- Kultura
Menengok Sejarah Kehadiran Sepeda di Indonesia
08 Januari 2021 , 11:41

JAKARTA – Pandemi memunculkan berbagai gaya hidup baru pada tahun 2020. Salah-satunya yang paling menonjol, tren bersepeda. Masyarakat banyak menggunakan sepeda sebagai alternatif transportasi, sarana olahraga, maupun rekreasi.
Di Jakarta, setiap harinya jalan-jalan raya diwarnai dengan kehadiran para pesepeda. Lebih lagi saat akhir pekan, masyarakat beramai-ramai turun ke jalan, mengayuh sepeda kesayangan.
Berbagai merek sepeda pun menjadi pembicaraan hangat akhir-akhir ini, sebagai bagian dari pertumbuhan tren tersebut.
Memang sekilas tren bersepeda di jalanan Ibukota tampak seperti hal baru. Namun, sebenarnya tidak. Sepeda justru salah-satu sarana transportasi terpenting di masa-masa jelang kelahiran Indonesia.
Yup! Sejarah kehadiran sepeda di Indonesia membentang panjang, tercatat setidaknya sejak tahun awal 1900-an, ketika Indonesia masih disebut Hindia Belanda. Terdapat beberapa versi tentang waktu kemunculan sepeda pertama di Batavia (Jakarta saat ini).
Merujuk catatan Abdul Hakim dalam Jakarta Tempoe Doeloe (1989), sepeda pertama kali masuk ke Indonesia pada 1890. Pada masa-masa itu, sepeda Rover menjadi yang paling banyak digunakan, dan menjadi kebanggan para pemiliknya.
Kala itu, Rover dijual seharga 500 gulden atau sekira Rp3,93 juta berdasarkan kurs 7 Januari 2021. Dalam perkembangan selanjutnya, hingga tahun 1937, tercatat ada sekitar 70 ribu sepeda beredar di Batavia.
Namun ada pula sumber lain yang mengatakan bahwa sepeda pertama itu muncul setelah tahun 1910. Mengutip Historia, yang menukil Seri Lawasan: Pit Onthel, disebutkan bahwa sepeda merupakan alat transportasi pertama kali muncul di Indonesia tahun 1910 (Onthel Sepeda Cinta, dipublikasikan 28 Juni 2011).
Para pengguna awal sepeda di Indonesia waktu itu kebanyakan para pegawai kolonial, bangsawan, misionaris, saudagar hingga kalangan militer. Namun seiring berjalan waktu, para pribumi pun mulai bisa memiliki sepeda, di antaranya dengan cara membeli sepeda bekas, atau menunggu harga sepeda turun.
Aktivitas bersepeda di Hindia Belanda terus berkembang dalam masa-masa selanjutnya. Berbagai merek bermunculan misalnya, Batavus dan Gazalle produksi Belanda, serta Raleigh dan Hercules produksi Inggris.
Dalam perkembangan selanjutnya, saat Indonesia resmi menjadi negara merdeka, merek-merek dari Asia pun bermunculan dan mendominasi pasar sepeda Indonesia, dimulai dari produk Jepang seperti Wee Bee, hingga produk China seperti Butterfly dan Phoenix.
Pada 1951, olahraga balap sepeda pun menjadi salah-satu cabang yang dilombakan dalam gelaran Pekan Olahraga Nasional ke-2. Beberapa tahun setelahnya, berdiri Ikatan Sport Sepeda Indonesia atau ISSI.
Masuk tahun 1960, popularitas sepeda berangsur menurun. Hal ini karena masyarakat Indonesia mulai berpaling ke mobil atau sepeda motor. Secara perlahan sepeda pun menjadi barang yang tak lagi menarik hati banyak orang.
Popularitas sepeda pada tahun-tahun selanjutnya hingga melewati tahun 2000-an mengalami pasang surut. Namun secara umum, aktivitas transportasi tampaknya dari hari ke hari kian dikuasai oleh mesin. (Andesta Herli)
Tulis Komentar
ATAU
MASUK DENGAN