35), Mitra GoKilat. Pria yang sudah bergabung dengan Gojek selama empat tahun ini mengaku, menerima banyak pesanan pengantaran barang hingga delapan paket dalam sekali jalan.
Namun perlu diketahui bahwa driver GoKilat merupakan mitra pengemudi yang dikhususkan untuk mengantar barang, bukan penumpang. Pengemudi yang melayani GoSend Sameday ini mengatakan, ia bisa melakukan pengantaran hingga dua kali dalam sehari. Pada masa awal pandemi, barang terbanyak yang diantar meliputi paket makanan dan bumbu.
“Saya diuntungkan secara penghasilan. Cuma paling jalannya yang muter-muter karena banyak jalan diportal,” aku Wisnu kepada Validnews.
Gojek sendiri mencatat, layanan yang menunjukkan hasil pertumbuhan yang menjanjikan di tengah pandemi adalah layanan logistik GoSend. Layanan ini meningkat 80% sejak diberlakukannya PSBB di sejumlah daerah. Disusul layanan belanja kebutuhan sehari hari (grocery) yang naik dua kali lipat.
Sementara Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo mengungkapkan, transaksi layanan GoFood mengalami peningkatan 20% selama pandemi beberapa bulan terakhir, sekira April–Mei 2020.
"Dengan orang-orang tinggal di rumah dan mengkonsumsi secara online, bukan cuma order makanan single size, tapi juga family size agar sekalian order untuk satu keluarga,” kata Catherine dalam webinar Resep UMKM Bangkit Bersama GoFood, Senin (29/7).
Lebih rinci, ia menyebutkan, pembelian produk siap masak juga tumbuh hingga tiga kali lipat sejak dirilis Mei 2020.
Senada, peningkatan pesanan di luar layanan pengantaran penumpang juga dialami Grab yang mencatat pertumbuhan penggunaan GrabExpress hingga 40% pada Maret 2020. Setidaknya bila dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
“Kemudian, data juga menunjukkan pertumbuhan penggunaan fitur GrabAssistant meningkat hingga 2,5 kali lipat selama sebulan terakhir yakni Mei 2020,” jelas Head of GrabExpress Tyas Widyastuti dalam keterangan tertulisnya yang diterima Validnews, Sabtu (4/7).
Sementara dari lini bisnis pesan antar makanan, Grab mencatat selama pemberlakuan PSBB di sejumlah daerah, transaksi GrabFood mengalami kenaikan sebesar 4%. Kemudian kenaikan nominal transaksi makanan yang dipesan dalam sekali pemesanan atau basket size sekitar7%.
“GrabFood melalui GrabKitchen mengalami kenaikan transaksi secara signifikan mencapai 33% selama Maret–April 2020, dibandingkan dua bulan sebelumnya. Sementara pemesanan GrabMart pada Maret 2020 naik 22% dibandingkan bulan sebelumnya,” papar Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi kepada Validnews, Jumat (3/7).
Pergeseran Fokus
Karena kondisi ini, perusahaan transportasi daring pun terpaksa putar haluan dalam fokus bisnisnya. Prinsip jaga jarak selama pandemi belum memudar, membuat layanan dengan kontak fisik pun harus dikurangi demi menekan potensi penyebaran virus.
Alhasil, Gojek akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada 430 karyawannya, setara dengan 9% jumlah karyawan Gojek secara keseluruhan. Sebagian besar karyawan yang harus meninggalkan Gojek berasal dari divisi yang terkait dengan GoLife dan GoFood Festival.
Asal tahu saja, layanan GoLife meliputi layanan GoMassage dan GoClean. sementara GoFood Festival, merupakan jaringan pujasera GoFood di sejumlah lokasi.
Layanan GoLife dan GoFood Festival sejatinya juga ditutup, lantaran ada perubahan perilaku masyarakat yang menjadi lebih waspada terhadap aktivitas yang melibatkan kontak fisik dalam situasi pandemi. Sementara kedua lini bisnis Gojek tersebut membutuhkan interaksi jarak dekat dan mengalami penurunan permintaan secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Gojek pun memutuskan bahwa Aplikasi GoLife hanya dapat digunakan hingga 27 Juli 2020.
Co-CEO Gojek Andre Soelistyo menjelaskan, PHK harus dilakukan sebagai bagian dari evaluasi terhadap struktur perusahaan secara keseluruhan di tengah situasi pandemi covid-19. Tujuannya untuk mengoptimalkan bisnis perusahaan supaya dapat terus tumbuh dan memiliki dampak positif.
“Kami sangat naif karena berpikir bahwa pertumbuhan akan terus terjadi,” aku Andre dalam emailnya kepada karyawan Gojek yang Validnews kutip.
Andre pun memastikan, keputusan pengurangan karyawan tersebut merupakan satu-satunya yang dilakukan Gojek di tengah situasi pandemi covid-19.
“Kami tidak cukup mengantisipasi adanya penurunan yang tidak dapat dihindari seperti pandemi yang terjadi saat ini, dan sekarang kami membayar untuk itu,” sambung Andre.
Co-CEO Gojek lainnya, Kevin Aluwi menuturkan, tantangan terbesar yang perusahaan hadapi adalah ketidakpastian di masa mendatang. Jadi fakta paling menyakitkan adalah kondisi pandemi untuk selamanya akan mengubah cara operasional beberapa bisnis dan produk yang Gojek miliki.
Ia menyatakan, saat ini Gojek akan memprioritaskan bisnis inti sebagai jangka panjang menghadapi pandemi covid-19. Yakni dengan fokus pada layanan uang elektronik, transportasi serta pengiriman makanan dan minuman untuk memastikan keberlanjutan bisnis.
“Artinya menghentikan layanan yang tidak dapat bertahan di tengah pandemi, dan mengambil keputusan berani untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan prioritas pelanggan. Hal ini akan memastikan pertumbuhan di masa mendatang,” papar Kevin.
Pengamat ekonomi digital UI Fithra Faisal menilai, PHK yang dilakukan Gojek merupakan strategi bisnis adaptasi perusahaan yang wajar dilakukan oleh perusahaan transportasi berbasis aplikasi multi layanan. Strategi semacam itu dilakukan untuk memastikan keberlanjutan usaha di tengah pandemi covid-19.
“Ya, PHK terhadap 400-an karyawan di layanan yang sudah tak sejalan pada masa pandemi ini, itu sebuah kewajaran,” kata Fithra seperti dikutip Antara, Sabtu (27/6).
Direktur Eksekutif Next Policy ini menegaskan, keputusan tersebut tidak mengartikan bahwa Gojek merugi, melainkan sebuah hukum dalam bisnis yang umum.
“Ketika sudah tidak ada permintaan dan transaksinya, untuk apa dipertahankan,” tanya Fithra.
Ia pun meyakini bahwa Gojek bisa memperkuat layanan lainnya yakni layanan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya pada teknologi finansial. Mengingat, Gojek saat ini sudah menjadi penyedia multi-layanan yang juga memiliki produk uang elektronik yakni GoPay.
Bila Gojek menegaskan akan fokus pada tiga lini bisnis utama termasuk pemesanan online layanan pengantaran penumpang, Grab Indonesia memutuskan untuk mengerahkan seluruh layanan pemesanan digital pada aplikasinya.
Dalam masa kelaziman baru ini, Grab mengamati, akan terjadi perubahan pola konsumsi pada pelanggan, yakni permintaan akan layanan pengantaran makanan dan barang akan tetap tinggi. Lantaran pelanggan akan semakin berhati-hati untuk keluar rumah, terutama sejak adanya kekhawatiran gelombang kedua dari covid-19.
“Kami juga berkomitmen membuka lebih banyak peluang perolehan pendapatan untuk mitra dan memenuhi kebutuhan layanan digital yang semakin meningkat. Hal ini telah kami lakukan dengan menghadirkan sejumlah layanan baru, seperti GrabMart, GrabAssistant,” jelas Neneng.
Selanjutnya, meningkatkan layanan telemedis dari GrabHealth powered by Good Doctor, layanan GrabFresh by HappyFresh, Clean & Fix powered by Sejasa.com.
Untuk layanan bisnis pengantaran penumpang, Grab mengaku sejalan dengan Gojek yang akan tetap menjalankan lini bisnis transportasi online tersebut. Meski bisnis pengantaran penumpang diakui cukup menantang pada masa pandemi, namun Grab mengaku akan tetap menjalankan bisnis pemesanan transportasi secara online.
“Akan sangat menantang untuk dapat 'kembali normal' selama covid-19 tetap menjadi ancaman di banyak negara tempat kami beroperasi. Diperpanjangnya pembatasan sosial dan pilihan untuk WFH, artinya kebutuhan ride-hailing tidak dapat segera kembali seperti situasi sebelum pandemi,” jelas Neneng, Managing Director Grab.
Menurutnya, pandemi telah menciptakan ekspektasi standar kebersihan yang lebih tinggi pada semua sektor industri. Oleh karena itu Grab merilis GrabProtect, yakni serangkaian langkah keamanan dan kebersihan untuk meminimalkan risiko penyebaran covid-19 pada industri ride-hailing. Fitur pada GrabProtect meliputi formulir deklarasi kesehatan dan kebersihan daring serta fitur mask swafoto.
Hanya saja, Head of The Center of Innovation & Digital Economy Indef Hanif Muhammad justru berpendapat, keputusan Grab dan Gojek untuk tetap fokus pada bisnis transportasi daring terlihat kurang tepat.
Sebab dorongan trafik pemesanan ojek daring yang mulai normal kembali, berisiko menimbulkan gelombang kedua penularan covid-19, karena interaksi antarmanusia yang masif tak terelakkan.
“Menurut saya, tidak perlu didorong transportasi online untuk semakin gencar. Malah yang perlu didorong adalah pelayanan transportasi online non-penumpang,” ucap Hanif kepada Validnews, Selasa (30/6).
Namun Hanif juga tak bisa memungkiri bahwa dorongan pengaktifan kembali layanan ojek online secara normal, merupakan upaya dorongan peningkatan aktivitas ekonomi. Mengingat, pekerja sektor informal yang menjadi pengemudi ojek online jumlahnya jutaan.
Alasan itu pula yang menyebabkan ojek online tetap bisa beroperasi, meski berkali-kali tersengal regulasi yang tak kunjung melegalkan motor sebagai alat transportasi.
"Pemerintah tidak bisa senaif itu untuk mengambil kebijakan, karena serapan tenaga kerjanya luar biasa. Aktivitasnya itu sangat mikro dan masih berjalan, walaupun secara revenue mereka menurun tapi masih ada aktivitas ekonomi di sana,” tukasnya.
Potensi Lain
Di luar angkutan penumpang, keputusan Grab dan Gojek untuk mengoptimalkan lini bisnis lain di luar transportasi daring bukanlah tanpa perhitungan. Pasalnya dalam urusan pemesanan makanan secara daring, Nielsen mencatat, 58% dari 950 konsumen Indonesia yang memesan makanan siap saji mengaku memesan makanan menggunakan layanan aplikasi pengiriman makanan.
Survei yang sama menunjukkan, konsumen Indonesia tertarik menggunakan aplikasi pengiriman makanan karena faktor kenyamanan yang ditawarkan.
Layanan aplikasi pengiriman makanan dianggap dapat menghemat banyak waktu karena mengurangi waktu untuk bepergian, mengantre, dan menunggu makanan di restoran. Hal tersebut merupakan prinsip mendasar yang mendorong perkembangan pesat restoran yang berbasiskan internet.
Gojek sendiri mencatat, selama paruh akhir 2019, jumlah transaksi GoFood meningkat dua kali lipat dari periode sama tahun sebelumnya sehingga mencapai lebih dari 50 juta transaksi di seluruh Asia Tenggara setiap bulannya.
Dari lini bisnis pembayaran non-tunai, Gojek dengan layanan GoPaynya juga tercatat menduduki peringkat pertama sebagai aplikasi e-wallet lokal yang paling banyak diunduh. Disusul OVO, DANA, LinkAja, dan iSaku.
Riset iPrice Group and App Annie tersebut juga mencatat, transaksi GoPay per Februari 2019 menembus angka Rp89,5 triliun. Sementara pada tahun 2018, Gojek berhasil membukukan transaksi senilai RP177,5 triliun yang merupakan pendapatan dari seluruh platform atau layanan yang dimiliki.
Sementara Managing Director Grab, Neneng menyebutkan, pihaknya juga melihat ada pergeseran pelanggan ke layanan di luar pengantaran penumpang. Di antaranya ke layanan GrabExpress, Groceries by HappyFresh, GrabHealth, serta Clean & Fix yang juga menunjukkan peningkatan transaksi dan permintaan selama pandemi ini.
“Kami juga memperkirakan kebutuhan layanan pengiriman parsel dan juga bahan makanan akan tetap meningkat terutama bagi konsumen yang menjaga jarak dan memilih untuk di rumah saja,” ujar Neneng.
Co-Chief and Regional Head Grabfood Lim Kell Jay pernah mencatat, GrabFood dan GrabFinancial menyumbang lebih dari 50% Gross Merchandise Volume dari total nilai transaksi seluruh platform.
Sementara itu, Partner Leader of Mckinsey Digital Labs North Asia Dilip Mistry mengatakan, pergeseran kebiasaan konsumen akan mengubah tren bisnis digital pada masa pandemi dan pascapandemi.
“E-commerce dan model online akan berkembang di model bisnis B2C dan B2B, dan memberi dampak positif bagi mereka yang bergerak cepat dari omni-channel ke all-digital,” kata Mistry, Rabu (1/7).
Menurut dia, hal ini didorong oleh perubahan konsumen dan pelaku bisnis, di mana kedua pihak tersebut lebih memilih untuk berbelanja secara daring secara signifikan.
Selanjutnya, Mistry mengatakan, adanya kesenjangan baru dalam rantai pasokan dan lonjakan permintaan untuk layanan dan produk yang sebelumnya tidak ada pun, akan menggeser tren bisnis digital.
“Rantai pasokan yang lebih sederhana dan lebih fleksibel akan lebih berhasil, dan seluruh industri akan beralih ke model online seperti pembelajaran, layanan kesehatan, dan bahkan layanan rumah tangga,” ungkapnya.
Bisa ditarik kesimpulan, perusahaan rintisan besar seperti Gojek dan Grab berpotensi untuk tetap bertahan. Namun keduanya mesti cermat mengamati peluang di tengah pergeseran standar gaya hidup masyarakat.
Layanan antar non-penumpang memang bisa jadi andalan. Namun kedua perusahaan itu mau tak mau perlu memikirkan, bagaimana dengan nasib jutaan mitra yang menggantungkan penghidupannya. Di sisi lain, kue manis pengiriman barang belum sebesar pemesanan layanan transportasi penumpang. (Zsazya Senorita, Rheza Alfian, Fitriana Monica Sari, Yoseph Krishna)
EMBED HL 04/07
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN